KESEHATAN TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Bab III Tekanan terhadap Lingkungan III- 110 Tabel III.1 Daftar Rumah Sakit dalam Wilayah Aceh No Nama Rumah Sakit TipeKelas 1 RSU Yulidin Away Kab. Aceh Selatan C 2 RSUD Datu Beru Kab. Aceh Tengah B 3 RSU Fandika D 4 RSUD Sigli Kab. Pidie C 5 RSU Mutiara Kab. Pidie D 6 Klinik Mufid Kab. Pidie 7 RSUD Cut Mutia Kab. Aceh Utara B 8 RS. Kesdam Lhokseumawe 9 RSUD Kab. Aceh Tamiang C 10 Rumah Sakit Pertamina Rantau Kab. Aceh Tamiang D 11 RS. Harapan Bunda Kota Banda Aceh B 12 RS. Bhayangkara Kota Banda Aceh C 13 RS. Malahayati Kota Banda Aceh C 14 RSU. Ubudiyah Kota Banda Aceh 15 RS. Permata Hati Kota Banda Aceh C 16 RSUD Zainal Abidin Kota Banda Aceh B 17 RS. Kesdam Banda Aceh B 18 RS Bulan sabit 19 RS. Prince Nayef Unsyiah C 20 RS Meuraxa Rumah Sakit Ibu dan Anak 21 RSUD Kota Langsa B 22 RSU Cut Meutia Kota Langsa D 23 RS Cut Nyak Dhien Kota Langsa C Bab III Tekanan terhadap Lingkungan III- 111

