KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E BERBASIS INKUIRI PADA PENCAPAIAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP PADA MATERI SEGIEMPAT

(1)

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN

LEARNING CYCLE 5E BERBASIS INKUIRI PADA

PENCAPAIAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

SISWA SMP PADA MATERI SEGIEMPAT

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh

Yana Andriani Fadirubun 4101409060

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.

Semarang, Juli 2013

Yana Andriani Fadirubun NIM. 4101409060


(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Keefektifan Pembelajaran Learning Cycle 5E Berbasis Inkuiri pada Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP pada Materi Segiempat

disusun oleh

nama : Yana Andriani Fadirubun NIM : 4101409060

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Unnes pada tanggal 31 Juli 2013.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Drs. Arief Agoestanto, M.Si. NIP. 196310121988031001 NIP. 196807221993031005

Ketua Penguji

Drs. Amin Suyitno, M.Pd. NIP. 195206041976121001

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Kartono, M.Si. Dra. Kristina Wijayanti, M.S. NIP. 195602221980031002 NIP. 196012171986012001


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

 Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (Q.S. Al ‘Ashr:1-3).

 Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (Q.S. Al Insyirah:5-6).

Persembahan

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Ibuku Kusdiastuti dan Bapakku M. Said Fadirubun yang selalu memberikan kasih sayang, bimbingan, dan doa.

2. Adikku Rizki dan Ainaya, serta keluarga besar yang selalu memotivasi dan mendukungku.

3. Semua Dosen dan Guru yang telah memberikan ilmu dengan tulus ikhlas kepadaku.

4. Teman-teman Adinda Kos dan kakak-kakak Guslat MIPA yang selalu menemani hari-hariku dengan canda dan tawa.

5. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika 2009.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis

dengan penuh syukur mempersembahkan skripsi berjudul ”Keefektifan Pembelajaran Learning Cycle 5E Berbasis Inkuiri pada Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP pada Materi Segiempat”.

Skripsi ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan studinya.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Matematika atas kemudahan administrasi.

4. Drs. Amin Suyitno, M.Pd. selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Dr. Kartono, M.Si. dan Dra. Kristina Wijayanti, M.S selaku dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama belajar di FMIPA Unnes.

7. H. Suparno, S.Pd, M.Hum selaku kepala SMP N 6 Blora dan Nur Insa, S.Pd. selaku guru mata pelajaran matematika kelas VII.

8. Siswa-siswi kelas VII E dan VIIF SMP N 6 Blora tahun ajaran 2012/2013. 9. Segenap guru dan karyawan, serta siswa kelas VII A SMP N 6 Blora. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca yang budiman. Terima kasih.


(6)

vi

ABSTRAK

Fadirubun, Yana Andriani. 2013. Keefektifan Pembelajaran Learning Cycle 5E Berbasis Inkuiri pada Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP pada Materi Segiempat. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Kartono, M.Si., Pembimbing II: Dra. Kristina Wijayanti, M.S. Kata kunci: keefektifan, kemampuan pemecahan masalah, Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri.

Siswa perlu dibiasakan belajar berdasarkan pengalaman yang mereka lakukan sendiri, sehingga kemampuan pemecahan masalah mereka semakin baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan untuk mengetahui hasilnya jika model pembelajaran ini dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII C, VII D, VII, E, VII F, dan VII G SMP Negeri 6 Blora tahun ajaran 2012/2013. Dua kelas secara acak diambil dari populasinya, kemudian dijadikan sebagai sampel. Sampel yang terpilih adalah siswa kelas VII F sebagai kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri dan siswa kelas VII E sebagai kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi, tes, dan angket. Analisis hasil tes kemampuan pemecahan masalah menggunakan uji t dan uji proporsi.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri sebesar 78,86 lebih baik dari rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran kooperatif yaitu sebesar 73,71. Uji proporsi menunjukkan bahwa siswa dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri yang telah memenuhi nilai KKM 70 mencapai sekurang-kurangnya 85%, atau dapat dikatakan tuntas secara klasikal. Persentase aktivitas guru pada pembelajaran dengan Learning Cycle 5E berbasis inkuiri sebesar 82% pada pertemuan 1, 85% pada pertemuan 2, dan 86% pada pertemuan 3. Persentase aktivitas siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri sebesar 76% pada pertemuan 1, 84% pada pertemuan 2, dan 84% pada pertemuan 3. Persentase tanggapan siswa yang menyetujui pembelajaran

Learning Cycle 5E berbasis inkuiri pada pelajaran matematika sebesar 80,27%. Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri efektif pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan hasil dari pembelajaran ini lebih baik dari pembelajaran kooperatif. Saran dari penelitian ini adalah model pembelajaran

Learning Cycle 5E berbasis inkuiri dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa.


(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Rumusan Masalah ... 6

1. 3 Pembatasan Masalah... 6

1. 4 Tujuan Penelitian ... .... 6

1. 5 Manfaat Penelitian ... .. 7

1. 6 Penegasan Istilah ... … 7

1. 7 Penelitian yang Relevan………10

1. 8 Sistematika Penulisan ... ….. 11

BAB 2. LANDASAN TEORI 2. 1Deskripsi Teoritik ... 13


(8)

viii

2.1.1 Teori Konstruktivisme tentang Belajar ... 13

2.1.2 Teori Belajar Jean Piaget ... 14

2.1.3 Teori Belajar Vygotsky ... 15

2.1.4 Teori Belajar David Ausubel ... 16

2.1.5 Pembelajaran Matematika ... 17

2.1.6 Pembelajaran Learning Cycle 5E ... 18

2.1.7 Inkuiri ... 21

2.1.8 Pembelajaran Learning Cycle 5EBerbasis Inkuiri………… . 22

β.1.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika…………. ... 24

β.1.10 Model Pembelajaran Kooperatif………. .. 26

2.1.11 Tinjauan Materi ………. .. 27

2. 2Kerangka Berpikir ... 33

2. 3Hipotesis Penelitian ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 37

3.2 Populasi, Sampel, dan Variabel Penelitian………. . 38

3.2.1 Populasi dan Sampel ... 38

3.2.2 Variabel Penelitian……… ... 39

3.3 Prosedur dan Metode Pengumpulan Data ... 40

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data……….. . 40

3.3.2 Metode Pengumpulan Data……… . 41

3.4 Instrumen Penelitian………. ... 42


(9)

ix

3.4.2 Instrumen Lembar Observasi... ... . 44

3.4.3 Instrumen Angket Tanggapan Siswa……….. .... 44

3.5 Analisis Data Soal Uji Coba ……….. . 45

3.5.1 Validitas ………. 45

3.5.2 Tingkat Kesukaran ……… . 47

3.5.3 Daya Pembeda ……….. . 48

3.5.4 Reliabilitas Tes ……….. . 49

γ.6 Analisis Data Awal ……….. 50

3.7 Analisis Data Akhir ………..52

3.7.1 Uji Normalitas ………. 53

3.7.2 Uji Homogenitas ……… 54

3.7.3 Uji Perbedaan Dua Rata-rata ……….. 55

3.7.4 Uji Proporsi ……… 57

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 58

4.1.1 Deskripsi Data ... 58

4.1.2 Uji Hipotesis Penelitian ... 60

4.1.2.1 Uji Normalitas ... 60

4.1.2.2 Uji Homogenitas ... 60

4.1.2.3 Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 61

4.1.2.4 Uji Proporsi...63


(10)

x BAB 5. PENUTUP

5.1 Simpulan ... 70 5.2 Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA ... 71


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Luas Daerah Persegipanjang ... 28

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 37

Tabel 3.2 Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 43

Tabel 3.3 Data Statistik Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 52

Tabel 4.1 Data Statistik Hasil Penelitian ... 58

Tabel 4.2 Data Statistik Uji Normalitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 60

Tabel 4.3 Data Statistik Uji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 61

Tabel 4.4 Data Statistik Uji Perbedaan Dua Rata-rata Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... ... ... 62

Tabel 4.5 Data Statistik Uji Proporsi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 63


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema Learning Cycle 5E ...20

Gambar 2.2 Persegipanjang ... 27

Gambar 2.3 Persegi ... 27

Gambar 2.4 Daerah Persegipanjang ... 28

Gambar 2.5 Daerah Persegi ... 29

Gambar 2.6 Sketsa Area Tanah ... 31


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen ... 74

Lampiran 2 Daftar Nama Siswa Kelompok Kontrol ... 75

Lampiran 3 Daftar Nama Siswa Kelompok Uji Coba ... 76

Lampiran 4 Daftar Nilai UTS Populasi... 77

Lampiran 5 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Nilai UTS Sampel ... 78

