Berjualan Kedai Sampah Usaha Yang Dilakukan Masyarakat Petani

4.1.1 Berjualan Kedai Sampah

Pasangan suami istri bapak Sitorus dan ibu Manurung bekerja sebagai petani. Sekitar tahun 1993 mereka membangun sebuah kedai sampah yang tidak begitu jauh dari rumah mereka. Tepat di depan kedai sampah yang mereka bangun dulunya adalah sebuah bangunan bekas sekolah swasta sederajat SMP yang sekarang direnovasi menjadi SD. Atas dasar itulah mereka membangun kedai sampah tersebut, karena menurut mereka itu merupakan peluang dengan keberadaan SD, sehingga menjadi tempat anak-anak SD jajan serta membeli kebutuhan sekolah mereka. Usaha inilah yang mereka pertahakan sampai sekarang. Untungnya bisa digunakan untuk tambahan biaya sekolah dan juga kebutuhan rumah tangga. Bulan Agustus tahun 2012 adalah saat yang sangat menyedihkan bagi Ibu Manurung dan anak-anaknya. Pada bulan itu sosok suami dan ayah mereka dipanggil yang maha kuasa. Banyak masyarakat yang terkejut atas kepergiannya. Menurut ibu Manurung sebagai istri, tidak ada penyakit ataupun keluhan yang dilihat dari suaminya. Setelah dicek tim medis, kepergiannya yang tiba-tiba diakibatkan penyakit jantung. Kerena keramahan dan sikap suka bercandanya menjadikan beliau disenangi masyarakat. Universitas Sumatera Utara Anak-anaknya mengatakan beliau adalah sosok ayah yang penyayang dan bertanggung-jawab. Seperti yang diungkapkan Ego Sitorus anak sulung 21 tahun wawancara 3 september 2012 “Banyak nesehat dan pelajaran yang saya dapatkan dari bapak. Apalagi sebelum keberangkatan saya ke kalimantan untuk kuliah, bapak mengatakan :” kau harus jadi “orang”, jangan takut soal biaya, bapa dan mama akan berusaha sekuat tenaga untuk menyekolahkan kalian. Setelah mendengar kabar bahwa bapak sudah pergi, saya tidak percaya dan merasa sangat terpukul. Tidak ada lagi canda dan nasehat yang saya dengarkan. Pesan dan nasehat itulah bagi saya semangat untuk meneruskan perkuliahan ini” Sewaktu masa hidupnya beliau bekerja sebagai petani. Ada saat-saat tertentu petani tidak pergi kesawah, sesekali hanya melihat keadaan padi. Waktu ini dimanfaatkan beliau untuk menarik ojeg. Setiap pagi beliau mengantarkan anak-anaknya ke simpang pasar 7, berjarak sekitar 1 kilometer dari rumah. Anak- anaknya menaiki angkutan umum masing-masing, sesuai arah sekolah mereka. Setelah semua anak-anaknya diantar, beliau menunggu orang memakai jasanya untuk mengantarkan keberbagai tempat. Umumnya guru dan anak sekolah yang menjadi tumpangannya. Menurut penuturan beliau 49 tahun wawancara 13 maret 2012: “Setiap ngojeg saya bisa mendapatkan Rp 40.000- Rp 50.000, dan juga sudah lepas rokok. Terkadang itu bisa lebih, apabila ada pesta bisa mencapai Rp 70.000. Hasil ngojeg saya berikan kepada istri untuk dipakai ongkos serta jajan anak-anak” Universitas Sumatera Utara Gambar 5: Kedai Sampah Umumnya kedai ini menyediakan jajanan anak-anak, karena pada saat istirahat ataupun jam pulang sekolah menjadi waktu untuk mereka jajan. Kedai ini juga menyediakan sabun mandi, gula, rokok, tepung, pulsa elektrik, bensin eceran dan lain sebagainya. Selain itu tersedia juga ala-alat tulis, contohnya buku tulis, buku gambar, pensil, pulpen. Ibu Manurung juga menyediakan mie kuah, teh menis dan kopi. Tepat disamping kedai sudah disediakan bangku dan mejauntuk tempat orang sarapan atau sekedar minum teh manis. Setiap pagi ada juga beberapa anak SD yang diantar oleh ayahnya yang kemudian singgah untuk sarapan atau hanya sekedar minum teh manis sambil bercerita dengan yang lainnya. Sekitar jam 5 pagi Ibu Manurung sudah bangun untuk memasak mie yang akan dijual dan memasak sarapan untuk anak-anaknya yang dibantu anak perempuannya yang paling besar. Agar tidak terlalu memakan waktu yang banyak Universitas Sumatera Utara untuk memasak mie, pada sore hari Ibu Manurung sudah mempersiapkan bumbu. Memasak mie dilakukan di belakang kedai, ada dapur kecil. Apabila memasak mie dilakukan di rumah, sudah repot membawanya ke kedai. Terucap penuturan ibu Manurung 48 tahun wawancara 12 Februari 2013 mengatakan “Kepergian suami saya bukan berarti diam untuk bersedih atau menjadi penghalang untuk mencapai cita-cita ana-anak saya, melainkan menjadi suatu semangat bagi saya. Apabila nanti anak-anak saya sudah berhasil, itu bukan karena saya saja, tetapi juga suami saya disana. Walaupun dia sudah pergi, saya merasa dia berada disamping saya untuk mendukung dan menemani untuk memperjuangkan anak-anak”. sambil meneteskan air mata

4.1.2 Beternak Biri-Biri