12. Emergency preparedness and response kesiapan dan tanggap darurat: Mengidentifikasi potensi emergency dan mengembangkan prosedur untuk
mencegah dan menaggapinya. 13. Monitoring and measurement pemantauan dan pengukuran: memantau
aktifitas kunci dan melacak kinerjanya. 14. Nonconformance and corrective and preventive action ketidaksesuaian dan
tindakan koreksi dan pencegahan: Mengidentifikasi dan melakukan tindakan koreksi terhadap permasalahan dan mencegah terulang kejadiannya.
15. Records rekaman: Memelihara rekaman kinerja SML 16. EMS audits audit SML: Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML
berjalan dengan baik. 17. Management Review pengkajian manajemen: Mengkaji SML secara
periodik untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan
penyempurnaan berkelanjutan.
2.10 Manajemen Pencegahan Penyakit
Patogenesis penyakit
dalam perspektif
lingkungan dan
variabel kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul dimana hubungan simpul satu
dengan yang lain merupakan mata rantai yang dapat diputus agar satu penyakit dapat dicegah. Teori simpul ini dapat diterapkan dalam pencegahan penyakit infeksi
maupun penyakit non infeksi seperti halnya keracunan timbal kronis, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan variabel
kependudukan. Sumber: Achmadi 2008 Patogenesis atau proses kejadian penyakit dapat diuraikan ke dalam 4
simpul, yakni simpul 1 kita sebut sebagai sumber penyakit, simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit, simpul 3, penduduk dengan
berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender, sedangkan simpul 4, penduduk dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami
interaksi atau terpapar komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent
penyakit. Titik simpul pada dasarnya menuntun kita sebagai titik simpul manajemen. Untuk mencegah penyakit tertentu, tidak perlu menunggu sampai
simpul 4 terjadi. Dengan mengendalikan sumber penyakit, kita dapat mencegah sebuah proses kejadian hingga simpul 3 atau 4 Achmadi, 2008
2.11 Manajemen Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal carametode
kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk Buchari 2007:
SUMBER PENYAKIT
KOMPONEN LINGKUNGAN
PENDUDUK: -Umur
-Prilaku -Kepadatan,dll
SAKIT SEHAT
Variabel Lain yang Berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun
kesejahteraan sosialnya. 2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaankondisi lingkungan keja. 3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya
dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kondisi lingkungan kerja misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain
dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau
penyakit akibat kerja. Khusus bagi pekerja yang melakukan aktivitasnya di sektor nonformal seperti tukang beca, pedagang pinggir jalan, pekerja pinggir jalan yang
melakukan pekerjaan secara mandiriwiraswasta tanpa dilindungi oleh suatu perusahaan, maka organisasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan kerjanya
dalam hal ini adalah pemerintah Ridley, 2008.
Lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja
Universitas Sumatera Utara
Penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemajanan lingkungan kerja. Untuk mengantisipasi dan mengetahui
kemungkinan bahaya di lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama yakni Buchari, 2007:
1. Pengenalan lingkungan kerja, ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal walk through inspection, dan ini merupakan langkah dasar
yang pertama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja. 2. Evaluasi lingkungan kerja, merupakan tahap penilaian karakteristik dan
besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul, sehingga dapat ditentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan.
3. Pengendalian lingkungan kerja, dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zatbahan yang berbahaya di lingkungan
kerja.
Strategi kesehatan kerja meliputi:
1. Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan kerja
2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kerja 3. Surveilans epidemiologi Penyakit Akibat Kerja PAK dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja PAHK. 4. Intensifikasi Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja 5. Mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Kerja SIM-KK
6. Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah
Universitas Sumatera Utara
7. Meningkatkan kemitraan dan promosi kesehatan kerjaBuchari, 2007.
Kebijakan kesehatan kerja:
1. Menggali sumber daya untuk optimalisasi tugas dan fungsi institusi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan pemerintah maupun swasta di bidang
pelayanan kesehatan dan Keselamatan Kerja 2. Meningkatkan profesionalisme para perlaku dalam pembinaan dan pelayanan
kesehatan kerja di pusat, propinsi dan kabupatenkota. 3. Mengembangkan jaringan kerjasama pelayanan kesehatan dan keselamatan
kerja dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kerja bagi angkatan kerja. 4. Mengembangkan tenaga ahli kesehatan kerja dan dokter kesehatan kerja
sebagai pemberi pelayanan kesehatan utama dengan pelayanan kesehatan paripurna.
5. Mengembangkan kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat, serta organisasi profesi.
6. Mendorong agar setiap angkatan kerja menjadi peserta dana sehatasuransi kesehatan sebagai pewujudan keikutsertaannya dalam upaya pemeliharaan
kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya. 7. Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang partisipatif dalam
kelembagaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di tempat kerja 8. Mengembangkan peranserta masyarakat pekerja dengan meningkatkan
pembentukan Pos Usaha Kesehatan Kerja UKK.
Universitas Sumatera Utara
9. Mengembangkan sistem informasi Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai usaha pemantapan surveilans epidemiologi penyakit dan
kecelakaan akibat kerjaBuchari, 2007.
Promosi kesehatan kerja perlu dilakukan dengan tujuan:
1. Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara gaya hidup yang sehat dan positif
2. mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara kebiasaan makan makanan dengan kandungan gizi yang optimal
3. Mempengaruhi pekerja untuk berhenti merokok 4. Mempengaruhi pekerja untuk mengurangimenurunkan atau menghilangkan
penyalahgunaan obat dan alkohol 5. membantu pkerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami dalam
kehidupannya 6. Mengajarkan pekerja mengenai kemampuan Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan P3K 7. Mengajarkan pekerja mengenai penyakit umum yang berhubungan dengan
pekerjaannya serta bagaimana mencegah serta meminimalisasi akibatnya. 8. Mengadakan penilaian menyeluruh secara medis Buchari, 2007.
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
Universitas Sumatera Utara
akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif Sastrohadiwiryo, 2003.
Silalahi 1985 menyatakan bahwa manajemen sebagai suatu ilmu prilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan
dan kesehatan kerja, baik dari segi perencanaan, maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Baik kecelakaan kerja, gangguan kesehatan, maupun pencemaran
lingkungan harus merupakan bagian dari biaya produksi. Sekalipun sifatnya sosial, setiap kecelakaan atau tingkat keparahannya tidak dapat dilepaskan dari faktor
ekonomi dalam suatu lingkungan kerja.
Masalah pemakaian alat pelindung diri APD
Masalah umum APD: tidak semua APD melalui pengujian laboratorium sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya, tidak nyaman dan kadang-kadang
membuat si pemakai sulit bekerja, APD dapat menciptakan bahaya baru, perlindungan yang diberikan APD sulit untuk dimonitor, kewajiban pemeliharaan
APD dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja, efektifitas APD sering tergantung ”good feet”para pekerja, kepercayaan kepada APD akan menghambat
pengembangan kontrol teknologi yang baru. Pekerja tidak mau memakai APD dengan alasan: tidak sadartidak mengerti,
panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi, atasan juga tidak
pakai. Dari pihak perusahaan: tidak disediakan oleh perusahaan, ketidak mengertian, pura-pura tidak mengerti, alasan bahaya, dianggap sia-sia karena pekerja tidak mau
Universitas Sumatera Utara
memakai. Pengadaan oleh perusahaan: tidak sesuai dengan bahaya yang ada dan asal beli terutama memilih yang murah Santoso, 2004.
2.12 Landasan Teori