Lampiran 6 Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 79

Lampiran 7 Soal Uji Coba ... 80

Lampiran 8 Pedoman Penskoran Tes Uji Coba……… 82

Lampiran 9 Kunci Jawaban Soal Uji Coba ... 83

Lampiran 10 Analisis Hasil Uji Coba Soal……… 87

Lampiran 11 Contoh Perhitungan Validitas ... 90

Lampiran 12 Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran ... 91

Lampiran 13 Contoh Perhitungan Daya Pembeda ... 92

Lampiran 14 Perhitungan Reliabilitas Soal ... 93

Lampiran 15 Silabus Kelompok Eksperimen ... 94

Lampiran 16 Silabus Kelompok Kontrol ……….. .. 98

Lampiran 17 RPP Kelompok Eksperimen ... 101

Lampiran 18 RPP Kelompok Kontrol... ... 110

Lampiran 19 Materi Ajar... ... 117

Lampiran 20 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 124

Lampiran 21 Kunci Jawaban LKS... ... 147

Lampiran 22 Lembar Tugas Siswa (LTS)... .... 154

Lampiran 23 Kunci Jawaban LTS... ... 165

Lampiran 24 Soal Kuis dan Jawaban……… 171

Lampiran 25 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 175

Lampiran 26 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 176

Lampiran 27 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 177


(14)

xiv

Lampiran 29 Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 180

Lampiran 30 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 181

Lampiran 31 Lembar Angket Tanggapan Siswa... 182

Lampiran 32 Hasil Analisis Observasi Aktivitas Guru ... 183

Lampiran 33 Hasil Analisis Observasi Aktivitas Siswa ... 185

Lampiran 34 Hasil Analisis Angket Tanggapan Siswa... ... 186

Lampiran 35 Hasil Observasi Aktivitas Guru... ... 187

Lampiran 36 Hasil Observasi Aktivitas Siswa... ... 188

Lampiran 37 Contoh Jawaban Angket Tanggapan Siswa ... ... 189

Lampiran 38 Daftar Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... ... 190

Lampiran 39 Uji Normalitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 192

Lampiran 40 Uji Homogenitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 194

Lampiran 41 Uji Perbedaan Dua Rata-rata Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 195

Lampiran 42 Uji Proporsi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 196

Lampiran 43 Daftar Harga F Tabel... ... 197

Lampiran 44 Daftar Harga R Tabel... ... 198

Lampiran 45 Daftar Harga Z Tabel... 199

Lampiran 46 Daftar Harga Persentil untuk Distribusi Chi-Kuadrat ... 200

Lampiran 47 Keterangan Nilai KKM Matematika Kelas VII SMP N 6 Blora.. 201

Lampiran 48 Analisis Penguasaan Materi Soal UAN SMP 2010/2011.. ... 202

Lampiran 49 Analisis Penguasaan Materi Soal UAN SMP 2011/2012.. ... 203

Lampiran 50 Dokumentasi Penelitian... .... 204

Lampiran 51 Surat Izin Penelitian ... 205

Lampiran 52 Surat Keterangan Penelitian ... 206


(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang saat ini sedang dialami oleh bangsa Indonesia adalah tentang peningkatan mutu pendidikan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana agar output dari pendidikan nantinya mampu menghadapi persaingan global. Baki (2009:87) menjelaskan bahwa seiring dengan perkembangan sains dan teknologi, manusia harus mampu menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi. Selama proses penyesuaian diri ini, pendidikan matematika memiliki peranan penting dalam mengembangkan kreativitas, penalaran, dan kemampuan pemecahan masalah bagi setiap individu.

Shadiq (2009:1) mencantumkan tujuan pelajaran matematika pada Kurikulum 2006 adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

(1)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, aktual, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

(2)Menggunakan penalaran pada pola dan sifat-sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3)Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(4)Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(5)Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap percaya diri dalam pemecahan masalah.


(16)

Caballero et al. (2011:284) menjelaskan bahwa sejak tahun 1980-an, pemecahan masalah telah menjadi tulang punggung matematika yang di dalamnya meliputi keterampilan analisis, perbandingan, penalaran, dan aplikasi. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika dan penjelasan di atas, sudah sepantasnya pemecahan masalah matematika mendapat perhatian dan perlu dikembangkan. Shadiq (2009:1) menjelaskan bahwa formulasi lima tujuan pembelajaran matematika menunjukkan pentingnya memfasilitasi para siswa, termasuk siswa SMP untuk mempelajari kemampuan berpikir dan bernalar selama proses pembelajaran matematika di kelas. Menurut Kennedy, sebagaimana dikutip oleh Nur'aeni (2010:28), sebagai salah satu materi pelajaran matematika di SMP, geometri mampu menumbuhkan kemampuan berpikir logis siswa, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta dapat mendukung banyak topik dalam matematika.

Studi pendahuluan yang dilakukan di SMP N 6 Blora menunjukkan bahwa ada sekitar 40% siswa dalam satu kelas yang belum dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah materi keliling dan luas segiempat secara tepat dan mencapai nilai KKM sekolah yaitu 70. Persentase yang diperoleh ini masih di bawah persentase keberhasilan kelas yang diharapkan. Mulyasa (2009:254) memberikan penjelasan bahwa ketuntasan kelas dilihat dari banyaknya siswa yang mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran sekurang-kurangnya 85% dari banyaknya siswa yang ada di kelas tersebut.


(17)

3

Setelah hasil tes pada studi pendahuluan dianalisis, sebagian besar siswa tersebut cenderung kesulitan untuk memilih prosedur yang tepat, dan belum dapat memanfaatkan informasi-informasi yang diketahui dari soal untuk dibuat perencanaan yang kemudian dipakai untuk menyelesaikan soal-soal. Selain itu, hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika menyatakan bahwa kemampuan siswa dalam menerapkan konsep segiempat pada soal-soal aplikasi atau soal-soal pemecahan masalah masih kurang.

Informasi yang diperoleh dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyatakan bahwa persentase penguasaan materi soal matematika siswa SMP N 6 Blora pada Ujian Nasional SMP tahun pelajaran 2010/2011 dengan indikator kemampuan menghitung luas gabungan dua bangun datar adalah 76,1% pada tingkat sekolah, 60,49% pada tingkat kabupaten/kota, 65,36% pada tingkat provinsi, dan 75,75% pada tingkat nasional, sedangkan untuk indikator kemampuan menyelesaikan soal keliling gabungan dua bangun datar dan penggunaan konsep keliling dalam keseharian adalah 76,89% pada tingkat sekolah, 58,75% pada tingkat kabupaten/kota, 61,22% pada tingkat provinsi, dan 72,36% pada tingkat nasional.

Sementara itu, persentase penguasaan materi soal matematika siswa SMP N 6 Blora pada Ujian Nasional SMP tahun pelajaran 2011/2012 dengan indikator kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas dan keliling bangun datar adalah 28,51% dan 33,73% pada tingkat sekolah, 23,31% dan 41,46% pada tingkat kabupaten/kota, 29,92% dan 55,54% pada tingkat provinsi, serta 31,04% dan 70,46% pada tingkat nasional. Berdasarkan data-data tersebut,


(18)

diketahui bahwa persentase kemampuan siswa SMP N 6 Blora dalam menyelesaikan permasalahan matematika tentang luas dan keliling bangun datar menurun.

Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di kelas VII SMP N 6 Blora tidak hanya dilaksanakan dengan metode ceramah, tetapi juga telah dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan tahapan diskusi siswa yang dibimbing guru. Walaupun demikian, selama pembelajaran di kelas guru masih cenderung lebih banyak berperan dalam penemuan konsep, dan penyelesaian soal-soal latihan. Hal ini dapat mempersulit siswa dalam memahami konsep dan rumus-rumus yang ada pada mata pelajaran matematika, sehingga materi yang diajarkan pun menjadi sekadar hafalan bagi siswa. Akibatnya, siswa menjadi kesulitan dalam menyelesaikan kasus soal-soal aplikasi atau soal-soal pemecahan masalah.

Praktik pembelajaran yang hanya melatih siswa untuk mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan sesungguhnya tidak sesuai dengan arah pengembangan dan inovasi pendidikan. Qarareh (2012:123) menyatakan perlu untuk memberi kesempatan pada siswa mengekspresikan, membentuk, dan menguji ide-ide mereka. Selain itu, membantu dalam meningkatkan kemampuan, memunculkan rasa ketertarikan, dan memperdalam pemikiran mereka dengan memberikan suatu program panduan, strategi dan metode pengajaran yang bervariasi.

Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang menuntut keterlibatan aktif siswa dan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Salah satunya dengan model pembelajaran Learning Cycle


(19)

5

5E. Learning Cycle 5E merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan didasarkan pada pandangan konstruktivisme, sebagaimana dikutip dari Morgan & Ansberry (2007:29), "... the 5E model is a learning cycle 5E based on a constructivist view of learning".

Learning Cycle 5E merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa selama pelaksanaan pembelajaran, siswa dapat bereksplorasi, membangun pemahaman mereka sendiri, dan menghubungkan pemahaman mereka dengan situasi yang lain. Bybee et al. (2006:8) menjelaskan bahwa tahap-tahap dari pembelajaran Learning Cycle 5E ini meliputi engage (membangkitkan minat), explore (eksplorasi), explain (menjelaskan), elaborate/extend (elaborasi/ mengembangkan), dan evaluate (evaluasi).

