Tukang Ojeg Usaha Yang Dilakukan Masyarakat Petani

cendol yang hangat ataupun dingin Rp 3.000 per gelas. Menurut penuturan Ibu Manurung 53 tahun wawancara 12 Mei 2013 “Pada satu kali acara pesta, cendol saya bisa terjual 120 -150 gelas, 150 x 3.000 =Rp 450.000. itu juga belum dikurangi dengan modal membeli bahan- bahan, seperti kelapa, gula merah. Pengeluaran bisa mencapai Rp 100.000 –Rp 150.000.”

4.1.5 Tukang Ojeg

Selain beternak, berjualan, ada juga sebagian masyarakat yang menjadi tukang ojeg. Tukang ojeg adalah sebutan kepada seseorang yang menjual jasanya kepada penumpang untuk diantar kesuatu tempat. Di Desa Wonosari istilah tukang ojeg kurang begitu populer, masyarakat setempat lebih mengenal dengan sebutan erbete. Pada Desa Wonosari terdapat 2 pintu utama untuk masuk menuju desa tersebut, yaitu simpang penara dan simpang pasar 7 yang langsung berada di jalur lintas Sumatera. Kedua simpang ini menjadi lokasi Strategis bagi tukang ojeg untuk menjual jasanya. Sebelah barat Desa Wonosari adalah Tg Morawa yang merupakan kawasan industri. Sebelah timur adalah kota L.Pakam dimana pada daerah ini banyak berdiri sekolah- sekolah jenjang SD, SMP, SMA, SMK Swasta maupun Negeri. Hal ini menjadi suatu berkah bagi tukang ojeg. Anak-anak sekolah dan para karyawan yang bertempat tinggal di Desa Wonosari menjadi penumpang bagi mereka. Bapak H. Ambarita 40 bekerja sebagai tukang ojeg. Istri Ibu T. Tambun 38. Mereka memiliki 5 orang anak, 3 putri dan 2 putra. Mereka hanya Universitas Sumatera Utara mempunyai lahan 10 rante. Sekitar 7 tahun yang lalu adalah awal bapak Ambarita memulai sebagai tukang ojeg. Ketika anak-anaknya sudah beranjak besar dan memasuki tingkat SMP, keadaan ekonomi mulai tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. “Saya mempunyai lima orang anak, 3 putri dan 2 putra. Yang pertama perempuan sekolah di SMA RK, uang sekolahnya Rp 120.000. Yang kedua laki- laki sekolah di SMA Nusantara, uang sekolahnya Rp 110.000. Ketiga perempuan sekolah SMP Wira-jaya, uang sekolahnya Rp 60.000. Keempat kelas 6 SD dan beberapa bulan lagi masuk SMP. Terahir laki- laki kelas 2 SD, uang sekolahnya Rp 25.000 itu juga karena mendapat bantuan dari pemerintah, sehingga sedikit dapat meringankan. Setiap bulan saya harus mengeluarkan uang sekitar Rp 350.000, itu juga belum terhitung ongkos dan uang jajan mereka. Terkadang saya meminjam uang kepada tetangga untuk membayar uang sekolah anak saya. Apabila hanya mengandalkan hasil panen untuk semua kebutuhan jelas tidak cukup, sehingga saya mencari tambahan sebagai erbete. Hasil dari nge-ojeg dan upah istri saya, itulah yang kami putar-putar untuk dapat memenuhi semua keperluan rumah tangga.” Apabila Desa Wonosari memasuki masa panen, bapak Ambarita menjadi agen atau penyalur tukang banting atau tukang komben bagi petani yang ingin memanen sawahnya. Mereka berasal dari daerah Kabupaten Serdang Bedagai yaitu dari daerah Tebing, Rampah, Kampung pon dan sekitarnya. Kebanyakan dari mereka adalah suku Jawa dan ada juga suku Batak. Tugas dari bapak Ambarita mencari lokasi areal sawah yang akan dikerjai olah anggotanya, serta Universitas Sumatera Utara menjemput sarapan dan makan siang bagi para pekerjanya. Bapak Ambarita menerima Rp 5.000 untuk setiap rante yang dikerjakan anggotanya. Satu kelompok pekerja biasanya terdiri dari 1-20 orang. Beliau memegang 2 kelompok pekerja. Dalam satu hari, apabila pekerjanya dapat menyelesaikan 50 rante, bapak Ambarita mendapat Rp 150.000. Sebelum keberadaan odong-odong, bapak Ambarita bisa membawa 3-4 kelompok pekerja. Tetapi sekarang beliau tidak berani lagi karena lokasi yang seharusnya mereka kerjai sudah diambil alih oleh odong-odong. Sang istri juga tidak tinggal diam di rumah. Beliau juga mencari tambahan bekerja sebagai buruh pada sebuah pengepul barang-barang rongsokan atau botot. Pekerjaannya memilah-milah barang yang sejenis. Dia bekerja dimulai dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore dan mendapat upah Rp 50.000 harinya. Penuturan Ibu T.Tambun 38 27 Februari 2013 : “Kami harus bekerja sekuat tenaga supaya dapat menyekolahkan anak-anak, karena apabila hanya mengandalkan hasil dari sawah saja tidak cukup. Apalagi anak-anak kami sudah mulai masuk ketingkat SMA dan membutuhkan dana yang besar.” Universitas Sumatera Utara B A B V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan