B A B I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional.
Penduduk di Indonesia sebagian besar juga menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Sektor pertanian terdiri dari pertanian, peternakan, perikanan dan
kehutanan memiliki potensi yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. Sektor pertanian juga berperan besar dalam penyediaan pangan untuk
mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka memenuhi hak atas pangan, seperti contohnya ialah pertanian sawah.
Oleh sebab itu pemerintah pada saat ini mulai gencar melalalui program- program yang telah dirancang untuk mengusahakan agar kondisi pangan selalu
tersedia setiap saat dan terjangkau harganya oleh masyarakat. Peraturan pemerintah No 68 Tahun 2002 misalnya menunjukkan keseriusan pemerintah
dalam menangani masalah ketahanan pangan
1
1
Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan
. Berbicara masalah petani saat sekarang ini menarik untuk diperhatikan. Dimana pemerintah sedang menggiatkan
program ketahanan pangan, tetapi kehidupan petani masih kurang diperhatikan. Salah satunya bisa dilihat dari harga pupuk, banyaknya jenis pupuk yang
dibutuhkan petani tentunya mendorong kualitas dari hasil pertanian mereka. Tetapi dalam kenyataannya hanya satu jenis pupuk saja yang disubsidi pemerintah
Universitas Sumatera Utara
yaitu pupuk Urea. Selain itu dengan pola produksi tahunan yang mengikuti musim, harga gabahberas berfluktuasi. Pada saat panen raya, produksi melimpah
melebihi kebutuhan konsumsi, sehingga harga cenderung turun sampai tingkat yang kurang menguntungkan petani. Sebaliknya pada saat paceklik, volume
produksi lebih rendah dari kebutuhan, sehingga harga cenderung meningkat yang dapat memberatkan konsumen. Dengan kata lain fluktuasi harga gabah yang tidak
menentu untuk setiap musim panen terasa semakin memberatkan kehidupan perekonomian petani.
Kehidupan perekonomian petani Indonesia semakin berat karena pemerintah juga menyatakan bahwa hasil pertanian Indonesia saat ini tidak cukup
memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia. Kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengatasi kekurangan komoditas pertanian salah satunya padi adalah
dengan melakukan impor beras dari luar negeri, hal ini bahkan diperkuat dengan pembuatan Peraturan Menteri Perdagangan
2
yang mengatur ketentuan impor beras. Penetapan impor beras oleh pemerintah membuat beras dari luar negeri
banyak masuk ke Indonesia seperti contoh pada tahun 2011, impor beras dari Thailand maupun dari Vietnam
3
.
Kebijakan impor beras juga terkait secara langsung dengan nasib petani Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999, kita telah
2
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008
3
Salsabila, Almira,”Kebijakan Impor Beras di Indonesia,” http:ekonomi.kompasiana.comagrobisnis20111115kebijakan-impor-beras-beras-di-
indonesiaakses 16 April 2012
Universitas Sumatera Utara
mengimpor beras sebanyak 1.8 juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun 1996; 0.3 juta ton pada tahun 1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada
tahun 1999
4
. Tetapi perhatian pemerintah terbatas hanya pada segi surplus perdagangan komoditas pertanian saja sementara dari segi kesejahteraan petani,
hal ini masih masih sangat jauh diperhatikan. Produktivitas petani padi Indonesia terus meninggi sementara kesejahteraan petani Indonesia terus menurun,
pemerintah hanya serius mengatasi kebutuhan penduduk akan beras saja. Kebijakan impor beras semakin menurunkan harga padi dari tangan petani. harga
jual gabah dari tangan petani sebelum adanya kebijakan sangat murah, ditambah lagi dengan adanya kebijakan impor beras yang membuat semakin murah,
sementara kebutuhan yang harus dipenuhi kelurga petani juga semakin tinggi. Dampaknya adalah kesejateraan petani yang semakin menurun.
Dilema petani bukan hanya pada kebijakan pemerintah yaitu pada masalah impor beras, tetapi petani juga mengalami kesulitan seperti relatif sempitnya tanah
atau lahan yang mereka miliki, dan juga permasalahan pembagian hasil produksi seperti: sewa tanah, upacara dan pendidikan. Oleh karena itu. surplus yang mereka
peroleh habis untuk menutupi berbagai macam kebutuhan. Bahkan, sering kali tidak cukup. Dalam kaitan ini, R Wolf 1983 mengatakan bahwa lebih dari
separuh dari seluruh yang diperoleh petani disisihkan untuk keperluan produksi.
4
Angga Pratama Hardiansya Putra,”pemberdayaan petanidalam rangka pemantapan ketahan pangan nasional.”
http:hardiaputra.wordpress.com20090115pemberdayaan-petani-dalam-rangka-pemantapan- ketahanan-pangan-nasional akses 20 Mei 2012
Universitas Sumatera Utara
Seperti kita ketahui bahwa bertani, dalam hal ini adalah bercocok tanam padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada
masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu,
mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan
mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.
Masyarakat petani dipandang sebagai kelompok orang yang menetap di pedesaan dan hidup dari mengolah tanah untuk tujuan mencukupi kebutuhan
subsisten. Dalam perkembangannya, masyarakat petani dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu : pencocok tanam primitif, petani atau peasant, dan
pengusaha pertanian atau farmer Wolf, 1985. Penelitian yang saya lakukan ini bisa dikatakan lebih fokus pada petani peasant karena mereka cenderung hidup
dalam mengandalkan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut petani menyimpan setengah dari
hasil panennya di rumah, yang nantinya padi tersebut dapat dijual dan digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Tulisan ini mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi kelurga.
Universitas Sumatera Utara
Karena menurut konsep etic dan emic view
5
apabila kita melihat masyarakat petani dari sudut pandang orang luar masyarakat bukan petani, mereka
menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu : untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil
yang memuaskan. Mereka juga menganggap bahwa pekerjaan petani dapat dikerjakan oleh setiap orang. Itu salah besar, tugas seorang petani sangat sulit.
Pekerjaan mereka bukan hanya untuk memilih bibit padi, merawat serta menghasilkan panen yang memuaskan. Tetapi juga bagaimana membagi-bagi
hasil panen tersebut untuk kebutuhan rumah tangga dan juga kebutuhan tuntutan yaitu uang sekolah anak-anaknya, biaya yang dikeluarkan apabila mengikuti suatu
upacara atau kegiatan adat-istiadat suku batak.
Penelitian ini mengkaji bagaimana masyarakat petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa,Kabupaten Deli Serdang dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, karena apabila hanya mengandalkan hasil dari sektor pertanian saja itu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga mereka
melakukan strategi atau alternatif yang dapat membantu masalah perekonomian mereka, yaitu beternak babi, ayam, kambing dan domba. Ada juga sebagian kecil
dari masyarakat petani menanami tanaman holtikultura yaitu semangka, kacang kedelai di sawah setelah pasca panen dan hasil dari penjualan dari tanaman
tersebut dapat dipakai untuk modal menanam padi. Dalam penelitian ini petani
5
Emik native point of view misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Sedangkan Emik native point of view misalnya,
mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
dibatasi pada petani pemilik atau penguasa lahan dan buruh tani, dan dengan kegiatan usaha tani yang masih bersifat subsisten untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
Ketertarikan saya meneliti masyarakat petani di Desa Wonosari di latar belakangi oleh beberapa kenyataan yang saya dapatkan dari desa tetangga yang
sangat erat kaitannya dengan masyarakat dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi keluarga. Yaitu sekitar dua tahun yang lalu seorang petani di Desa Aras
kabu bunuh diri di tengah-tengah areal persawahan miliknya. Singkat cerita pada saat itu kondisi sawahnya yang ditanami padi sedang memasuki masa panen,
tetapi akibat cuaca yang buruk mengakibatkan padi yang sedianya siap dipanen itu rubuh. Setelah ditelusuri kematian petani tersebut karena dia merasa frustasi
melihat kondisi persawahan miliknya yang rubuh sehingga petani itu menyemprot areal persawahannya tersebut dengan racun rumput Herbisida dan sisa racun
rumputnya itu diminum oleh petani tersebut.
1.2 Tinjauan Pustaka