Demikian halnya dengan Learning Cycle 5E, pembelajaran inkuiri juga mengedepankan pada partisipasi aktif siswa. Bell (1981:340) menyatakan bahwa situasi inkuiri yang ideal di kelas terjadi saat siswa merumuskan prinsip-prinsip matematika yang baru secara sendiri atau dalam kelompok kecil dengan pengarahan yang minimal dari guru. Pembelajaran Learning Cycle 5E dan pembelajaran inkuiri merupakan dua pembelajaran yang saling mendukung, Lederman (2010) menyatakan bahwa "the 5E's learning cycle gives specific guidelines for what teacher should be doing to implement inquiry-based lessons".

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul 'keefektifan pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa SMP pada materi segiempat'.


(20)

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Apakah model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri efektif pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa?

(2)Apakah rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri lebih dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran kooperatif?

1.3

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan pada penelitian ini, permasalahan-permasalahan tersebut dibatasi sebagai berikut.

(1) Materi pokok dalam penelitian ini adalah keliling dan luas persegipanjang dan persegi.

(2) Soal-soal yang digunakan pada penelitian ini adalah soal-soal uraian berbentuk pemecahan masalah.

1.4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran Learning Cycle 5E


(21)

7

(2) Untuk mengetahui rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri lebih dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran kooperatif.

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1.5.1 Bagi Siswa

Siswa dapat menambah pengetahuan mengenai konsep dan pemecahan masalah pada materi keliling dan luas segiempat, serta mendapatkan pengalaman belajar dengan aktivitas yang lebih banyak.

1.5.2 Bagi Guru

Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi guru dalam menerapkan alternatif model pembelajaran dengan aktivitas siswa yang lebih banyak.

1.5.3 Bagi Peneliti

Memberi pengalaman dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran dengan aktivitas inkuiri siswa.

1.6

Penegasan Istilah

1.6.1 Keefektifan

Sinambela (2008:78) mendefinisikan keefektifan sebagai berikut: pembelajaran dikatakan efektif apabila mencapai sasaran yang diinginkan, baik dari segi tujuan pembelajaran dan prestasi siswa yang maksimal, sehingga yang merupakan indikator keefektifan pembelajaran berupa: (1) ketercapaian ketuntasan belajar; (2) ketercapaiaan aktivitas siswa; (3) ketercapaian kemampuan guru


(22)

mengelola pembelajaran; serta (4) respon siswa terhadap pembelajaran yang positif.

Berdasarkan uraian tersebut, indikator keefektifan pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam penelitian ini adalah: (1) ketercapaian ketuntasan belajar dengan proporsi sekurang-kurangnya 85%; (2) ketercapaiaan aktivitas siswa yang baik dengan persentase sekurang-kurangnya 75%; (3) ketercapaian kemampuan guru mengelola pembelajaran yang baik dengan persentase sekurang-kurangnya 75%; serta (4) respon siswa terhadap pembelajaran yang positif dengan persentase sekurang-kurangnya 75%. Selain itu, (5) rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri lebih dari kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran kooperatif.

1.6.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah matematika adalah resolusi dari suatu situasi matematika yang dinyatakan sebagai suatu masalah oleh seseorang yang ingin memecahkan/mengatasinya (Bell, 1981:310). Kemampuan pemecahan masalah matematika yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes pada materi keliling dan luas pada persegipanjang dan persegi.

1.6.3 Pembelajaran Learning Cycle 5E Berbasis Inkuiri

Pembelajaran Learning Cycle 5E terdiri atas lima tahap, yaitu engage, explore, explain, elaborate (extend), dan evaluate. Wijaya (2009:3) menjelaskan


(23)

9

bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk membangun pemahamannya sendiri mengenai suatu konsep ilmu pengetahuan, mengembangkan, dan memperdalam pemahaman, serta menerapkan konsep tersebut dalam situasi yang baru.

Inkuiri adalah proses menginvestigasi dan menguji suatu situasi untuk mencari informasi dan kebenaran. Proses inkuiri adalah suatu teknik khusus untuk mengembangkan pengetahuan melalui penelitian dan terkadang disebut sebagai metode pengetahuan ilmiah (Bell, 1981:340). Bell (1981:208) juga menjelaskan bahwa pada proses pembelajaran inkuiri di kelas, ada 4 interaksi yang mungkin ditunjukkan, yaitu:

(1) guru memberi suatu situasi, permasalahan, atau pertanyaan pada siswa; (2) siswa secara sendiri, dalam kelompok kecil, atau dalam satu kelas

menentukan prosedur dan mengumpulkan informasi yang mungkin bermanfaat dalam mempelajari situasi, atau menjawab pertanyaan;

(3) siswa mengorganisasikan kembali pengetahuan mereka berdasarkan informasi yang diperoleh pada nomor (2); dan

(4) seluruh siswa di kelas melakukan analisis pada metode dan prosedur inkuiri mereka untuk menemukan metode umum yang dapat diterapkan pada situasi yang lain.

Lederman (2010) menyatakan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E memberikan petunjuk spesifik pada guru tentang apa yang seharusnya mereka lakukan untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berdasarkan inkuiri. Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan pembelajaran Learning Cycle 5E


(24)

berbasis inkuiri adalah pembelajaran matematika yang menggunakan tahap-tahap model pembelajaran Learning Cycle 5E yang didasarkan pada aktivitas inkuiri dalam pelaksanaannya. Model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri pada penelitian ini diterapkan pada kelompok eksperimen.

1.6.4 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran instruksional kelompok yang dapat membuat siswa belajar dan mengajar. Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil. Agar tujuan pembelajaran tercapai, para siswa harus bekerjasama dan saling membantu satu dengan yang lain dalam kelompoknya. Selain dapat belajar dan memecahkan permasalahan bersama, keterampilan sosial siswa pun dapat ditingkatkan (Saad & Ghani, 2008:152).

Pembelajaran matematika yang diterapkan di SMP N 6 Blora, khususnya pada kelas VII sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif. Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dan mengerjakan soal-soal. Hal ini sangat baik untuk mendekatkan dan memberi pengetahuan pada siswa dalam belajar dan bekerjasama. Oleh karena itu, pada penelitian ini model pembelajaran kooperatif digunakan sebagai pembelajaran yang dilakukan pada kelompok kontrol.

1.7

Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Tuna & Kaçar (2013) tentang keefektifan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada pengajaran matematika terhadap prestasi akademik siswa menunjukkan bahwa rata-rata hasil penelitian dari kelompok eksperimen lebih dari rata-rata hasil penelitian kelompok kontrol.


(25)

11

Kelompok eksperimen dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E

memperoleh nilai rata-rata 20,76, sedangkan kelompok kontrol dengan pembelajaran ekspositori memperoleh nilai rata-rata 16,00. Hasil uji t (satu pihak) memberikan hasil thitung = 5,677 dengan dk = 47 dan nilai sig = 0,00. Karena nilai sig < thitung, maka H0 ditolak, artinya rata-rata prestasi akademik siswa pada kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol.

Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Qarareh (2012) tentang keefektifan Learning Cycle5E pada pengajaran sains terhadap prestasi siswa SMP yang menunjukkan bahwa rata-rata hasil penelitian yang dilakukan dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E (kelompok eksperimen) lebih dari rata-rata hasil penelitian yang dilakukan dengan pembelajaran ekspositori (kelompok kontrol). Hasil uji t menunjukkan nilai thitung = 4,64 dengan sig = 0,00, sehingga H0 ditolak. Karena H0 ditolak, maka rata-rata hasil penelitian pada kelompok kelompok eksperimen lebih dari rata-rata hasil penelitian pada kelompok kontrol.

1.8

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tentang keseluruhan skripsi ini terdiri atas bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir skripsi.

1.8.1 Bagian Awal

Bagian awal skripsi ini berisi halaman judul, pernyataan, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.


(26)

1.8.2 Bagian Inti

BAB 1 Pendahuluan; berisi latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, penelitian yang relevan, dan sistematika skripsi.

BAB 2 Landasan Teori; berisi teori-teori yang mendukung dalam penelitian, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB 3 Metode Penelitian; berisi desain penelitian, populasi, sampel, dan variabel penelitian, prosedur dan metode pengumpulan data, analisis data soal uji coba, analisis data awal, dan analisis data akhir.

BAB 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan; berisi hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB 5 Penutup; berisi simpulan dan saran. 1.8.3 Bagian Akhir


(27)

14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Deskripsi Teoritik

Beberapa teori yang melandasi penelitian ini adalah sebagai berikut. 2.1.1 Teori Konstruktivisme tentang Belajar

Rifa'i & Anni (2009:137) menjelaskan bahwa intisari dari teori kontruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri. Teori ini memandang siswa sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip-prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak dapat digunakan lagi. Hal ini memberikan implikasi bahwa siswa harus terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Teori kontruktivisme memfokuskan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan pemikiran tersebut, selanjutnya teori konstruktivisme menetapkan empat asumsi tentang belajar sebagai berikut.

(1)Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh siswa yang terlibat dalam belajar aktif.

(2)Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh siswa yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.


(28)

(3)Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh siswa yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.