D. PERTANIAN

Wilayah Aceh yang berbukit dan bergunung banyak ditanami dengan tumbuhan pertanian, lahan-lahan yang tersedia dimanfaatkan sebagai sumber daya sosial ekonomi masyarakat setempat. Data tahun 2013 menunjukkan bahwa ada 21 jenis tumbuhan pertanian yang telah dibudidayakan oleh masyarakat Aceh data SE-3. Tumbuhan pertanian terbanyak adalah kelapa sawit, kopi, karet, kelapa dalam dan kakao. Jenis pupuk yang digunakan terbanyak adalah pupuk organik sebesar 346500 ton pertahun yang digunakan untuk pertanian kopi, di susul dengan pupuk NPK yang pemakaiannnya hampir ke semua jenis tanaman pertanian. Sawit adalah tanaman yang berproduksi paling besar 345893 ton pertahun, sedangkan lahan terkecil untuk penanaman jambu mete sebesar 106 m3 dengan produksi hanya 1 ton pertahun. Aceh memiliki mekanisme dan aturan adat yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Mekanisme dan aturan itu tertuang dalam aturan Lembaga Adat, sesuai pasal 98 ayat 3 UUPA antara lain seperti Panglima Laot, Pawang Glee, dan Kejreun Blang. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Aceh Tahun 2010 –2030 Rencana Pola Ruang Wilayah Aceh terdiri atas Kawasan Lindung dengan luas 2.708.550 Ha 47,7 dan Kawasan Budidaya dengan luas 2.934.602 Ha 52,3. Untuk mengurangi perubahan fungsi baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya perlu dilakukan penegasan dan penataan batas masing-masing kawasan sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih dan konversi lahan yang menyalahi aturan. Pola pemanfaatan penggunaan lahanhutan disesuaikan dengan fungsi lahanhutan itu sendiri sehingga dapat menjamin kelestarian produksi dan keseimbangan lingkungan hidup. Hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013 diperoleh jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor perkebunan di Provinsi Aceh sebesar 388 667 rumah tangga. Dibandingkan tahun 2003 jumlah tersebut mengalami penurunan sebanyak 58 985 rumah tangga, perusahaan pertanian berbadan hukum di subsektor perkebunan sebesar 90 perusahaan, dibandingkan tahun 2003 mengalami penurunan sebanyak 8 perusahaan, dan usaha pertanian lainnya pada subsektor perkebunan sebesar 39 usaha. Adapun tanaman padi dan palawija dalam perkembangannya menggunakan hampir rata-rata menggunakan pupuk urea, baik untuk tanaman pangan, hortikultular, dan perkebunan. Luas Penggunaan Lahan Pertanian Aceh Buku Data Tabel SE-5 terbesar digunakan untuk perkebunan yaitu 1.001.081 hektar, terkecil untuk lahan industri yaitu : 3,928 hektar. Merujuk Buku SLHD Tabel SE-7 mendeskripsikan bahwa Aceh Utara memiliki lahan persawahan dengan produktivitas tertinggi sebesar 277.750 ton pertahun, menyusul Bireuen 207.754 dan Pidie 204.429 hektar pertahun. Hanya Kota Sabang yang tidak memiliki lahan pertanian. Bab III Tekanan terhadap Lingkungan III- 112 Perkembangan hewan ternak di Provinsi Aceh di dominasi oleh jenis ternak sapi, kerbau dan kambing. Ternak sapi perah terdapat di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Aceh Timur, Aceh Tengan dan Kota Subulussalam dari 1 ekor hingga 14 ekor. Peternakan kuda paling banyak di Aceh Tengah, domba dan kambing di Aceh Utara, kerbau di Aceh Singkil, sapi potong di Aceh Besar dan Aceh Utara, dan babi di Aceh Singkil dan Aceh Utara. Hewan unggas ayam kampung dan itik adalah hewan ternak paling dominan dan terbanyak dipelihara oleh masyarakat Aceh, disusul ayam pedaging dan ayam petelur. Namun ayam petelur tidak terdapat di Simeulue, Singkil, Gayo Lues, Bener Meriah, Kota Sabang dan Kota Langsa Buku Data SLHD Tabel SE-9 Selain peruntukan lahan pertanian Pemerintah Aceh juga menentukan Penetapan Kawasan Strategis Aceh didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan secara bersinergi yang bertujuan untuk : a. Menata kawasan strategis di seluruh wilayah Aceh menjadi lokasi yang kondusif untuk berinvestasi bagi penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing yang didukung oleh kemampuan pelayanan, manajemen, kearifan adat dan budaya, serta sarana dan prasarana yang lengkap; b. Memanfaatkan peluang globalisasi ekonomi dan kerjasama ekonomi kawasan asia dan internasional secara optimal; c. Meningkatkan kapasitas tampung kawasan strategis terhadap kegiatan perdagangan dan jasa sesuai dengan daya dukung lingkungan; d. Mengalokasikan ruang dan kesempatan bagi pengembangan sektor informal dan golongan usaha skala kecil menengah secara terintegrasi. Rencana Tata Ruang Aceh Tahun 2012-2032 telah menetapkan 4 kawasan sebagai bagian dari Rencana Pengembangan Kawasan Strategis Aceh yang meliputi : 1. Kawasan Pusat Perdagangan dan Distribusi Aceh atau ATDC Aceh Trade and Distribution Center tersebar di 6 enam zona, meliputi ; a. Zona Pusat : Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Besar. b. Zona Utara : Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Bireuen. c. Zona Timur : Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Tamiang. Bab III Tekanan terhadap Lingkungan III- 113 d. Zona Tenggara : Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, Kabupaten Singkil, Pulau Banyak dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Tenggara. e. Zona Selatan : Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Simeulue dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Barat Daya. f. Zona Barat : Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Jaya dengan lokasi pusat agro industri di Kabupaten Aceh Barat. 2. Kawasan agrowisata yang tersebar di 17 tujuh belas kabupaten yang tidak termasuk ke dalam lokasi pusat agro industry; 3. Kawasan situs sejarah terkait lahirnya MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka; 4. Kawasan khusus. Pengembangan wilayah juga dilakukan dengan peninjauan kembali distribusi penduduk dari kabupatenkota yang berpenduduk padat ke kabupatenkota yang penduduk tidak padat untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui optimalisasi pemanfaatan lahan, penyediaan lapangan usaha baru dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, indentifikasi lahan yang sesuai khususnya lahan terlantar perlu dilakukan dengan memperhatikan arahan pengembangan wilayah sesuai dengan Rencana Tata Ruang RTRW Aceh.

E. INDUSTRI

Baku mutu limbah cair ditentukan berdasarkan masing-masing parameter yang telah ditentukan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cari Industri. Penjelasan tentang limbah B3 juga diatur di dalam UU RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalam Bab I, pasal 1, ayat 21 disebutkan bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, danatau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, danatau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan danatau merusak lingkungan hidup, danatau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Selanjutnya di dalam ayat 22 dijelaskan bahwa limbah B3 adalah sisa suatu usaha danatau kegiatan yang mengandung B3. Pengukuran baku mutu sangat diperlukan untuk menentukan apakah terjadi pencemaran lingkungan hidup, sesuai dengan pasal 20 ayat 1 dan 2 dari UU RI Nomor 32 tahun 2009. Berdasarkan data dari Desperindag Aceh tahun 2014, terdapat beberapa perusahaan industri yang menghasilkan limbah di Provinsi Aceh. Dalam tabel SP-1 dan table SP-1.1,