(4)Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh siswa yang mencoba menjelaskan objek yang tidak benar-benar dipahaminya (Rifa'i & Anni, 2009:138).

Pada penelitian ini, teori belajar konstruktivisme merupakan dasar dari model pembelajaran yang diajukan, yaitu model pembelajaran Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri.

2.1.2 Teori Belajar Jean Piaget

Menurut Piaget sebagaimana dikutip oleh Suparno (2000:141), pengetahuan dibentuk sendiri oleh siswa dalam berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Proses belajar harus membantu dan memungkinkan siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan pembelajaran.

Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai dewasa mengalami 4 tingkat perkembangan kognitif (Suparno, 2000:25). Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut adalah: (1) sensori motor (usia 0 – 2 tahun);

(2) pra operasional (usia 2 – 7 tahun);

(3) operasional konkret (usia 7 – 11 tahun); dan (4) operasional formal (usia 11 tahun hingga dewasa).


(29)

15

Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget, siswa SMP dengan rentang usia 11-15 tahun berada pada taraf operasional formal. Pada usia ini, yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja. Khususnya, karena remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan operasional konkret ke operasional formal dalam bernalar.

Pada penelitian ini, teori belajar Jean Piaget mendasari penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri, hal ini karena dalam proses pembelajarannya siswa akan menggunakan alat peraga (benda konkret) sebagai sarana penemuan konsep dan rumus-rumus (formal), kemudian menggunakan hasil temuan mereka untuk menyelesaikan soal-soal latihan. Jadi siswa diarahkan untuk menuju ke tahap bernalar operasional formal namun dengan tahap operasional konkret sebagai pengantarnya.

2.1.3 Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky sebagaimana dikutip oleh Rifa’i & Anni (2009:34) menyatakan bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu dengan orang lain merupakan faktor yang terpenting yang dapat mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam kerjasama antarsiswa.

Pada penelitian ini, teori belajar Vygotsky sangat mendukung pelaksanaan model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri. Hal ini karena pada pelaksanaannya, siswa belajar dalam kelompok-kelompok. Melalui kelompoknya, siswa dapat berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan dan saling bertukar ide.


(30)

2.1.4 Teori Belajar David Ausubel

David Ausubel mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam kognitif seseorang (Sugandi, 2004:38). Menurut Bruner dan Ausubel yang dikutip oleh Sugandi (2004:10) pembelajaran akan lebih bermakna bila:

(1) menekanan pada makna dan pemahaman;

(2) mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan, tetapi perlu disertai transfer yang lebih luas;

(3) menekankan adanya pola hubungan bahan yang telah diketahui dengan struktur kognitif;

(4) menekankan pembelajaran prinsip dan konsep;

(5) menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif;

(6) obyek pembelajaran seperti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam bentuk eksperimen dalam situasi laboratorium;

(7) menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar pikiran dan komunikasi; dan (8) perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna.

Pada penelitian ini teori belajar Ausubel mendukung model pembelajaran

Learning Cycle 5E berbasis inkuiri, karena pada model ini terdapat tahap dimana guru menyajikan materi pelajaran baru dengan menghubungkannya dengan konsep relevan yang ada pada struktur kognitif siswa.


(31)

17

2.1.5 Pembelajaran Matematika

Rifa'i & Anni (2009:82) mengutip tentang beberapa pengertian belajar yang didefinisikan oleh para ahli sebagai berikut.

(1) Gagne dan Berliner menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. (2) Morgan et al. menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif

permanen yang terjadi karena hasil praktik atau pengalaman.

(3) Slavin menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.

National Curriculum 2007 dalam Waters (2010:5) menjelaskan tentang pentingnya belajar matematika. Penjabaran pentingnya matematika dijelaskan sebagai berikut.

(1) Berpikir matematika penting bagi semua elemen masyarakat sebagai kebiasaan berpikir yang digunakan dalam dunia kerja, bisnis dan keuangan, serta pembentukan karakter individu. Matematika penting untuk keperluan nasional dalam hal sebagai perangkat untuk pemahaman ilmu pengetahuan, teknik, teknologi, dan ekonomi. Matematika adalah hal esensial dalam pembentukan karakter publik dan partisipasi dalam pengetahuan ekonomi. (2) Matematika melengkapi siswa dengan kekuatan unik untuk mendiskripsikan,

menganalisis, dan mengubah dunia. Matematika dapat menstimulasi momen-momen yang menyenangkan dan bahagia bagi semua siswa saat mereka dapat menyelesaikan sebuah permasalahan pertama kali, menemukan lebih banyak solusi penyelesaian yang baik, atau menemukan hubungan yang tersembunyi.


(32)

Para siswa adalah orang-orang yang berperan dalam matematika dan memiliki kapabilitas penting untuk berpikir lebih baik dalam penerapan dan cara abstraksi, dan dapat bernalar, memecahkan masalah, dan melakukan penilaian.

(3) Matematika adalah sebuah disiplin ilmu kreatif. Bahasa matematika adalah bahasa internasional. Matematika telah dibangun sejak lama dengan maksud untuk memecahkan masalah.

Berdasarkan penjabaran mengenai pentingnya matematika tersebut, maka pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas harus dilaksanakan dengan mekanisme yang tepat.

2.1.6 Pembelajaran Learning Cycle 5E

Learning Cycle 5E merupakan model pembelajaran sains yang berbasis konstuktivis. Bybee et al. (2006:7) menjelaskan bahwa Learning Cycle sebagai strategi pengajaran pertama kali dikenalkan pada akhir tahun 1960-an oleh Karplus et al. melalui SCIS (Science Curriculum Improvement Study), dan awalya

Learning Cycle terdiri atas 3 tahap, yaitu exploration, invention (term introduction), dan discovery (concept application).

Kemudian Bybee et al. pada tahun 1980-an melalui BSCS (Biological Science Curriculum Study) mengembangkan Learning Cycle ini menjadi Learning Cycle dengan 5 tahap, yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration (extend), dan evaluation. Learning cycle dengan 5 tahap ini lebih dikenal sebagai

Learning Cycle 5E (Bybee et al., 2006:8). Morgan & Ansberry (2007:29) menjelaskan 5 tahap Learning Cycle 5E berdasarkan BSCS 5E sebagai berikut.


(33)

19

(1) Tahap Engage

Tahap ini dimaksudkan untuk menarik minat siswa untuk mempelajari materi. Guru dapat membuka pikiran siswa tentang hal-hal yang telah mereka ketahui tentang topik pembelajaran dan memperbaiki jika terjadi miskonsepsi. Kegiatan

engage (membangkitkan minat) ini mungkin dapat meliputi kegiatan membaca, demonstrasi, atau kegiatan lain yang membuat siswa tertarik dan termotivasi. (2) Tahap Explore

Pada tahap ini guru dapat memberikan suatu aktivitas eksplorasi secara kelompok pada siswa, memberitahukan hal-hal umum, pengalaman konkret yang dapat menolong mereka untuk mulai mengkonstruksi konsep dan mengembangkan keterampilan. Siswa dapat membuat model, mengumpulkan data, serta membuat dan memprediksi tes. Maksudnya agar siswa menggunakan pengalaman langsung untuk mempelajari suatu konsep, proses, atau keterampilan.

(3) Tahap Explain

Pada tahap ini siswa menjelaskan tentang konsep atau ide-ide dengan menggunakan bahasa mereka sendiri dan memberikan kritik/saran satu dengan yang lain. Guru memberikan klarifikasi terhadap konsep, memperbaiki bila terjadi miskonsepsi, dan memperkenalkan istilah-istilah yang ada di dalamnya. Tahap ini penting untuk memperjelas hubungan yang diperoleh siswa melalui pengalaman yang mereka peroleh di tahap engage dan explore.

(4)Tahap Elaborate (Extend)

Pada tahap ini kemungkinan masih ada siswa yang mengalami miskonsepsi atau mungkin hanya memahami konsep pada konteks yang terdapat dalam tahap


(34)

eksplorasi yang mereka lakukan sebelumnya. Kegiatan elaborasi dapat menolong siswa untuk memperbaiki miskonsepsi mereka dan menyimpulkan konsep dalam konteks umum. Kegiatan ini juga memberi tantangan pada siswa untuk menerapkan, mengembangkan, atau melakukan pengembangan terhadap konsep dan keterampilan pada situasi yang baru, dan hasilnya adalah adanya pemahaman yang lebih dalam pada siswa.

(5)Tahap Evaluate

Pada tahap ini guru mengevaluasi pemahaman siswa terhadap konsep. Guru dapat menggunakan berbagai macam prosedur formal dan informal untuk menilai pemahaman konsep dan mengetahui kemajuan dari hasil pembelajaran. Tahap evaluasi juga memberikan kesempatan pada siswa untuk menguji pemahaman dan keterampilan mereka.

Siklus pembelajaran yang dilakukan dengan Learning Cycle 5E pada penelitian ini sesuai dengan gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Skema Learning Cycle 5E elaborate

explain

explore enggage


(35)

21

Pada pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E, guru berperan sebagai fasilitator, dan siswa berperan aktif selama pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Morgan & Ansberry (2007:31) sebagai berikut.

In the 5E model, the teacher acts as a guide: raising questions, providing opportunities for exploration, asking for evidence to support student explanations, referring students to existing explanations, correcting misconceptions, and coaching students as they apply new concepts. This model differs greatly from the traditional format of lecturing, leading students step-by-step to a solution, providing definite answers, and testing isolated facts. The 5E model requires the students to take on much of the responsibility for their own learning.

2.1.7 Inkuiri

Learning Cycle 5E memberikan petunjuk spesifik kepada guru untuk mengimplementasikan pembelajaran inkuiri (Lederman, 2010). Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Berkaitan dengan inkuiri, Rifa'i & Anni (2009:242) menyatakan bahwa "pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri". Bell (1981:340) menjelaskan langkah-langkah kegiatan inkuiri dalam pembelajaran mencakup kegiatan sebagai berikut: (1) merumuskan pertanyaan atau masalah untuk mengorganisasikan suatu fakta,

konsep, dan prinsip secara umum;

(2) membuat prosedur dan mengumpulkan informasi yang bermanfaat untuk mengatasi situasi/masalah;

(3) menggunakan prosedur dan informasi yang diperoleh untuk mengorganisasikan dan mengembangkan pengetahuan yang telah ada; dan


(36)

(4) menganalisis dan mengevaluasi proses inkuiri yang telah dilakukan untuk membangun proses umum yang dapat digunakan untuk menginvestigasi pada situasi yang lain.

Depdiknas (2007:38) menyatakan "inkuiri merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah, menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam pemecahan masalah". Depdiknas (2007:39) menjelaskan bahwa pembelajaran inkuiri di kelas dapat dirancang sedekat mungkin dengan suatu eksperimen yang dapat dilakukan siswa sendiri, dimana terdapat format rumusan masalah, tujuan, manfaat, alat dan bahan, langkah-langkah, serta simpulan dari eksperimen yang telah dilakukan. Format seperti ini dapat dituliskan pada

worksheet yang dibagikan pada siswa sebagai petunjuk kerja.

Melalui worksheet siswa melakukan eksperimen, kemudian hasil eksperimen itu dikomunikasikan di kelas, lalu guru akan memberikan suatu masalah baru yang masih terkait dengan hasil eksperimen siswa. Hingga pada akhirnya, siswa diberi soal-soal untuk diselesaikan secara mandiri sebagai bahan evaluasi dari kegiatan inkuiri yang telah dilakukan (Depdiknas, 2007:39). Bell (1981:340) menambahkan bahwa pelaksanaan pembelajaran inkuiri di kelas dapat dilakukan oleh siswa secara sendiri atau dalam kelompok kecil, dengan peran guru yang minimal.

2.1.8 Pembelajaran Learning Cycle 5E Berbasis Inkuiri

Pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri merupakan pembelajaran matematika yang menggunakan tahap-tahap model pembelajaran Learning Cycle


(37)

23

5E dengan berdasarkan pada aktivitas inkuiri dalam pelaksanaannya. Tahap-tahap

Learning Cycle 5E berbasis inkuiri yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Tahap Engage

Siswa diberi motivasi untuk membangkitkan minat mereka terhadap materi yang diajarkan. Siswa diajak untuk menemukan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi yang sedang diajarkan. Kemudian guru memberikan suatu permasalahan sehingga muncul rasa ingin tahu dalam diri siswa.

(2) Tahap Explore

Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, mereka melakukan eksplorasi untuk menemukan konsep/prinsip yang akan digunakan untuk memecahkan masalah, dengan kata lain siswa akan membuat pengalamannya sendiri. Pada tahap ini, siswa melakukan eksperimen dengan alat dan bahan serta prosedur (langkah-langkah) yang mengarahkan pada pemahaman dan penemuan konsep/prinsip yang diharapkan.

Pelaksanaan tahap ini dilakukan dengan berbantuan alat peraga matematika dan LKS (Lembar Kegiatan Siswa). Alat peraga matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat peraga untuk menemukan rumus keliling dan luas daerah persegipanjang dan persegi. LKS yang digunakan berisi penjelasan tentang prosedur kegiatan yang harus dilakukan pada alat peraga untuk menemukan rumus keliling dan luas daerah persegipanjang dan persegi. Pada LKS juga diberikan contoh-contoh permasalahan untuk dipecahkan oleh siswa secara


(38)

berkelompok. Guru memberikan kesempatan siswa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut pada tahap elaborate.

(3) Tahap Explain

Siswa mengkomunikasikan hasil eksplorasi dengan bahasa mereka sendiri. Guru memberikan kesempatan untuk tanya jawab. Guru menanyakan hal-hal terkait dengan hasil eksplorasi siswa. Jika telah selesai maka guru meminta salah satu kelompok untuk menuliskan hasil dan menjelaskannya di depan kelas, kemudian diberi kesempatan untuk tanya jawab lagi jika masih ada yang belum jelas.

(4) Tahap Elaborate/Extend

Siswa mengerjakan permasalahan atau soal latihan yang ada di LKS. Siswa dituntut mengembangkan hasil yang diperoleh pada tahap explore untuk digunakan dalam memecahkan permasalahan pada tahap ini. Tahap ini dilakukan secara berkelompok. Guru bertugas membimbing siswa yang mengalami kesulitan.

(5) Tahap Evaluate

Siswa diberi soal kuis untuk diselesaikan secara individu. Soal kuis digunakan untuk mengetahui sejauhmana siswa memahami materi yang diajarkan. 2.1.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Saad & Ghani (2008:119) mencantumkan beberapa penjelasan tentang masalah matematika menurut beberapa ahli. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

According Kantowski (1977), a problem exist when students encounter a difficult mathematical question which they are unable to answer within a short period of time or unable to solve it at that


(39)

25

point in time due to lack of information. Once students have developed mathematically, what seems to be a problem previously could turn out to be just another routine mathemtics exercise today. Lester (1977) points out that, a problem exists when students wish to carry out a task but do not have the appropriate algorithms to do so. Perhaps the students are not familiar with the algorithms or maybe they are unaware of existence of the algorithms required to handle the task. Krulik dan Rudnik (1980) opine that a problem consists of a situation, quantitativ in nature or otherwise, faced by the students that require a solution but they do not possess the necessary strategy or a clear method in order to solve it. Hayes (1978) states thet students are said to be confronted by a mathematics problem if they know the mathematical aims that they need to achieve but somehow lack the necessary means to arrive that aims quickly.

Berdasarkan kutipan tersebut, Saad & Ghani (2008:119) menyimpulkan bahwa masalah matematika dapat didefinisikan sebagai suatu situasi yang memiliki maksud yang jelas tetapi tampak sulit untuk mengetahui algoritma untuk menyelesaikan dengan prosedur yang tepat.

Saad & Ghani (2008:120) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu perencanaan proses yang dibutuhkan untuk menemukan suatu prosedur penyelesaian masalah yang mungkin tidak dapat diselesaikan dengan konsep biasa. Wardhani (2008:18) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal; (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab.

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan dengan banyaknya latihan menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematika. Siswa dikatakan mampu memecahkan masalah bila siswa tersebut memiliki kemampuan untuk memahami masalah, merancang model matematika,


(40)

menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Wardhani, 2008:18). Polya sebagaimana dikutip oleh Saad & Ghani (2008:121) menjelaskan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut: (1) merumuskan masalah dan menjelaskan maksud atau tujuan dari masalah; (2) menginterpretasikan masalah; (3) merencanakan strategi penyelesaian masalah; (4) implementasi rencana; dan (5) mengecek ulang solusi yang ditemukan.

2.1.10 Model Pembelajaran Kooperatif

Depdiknas (2007:34) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa bekerjasama dalam belajar dan bertanggungjawab terhadap teman-teman satu timnya. Pembelajaran ini menekankan pada tujuan kesuksesan tim, yang hanya bisa dicapai jika seluruh anggota tim mempelajari apa yang menjadi tujuan pembelajaran. Sintakmatik model pembelajaran kooperatif menurut Depdiknas (2007:34) adalah:

(1) menyampaikan tujuan dan memotivasi; (2) menyajikan informasi;

(3) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok; (4) belajar mandiri;

(5) membimbing kelompok bekerja dan belajar; (6) evaluasi; dan


(41)

27

2.1.11 Tinjauan Materi

2.1.11.1 Keliling Persegipanjang dan Persegi

Keliling dari suatu bangun datar adalah panjang sisi yang membatasi bangun datar tersebut. Oleh karena itu:

(1)keliling dari suatu persegipanjang adalah jumlah panjang seluruh sisi-sisinya; (2)keliling dari suatu persegi adalah jumlah panjang dari seluruh sisi-sisinya.

Gambar 2.2 Persegipanjang

Gambar 2.2 adalah gambar persegipanjang ABCD, dengan keliling ABCD adalah AB + BC + CD + AD.

Karena AB = CD dan AD = BC, keliling ABCD = 2 × AB + 2 × BC. AB adalah panjang, dan BC adalah lebar.

Jadi keliling persegipanjang ABCD = 2 × panjang + 2 × lebar.

Jika panjang = p , lebar = l, dan keliling = K maka rumus keliling persegipanjang adalah K = 2p + 2l atau K = 2 (p + l).

A B

C D

s

s

Gambar 2.3 Persegi

A B

C D

p


(42)

Gambar 2.3 adalah gambar persegi ABCD dengan keliling ABCD adalah AB + BC + CD + AD. Karena AB = BC = CD = AD, keliling ABCD = 4 × AB.

AB adalah sisi. Jadi keliling persegipanjang ABCD = 4 × sisi.

Jika panjang sisi = s dan keliling = K maka rumus keliling persegi adalah K = 4s

(Adinawan dan Sugijono, 2009: 85). 2.1.11.2 Luas Persegipanjang dan Persegi

Luas dari suatu bangun datar adalah daerah yang dibatasi oleh sisi-sisi dari bangun datar tersebut. Oleh karena itu luas persegipanjang adalah daerah yang dibatasi oleh sisi-sisi dari persegipanjang.

Gambar 2.4 adalah gambar daerah persegipanjang ABCD. Proses penemuan rumus luas persegipanjang dengan alat peraga ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Luas Daerah Persegipanjang Persegipanjang Panjang Lebar Banyak persegi

Luas persegipanjang

2 1 2 = 2 × 1 2

3 2 6 = 3 × 2 6

A B

C D


(43)

29

4 3 12 = 4 × 3 12

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa luas persegipanjang adalah hasil perkalian panjang dan lebar persegipanjang tersebut.

Jika panjang = p , lebar = l, dan luas = L maka rumus luas persegipanjang adalah

L = p × l.

Gambar 2.5 adalah gambar daerah persegi ABCD. Panjang dan lebar suatu persegi memiliki ukuran yang sama, yang kemudian disebut sebagai sisi. Oleh karena itu, rumus luas persegi = sisi × sisi.

Jika panjang setiap sisi = s dan luas = L maka rumus luas persegi adalah L = s × s

atau L = s2 (Adinawan & Sugijono, 2009:87). 2.1.11.3 Soal Pemecahan Masalah

Suatu soal pemecahan masalah memiliki indikator: (1) materi prasyaratnya telah diberikan pada siswa; (2) soal yang diberikan masih dalam jangkauan siswa; (3) guru belum pernah memberikan algoritma penyelesaiannya; serta (4) siswa bersedia mengerjakan soal yang diberikan.

A B

C D


(44)

Apabila terdapat suatu soal yang memenuhi indikator soal kemampuan pemecahan masalah di atas, maka untuk penyelesaiannya dapat menggunakan langkah-langkah penyelesaian soal dari Polya. Berikut ini adalah contoh soal yang diasumsikan memenuhi indikator soal kemampuan pemecahan masalah dan diselesaikan dengan menggunakan langkah-langkah penyelesaian dari Polya. Contoh:

Area tanah yang berbentuk persegipanjang dengan panjang keliling 160 m dan perbandingan panjang dan lebarnya adalah 9 : 7 akan dibuat taman bunga. Pada taman tersebut juga akan dibuat jalan berbentuk persegipanjang dengan panjang 10 m dan lebar 2 m dari susunan kerikil. Berapa luas area tanah tersebut yang tidak digunakan untuk jalan?

Melalui contoh soal yang diberikan, guru dapat membimbing siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi sesuai dengan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana, dan mengecek kembali.

(1) Memahami masalah

Tahap ini meliputi identifikasi informasi yang diketahui dari soal dan identifikasi apa yang ditanyakan dari soal. Berdasarkan soal tersebut, informasi yang diketahui adalah:

Misalnya sketsa area tanah dan jalan berbentuk persegipanjang adalah sebagai berikut.


(45)

31

Area tanah: K = 160 m dan p : l = 9 : 7. Jalan: p = 10 m dan l = 2 m.

Permasalahan yang ditanyakan adalah luas sisa area tanah yang tidak digunakan untuk jalan.

(2) Merencanakan penyelesaian

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, terdapat beberapa informasi yang harus dicari, yaitu:

a.Ukuran panjang dan lebar area tanah, dapat dicari dengan menggunakan perbandingan panjang dan lebar, serta keliling area tanah yang disubstitusikan ke rumus keliling persegipanjang, yaitu K = 2 (p + l). Perbandingan panjang dan lebar ini dimisalkan terlebih dahulu dengan memuat suatu variabel.

b.Luas area tanah, dapat dicari dengan menggunakan rumus luas persegipanjang, yaitu L tanah = p × l.

c.Luas jalan, dapat dicari dengan menggunakan rumus luas persegipanjang, yaitu

L jalan = p × l.

d.Luas area tanah yang tidak digunakan sebagai jalan, dapat dicari dengan mencari selisih dari luas area tanah dan luas jalan, yaitu L = L tanah - L jalan.

(3) Melaksanakan rencana

area tanah

Gambar 2.6. Sketsa Area Tanah


(46)

Pada tahap ini siswa belajar memecahkan masalah sesuai dengan perencanaan yang telah disusun pada tahap sebelumnya, yaitu dengan melakukan perhitungan-perhitungan sebagai berikut:

a.Ukuran panjang dan lebar area tanah

misalkan p = 9x dan l = 7x. K = 160 m; substitusikan nilai p, l, dan K ke rumus

K = 2 (p + l) menjadi 160 = 2 (9x + 7x), sehingga diperoleh x = 5.

Karena nilai x = 5 maka p = 9x = 9 × 5 = 45 m dan l = 7x = 7 × 5 = 35 m. b.Luas area tanah (L tanah)

diperoleh p = 45 m dan l = 35 m,

sehingga L tanah = p × l = 45 m × 35 m = 1575 m2. c.Luas jalan (L jalan)

karena p = 10 m dan l = 2 mmaka L jalan = p × l = 10 m × 2 m = 20 m2. d.Luas area tanah yang tidak digunakan sebagai jalan (L)

L = L tanah - L jalan = 1575 m2 - 20 m2 = 1555 m2. (4) Mengecek kembali

Tahap terakhir yang perlu dilakukan adalah mengecek kembali kemudian dapat ditarik kesimpulan atau interpretasikan hasil. Perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa luas area tanah yang tidak digunakan untuk jalan adalah 1.555 m2. Jadi simpulannya luas area tanah yang tidak digunakan untuk jalan adalah 1.555 m2.


(47)

33

2.2 Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika kelas VII SMP Negeri 6 Blora, diperoleh data bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam belajar matematika, khususnya dalam menyelesaikan soal-soal tipe pemecahan masalah. Hasil tes pada studi pendahuluan materi keliling dan luas segiempat yang dilakukan di SMP N 6 Blora serta hasil ujian nasional pada tahun 2012 menunjukkan persentase yang belum optimal. Pembelajaran yang dilaksanakan di SMP N 6 Blora, khususnya di kelas VII sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif, dan guru tidak selalu menggunakan metode ceramah. Pola pembelajaran kooperatif yang dilakukan sudah baik, karena selama pembelajaran siswa diberi ruang tersendiri untuk berdiskusi dalam kelompoknya dan mengerjakan soal-soal. Walaupun demikian, tidak sedikit siswa yang masih mengalami kesulitan dalam penyelesaian soal-soal pemecahan masalah. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman siswa terhadap soal-soal pemecahan masalah yang harus mereka selesaikan.

Oleh karena itu, peneliti berinisiatif untuk mencoba suatu model pembelajaran lain yang dikembangkan berdasarkan pembelajaran kooperatif yang pernah dilakukan siswa, tetapi model pembelajaran ini memberikan pengalaman yang lebih banyak bagi siswa. Melalui model pembelajaran Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri, siswa diajak untuk membangun pemikiran mereka dengan bahasanya sendiri, mereka dapat menemukan suatu konsep dan prinsip sesuai petunjuk kerja yang ada pada LKS, dan mencoba untuk menyelesaikan berbagai permasalahan baru berupa soal-soal latihan, dalam hal ini guru bertugas untuk


(48)

memfasilitasi dan membimbing. Perbedaan utama yang menyebabkan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri lebih unggul dari model pembelajaran kooperatif adalah adanya kegiatan inkuiri.

Beberapa penelitian dalam bidang pendidikan, menunjukkan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E efektif terhadap prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti mengajukan dugaan sementara bahwa model pembelajaran

Learning Cycle 5E berbasis inkuiri juga efektif pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan inkuiri pada tahap-tahap Learning Cycle 5E yang memperkuat pemahaman konsep siswa sehingga kemampuan pemecahan masalahnya pun semakin baik. Bagan kerangka berpikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.7.


(49)

35

Gambar 2.7 Bagan Kerangka Berpikir

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritik dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.

(1)Model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri efektif pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa

(2) Rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri lebih dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran kooperatif.

Tes Tes

Kemampuan pemecahan masalah Kemampuan pemecahan masalah

Proses belajar mengajar materi luas dan keliling persegipanjang dan persegi pada kelas VII SMP N 6 Blora

Kelompok siswa yang diajar dengan model pembelajaran

Learning Cycle 5E berbasis inkuri

Kelompok siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif


(50)

(1) Model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri efektif pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa

(2) Rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran

Learning Cycle 5E berbasis inkuiri lebih dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran kooperatif.


(51)

37

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini diawali dengan menentukan populasi dan memilih sampel dari populasi yang ada. Pemilihan sampel dilakukan dengan memilih 2 kelas secara acak dari populasi. Siswa dari kedua kelas sampel tersebut selanjutnya ditentukan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu, dipilih siswa dari satu kelas lain sebagai kelompok uji coba untuk melaksanakan tes uji coba soal, dengan pertimbangan siswa dari kelas tersebut telah memperoleh materi yang diajarkan pada penelitian. Pada kelompok eksperimen diterapkan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri, sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan Sugiyono (2010:112), yaitu Postest-Only Control Design dengan tabel desain penelitian sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Postest Eksperimen

Kontrol

X Y

Tes Tes


(52)

Keterangan:

X : Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri.

Y : Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif. Pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa. Evaluasi dilakukan pada kelompok eksperimen dan pada kelompok kontrol dengan soal evaluasi yang sama. Soal evaluasi yang diberikan pada kedua kelas sampel adalah soal yang telah diujicobakan pada kelompok uji coba soal dengan siswa dari kelas yang bukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya, data hasil tes evaluasi dianalisis. Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan.

3.2 Populasi, Sampel, dan Variabel Penelitian

3.2.1 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek yang menempati kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:117). Penentuan populasi ini dengan pertimbangan siswa duduk pada jenjang kelas yang sama, materi berdasarkan pada kurikulum yang sama dan tidak ada kelas unggulan. Oleh karena itu, populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII C, VII D, VII E, VII F, dan VII G di SMP N 6 Blora.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010:118).


(53)

39

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII E dan VII F, dengan siswa kelas VII E sebagai kelompok kontrol dengan model pembelajaran kooperatif, dan siswa kelas VII F sebagai kelompok eksperimen dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri, sedangkan siswa kelas VII A dijadikan sebagai kelompok uji coba soal.

3.2.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:60). Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dan kemampuan pemecahan masalah. Kedua variabel tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen atau variabel terikat (Sugiyono, 2010: 61). Pada hipotesis penelitian 1, variabel independen pada penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri. Pada hipotesis penelitian 2, variabel independen pada penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri dan model pembelajaran kooperatif.

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh adanya variabel independen (Sugiyono, 2010:61). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah siswa.


(54)

3.3 Prosedur dan Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut.

(1) Perencanaan, yaitu menentukan populasi dan sampel, identifikasi kemampuan pemecahan masalah, dan analisis tentang pembelajaran di sekolah.

(2) Menguji kesamaan dua rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan mengambil nilai ujian tengah semester (UTS) genap kelas VII tahun pelajaran 2012/2013 mata pelajaran matematika.

(3) Menyusun kisi-kisi tes uji coba kemampuan pemecahan masalah. (4) Menyusun instrumen tes uji coba berdasarkan kisi-kisi yang ada. (5) Melakukan uji coba instrumen tes pada kelas uji coba.

(6) Menganalisis data hasil instrumen tes uji coba pada kelas uji coba untuk mengetahui validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. (7) Melaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

Learning Cycle 5E berbasis inkuiri pada kelompok ekperimen dan melaksanakan model pembelajaran kooperatif pada kelompok kontrol.

(8) Melaksanakan tes evaluasi akhir untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

(9) Menganalisis hasil tes. (10)Menyusun hasil penelitian.


(55)

41

3.3.2 Metode Pengumpulan Data 3.3.2.1 Dokumentasi

Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi untuk memperoleh data siswa kelas VII SMP N 6 Blora, yaitu siswa kelas VII F (kelompok eksperimen) dan siswa kelas VII E (kelompok kontrol), data kriteria ketuntasan minimal nilai matematika kelas VII SMP N 6 Blora, dan data nilai UTS matematika kelas VII semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Data nilai UTS ini digunakan untuk mengetahui kondisi awal sampel, yaitu dengan melakukan uji kesamaan dua rata-rata siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3.3.2.2 Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila tanggapan dan yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010:203). Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran dan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri.

3.3.2.3 Tes

Secara umum tes diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan objek ukur terhadap seperangkat konten atau materi tertentu (Djaali & Muljono, 2004:8). Metode tes digunakan untuk memperoleh data hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada materi keliling dan luas persegipanjang dan persegi. Tes kemampuan pemecahan masalah ini berbentuk


(56)

tes tertulis berupa sejumlah soal tertulis uraian. Tes kemampuan pemecahan masalah ini diberikan sebagai evaluasi akhir pada kedua kelas sampel. Metode tes ini digunakan untuk mendapatkan skor tes kemampuan pemecahan masalah siswa yang menjadi sampel. Sebelum tes diberikan pada saat evaluasi, terlebih dahulu diujicobakan pada kelas uji coba untuk mengetahui validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas.

3.3.2.4 Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri yang diberikan pada siswa kelompok eksperimen pada pertemuan terakhir. Berdasarkan angket ini diperoleh tanggapan positif atau negatif siswa.

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian (Djaali & Muljono, 2004:80). Pada penelitian ini, terdapat tiga macam instrumen penelitian sebagai berikut.

3.4.1 Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Instrumen tes pada penelitian ini meliputi tes kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VII pada materi keliling dan luas persegipanjang dan persegi.


(57)

43

Adapun kisi-kisi, soal tes, dan kunci jawaban baik pada saat uji coba maupun penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, 11, 27, 28, dan 29.

Tes kemampuan pemecahan masalah pada penelitian ini diukur menggunakan rubrik penskoran tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Skor Memahami Masalah Merencanakan

Penyelesaian

Melaksanakan Rencana

Mengecek Kembali 1 Siswa salah

menginterpretasikan/ tidak memahami soal/ tidak ada jawaban Siswa tidak mengetahui strategi yang harus digunakan Siswa mencoba beberapa hal tetapi tidak menghasilkan apa-apa

Tidak ada hasil

3 Siswa mengetahui tentang permasalahannya, tetapi siswa kesulitan dalam menjelaskannya Strategi siswa sepertinya bekerja pada bagian awal, tetapi tidak sesuai untuk keseluruhan masalah Siswa mempunyai penyelesaian tetapi masih mengalami kesulitan pada bagian tertentu Siswa mengecek penyelesaiannya dan sepertinya penyelesaiannya sesuai dengan permasalahan 5 Siswa mengetahui

apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan siswa mengetahui operasi

Siswa mempunyai lebih dari satu strategi untuk menyelesaikan masalah Siswa mengikuti strateginya dari awal sampai akhir dan strategi Siswa mengecek untuk meyakinkan apakah penyelesaiannya sesuai dengan


(58)

matematika yang digunakan

tersebut yang muncul dari siswa lebih mudah dipahami dan diikuti

masalahnya

(Guskey & Marzano, 2001:104). 3.4.2 Instrumen Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas belajar siswa dan lembar observasi aktivitas guru dalam pembelajaran dengan Learning Cycle 5E berbasis inkuiri. Lembar observasi pada penelitian ini menggunakan skala pengukuran rating scale. Pada rating scale, data mentah yang diperoleh berupa angka yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden tidak menjawab dengan memilih salah satu jawaban kualitatif, tetapi menjawab dengan memilih salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan (Sugiyono, 2010:141).

Lembar observasi guru digunakan untuk menilai aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan Learning Cycle 5E berbasis inkuiri. Lembar observasi aktivitas guru pada pembelajaran ini ditunjukkan pada Lampiran 31. Lembar observasi aktivitas belajar siswa digunakan untuk menilai aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan Learning Cycle 5E berbasis inkuiri. Lembar observasi aktivitas belajar siswa ditunjukkan pada Lampiran 32.

3.4.3 Instrumen Angket Tanggapan Siswa

Lembar angket tanggapan siswa ini berisi pernyataan-pernyataan tentang pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis inkuiri


(59)

45

yang ditujukan pada siswa kelompok eksperimen. Lembar angket tanggapan siswa pada penelitian ini menggunakan skala Likert, karena skala Likert umumnya digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang (Sugiyono, 2010: 134).

Skala Likert pada angket ini disusun dengan 4 pilihan tanggapan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing tanggapan tersebut memiliki skor, skor 4 untuk pilihan SS, skor 3 untuk pilihan S, skor 2 untuk pilihan TS, dan skor 1 untuk pilihan STS.

Perhitungan persentase persetujuan penggunaan Learning Cycle 5E

berbasis inkuiri pada pembelajaran matematika dihitung dengan rumus berikut.

Angket tanggapan siswa tentang penggunaan Learning Cycle 5E berbasis inkuiri pada pembelajaran matematika ditunjukkan pada Lampiran 33.

3.5 Analisis Data Soal Uji Coba

Sebelum memperoleh soal tes kemampuan pemecahan masalah yang akan digunakan pada tes akhir, peneliti membuat soal tes uji coba terlebih dahulu. Setelah diperoleh hasil tes soal uji coba, dilakukan analisis untuk mengetahui validitas, tingkat kesukaran, daya beda, dan reliabilitas soal. Analisis keseluruhan soal tes uji coba dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.5.1 Validitas

Arikunto (2009:65) memberi penjelasan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Menurut Cronbach,

Persentase persetujuan = Jumlah skor


(60)

sebagaimana dikutip oleh Djaali & Muljono (2004:65), suatu tes yang valid untuk tujuan tertentu atau pengambilan keputusan tertentu, mungkin tidak valid untuk tujuan atau pengambilan keputusan yang lain. Pada penelitian ini, untuk mengetahui validitas butir soal, digunakan rumus korelasi product moment, sebagai berikut.

Keterangan:

rXY : koefisien korelasi antara X dan Y;

N : banyaknya peserta tes;

X : jumlah skor tiap butir soal;

Y : jumlah skor total;

X 2 : jumlah kuadrat skor butir soal; dan

Y 2 : jumlah kuadrat skor total (Arikunto, 2009:72).

Nilai koefisien korelasi yang didapat untuk masing-masing butir kemudian dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi yang ada di tabel r (rt) dengan alfa

tertentu, misalnya α = 0,05. Jika koefisien korelasi skor butir dengan skor total

lebih besar dari koefisien korelasi dari tabel r, maka koefisien korelasi butir signifikan dan butir tersebut dianggap valid secara empiris (Djaali & Muljono, 2004:71).

Setelah dilakukan analisis validitas butir soal, diketahui bahwa dari 8 butir soal tes uji coba yang diujikan, hanya ada 4 butir soal yang valid. Keempat butir

{N ( ∑X2) - (∑X )2}{N ( ∑Y2) - (∑Y )2}

rXY N ( ∑XY

) - ( ∑X ) ( ∑Y)


(61)

47

soal yang valid ini adalah butir soal nomor 2, 4, 6, dan 7. Contoh perhitungan validitas butir soal dapat dilihat pada Lampiran 13.

3.5.2 Tingkat Kesukaran

Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional) maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu murah (Arifin, 2012:342).

Arifin (2012:349) menjelaskan bahwa cara menghitung tingkat kesukaran untuk soal bentuk uraian adalah dengan menghitung berapa persen siswa yang gagal menjawab benar atau ada di bawah batas lulus (passing grade) untuk

tiap-tiap soal. Batas lulus yang digunakan untuk tiap-tiap butir soal adalah ≥ 50%, jadi

siswa dianggap gagal jika skor yang diperolah ≤ 1

2 skor maksimal tiap butir soal.

Penafsiran tingkat kesukaran soalnya menggunakan kriteria berikut.

(1) Jika jumlah siswa yang gagal mencapai 27% maka soal termasuk mudah. (2) Jika jumlah siswa yang gagal antara 28% sampai dengan 72% maka soal

termasuk sedang.

(3) Jika jumlah siswa yang gagal lebih dari 72% maka soal termasuk sukar.

Karena dalam penelitian ini menggunakan pedoman penskoran kemampuan pemecahan masalah matematika untuk pengukuran hasil tes uji coba dengan skor maksimal 5, maka batas lulus (passing grade) yang digunakan adalah skor 3.

TK =

banyaknya siswa yang gagal banyaknya siswa


(62)

Setelah dilakukan analisis tingkat kesukaran, diketahui bahwa dari 8 butir soal tes uji coba yang diujikan, butir soal nomor 1, 3, dan 4 memiliki kriteria mudah, butir soal nomor 2 dan 6 memiliki kriteria sedang, dan butir soal nomor 5, 7, dan 8 memiliki kriteria sukar. Contoh perhitungan tingkat kesukaran dapat dilihat pada Lampiran 14.

3.5.3 Daya Pembeda

Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauhmana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang sudah menguasai kompetensi dengan siswa yang belum/kurang menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu. Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara siswa yang menguasai kompetensi dengan siswa yang kurang menguasai kompetensi (Arifin, 2012:350).

Arifin (2012:351) menjelaskan bahwa untuk menginterpretasikan koefisien daya pembeda tersebut dapat digunakan kriteria yang dikembangkan oleh Ebel sebagai berikut:

(1) DP > 0,4 : sangat baik, butir soal diterima; (2) 0,γ ≤ DP ≤ 0,γ9 : baik, butir soal diterima;

(3) 0,β ≤ DP ≤ 0,β9 : kurang baik, butir soal perlu diperbaiki; dan (4) DP ≤ 0,19 : jelek, butir soal ditolak.

Arifin (2012: 146) menjelaskan bahwa perhitungan daya pembeda soal uraian dapat dilakukan dengan rumus berikut.

DP = perbedaan rata-rata kelompok atas dan bawah skor maksimal butir soal


(63)

49

Penentuan kelompok atas dan kelompok bawah pada kelas dengan jumlah siswa banyak (di atas 30) dilakukan dengan menetapkan 27% teratas sebagai kelompok atas dan 27% terbawah sebagai kelompok bawah (Arifin, 2012:146).

Setelah dilakukan analisis daya beda, diketahui bahwa dari 8 butir soal tes uji coba yang diujikan, ada 4 butir soal yang diterima yaitu butir soal nomor 2, 4, 6, dan 7, sedangkan 4 butir soal lainnya yaitu butir soal nomor 1, 3, 5, dan 8 ditolak. Contoh perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada Lampiran 15.

3.5.4 Reliabilitas Tes

Reliabilitas berarti sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri kelompok tersebut memang belum berubah (Djaali & Muljono, 2004:74). Reliabilitas tes pada penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus alpha sebagai berikut.

Keterangan:

r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan;

n : banyaknya peserta tes;

σi2 : jumlah varians tiap butir soal; dan

σt2 : varians total (Arikunto, 2009:109). Rumus varians:

dan 1 -

σt2 ∑σi2

n - 1 r11 =

n

σi2 =

N N

(∑X)2

X2

σt2 =

N N

(∑Y)2


(64)

Keterangan:

σi2 :varians butir soal ke-i;

σt2 :varians total;

X : jumlah skor tiap butir soal;

X 2 : jumlah kuadrat skor butir soal;

Y : jumlah skor total;

Y 2 : jumlah kuadrat skor total; dan

N : banyaknya butir soal (Arikunto, 2009:110).

Setelah ditemukan harga r11 kemudian r11 ini dibandingkan dengan harga r

product moment dengan taraf signifikan 5% dan dk = banyaknya siswa. Jika r11 > r tabel maka instrumen soal dianggap reliabel. Hasil analisis reliabilitas

soal ujicoba menunjukkan bahwa soal tersebut reliabel. Contoh perhitungan reliabilitas ini ditunjukkan pada Lampiran 16.

Berdasarkan analisis keseluruhan, diperoleh hasil bahwa butir soal yang digunakan pada penelitian ini adalah butir soal yang valid, memiliki tingkat kesukaran mudah, sedang, dan sukar, sedangkan daya pembeda yang digunakan berkriteria diterima. Karena soal uji coba ini reliabel, maka soal ini dapat digunakan sebagai soal tes kemampuan pemecahan masalah. Butir soal yang digunakan pada tes kemampuan pemecahan masalah adalah butir soal nomor 2, 4, 6, dan 7.

3.6 Analisis Data Awal

Data awal yang digunakan pada penelitian ini merupakan data nilai UTS matematika siswa kelas VII semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Karena


(65)

51

kelas sampel berasal dari populasi yang sama, maka dapat diasumsikan bahwa kedua kelas sampel ini berdistribusi normal. Karena populasi yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan kelas unggulan, maka dapat diasumsikan pula bahwa kedua kelas sampel homogen. Oleh karena itu, analisis data awal yang dimaksudkan pada penelitian ini menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa kelas sampel.

Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut.

H0 : µ1 = µ2 (tidak ada perbedaan rata-rata nilai UTS kelompok eksperimen dan kelompok kontrol)

H1 : µ1 ≠ µ2 (ada perbedaan rata-rata nilai UTS kelompok eksperimen dan kelompok kontrol)

Karena data nilai UTS diasumsikan homogen (mempunyai varians yang sama), maka rumus yang digunakan dalam pengujian hipotesis kesamaan dua rata-rata adalah sebagai berikut.

2 1 1 ; 1

1 1 2

2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1          n n s n s n s n n s x x t Keterangan: 1

x : rata-rata nilai UTS kelompok eksperimen;

2

x : rata-rata nilai UTS kelompok kontrol;

n1 : banyaknya anggota kelompok eksperimen;

n2 : banyaknya anggota kelompok kontrol;

2 1

s : varians nilai UTS kelompok eksperimen; dan

2 2


(1)

ANALISIS PENGUASAAN MATERI SOAL UAN SMP TAHUN 2010/2011


(2)

Lampiran 49

ANALISIS PENGUASAAN MATERI SOAL UAN SMP TAHUN 2011/2012


(3)

(4)

Lampiran 51


(5)

(6)

Lampiran 53