Pencegahan Keracunan Timbal Kronis Pada Pekerja Dewasa Dengan Suplemen Kalsium Dalam Upaya Pengembangan Kebijakan Di Bidang Kesehatan

(1)

PENCEGAHAN KERACUNAN TIMBAL KRONIS PADA

PEKERJA DEWASA DENGAN SUPLEMEN KALSIUM

DALAM UPAYA PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DI

BIDANG KESEHATAN

Oleh:

WIRSAL HASAN

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

CHRONIC LEAD POISONING PREVENTION IN ADULT WORKERS WITH CALCIUM TREATMENT IN ORDER

TO DEVELOP HEALTH POLICY

ABSTRACT

Lead pollution in the air the city of Medan has been a problem because it is exceeded the specified threshold value. It is know that lead may cause health problems in humans, although the levels are lower than the maximum levels allowed in the blood. One of the community groups that have a high risk of chronic lead poisoning from the ambient air are workers who work on the side of the highway. Until now there is no health policies for prevention and treatment of chronic lead poisoning to workers who are at high risk.

This study aimed to determine the effects of calcium supplements to decrease blood lead levels (BLL) of adult workers are at high risk for chronic lead poisoning and found a health policy in the prevention of lead poisoning from the ambient air. This research uses quasi-experimental design with a clinical trial design in which subjects were divided into two groups that performed at random, one group as control and one more group was treated by giving calcium supplements with a dose of 500 mg three times daily peroral for three months and after three months measured again their BLL as the final result.

The research showed that: (1) BLL of rickshaw drivers, machine rickshaw drivers and street vendors are: initial BLL in the control group was 6.11 ± 3.57 g / dl and after the experiment was 4.16 ± 1.46 g / dl (p = 0.002). Initial BLL in the treatment group was 10.35 ± 3.36 g / dl after treatment was 3.2 ± 1.58 g / dl. (2) Treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg daily peroral to workers who are at high risk for chronic lead poisoning during the three months can reduce BLL significantly (p = 0.000) at CI = 95%. (3) In addition to treatment with calcium, other factors that influence BLL of workers is a place to rest during the day whether in the street or at home (p = 0.025). (4) BLL prediction models on rickshaw drivers and machine rickshaw drivers and street vendors in the form of regression equation: Y = 3446 to 0.727 (resting place) + 0.892 (calcium treatment) (5) Obtained a policy of “treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg peroral daily during the three-month period” to workers who are at high risk for chronic lead poisoning.

Suggested to Medan City Health Department in order to develop health policies, especially to workers who are at high risk for chronic lead poisoning. that is calcium treatment using doses of 3 x 500 mg peroral daily during the 3 months period.

Keywords : Adult workers, chronic lead poisoning, treatment with calcium, health policy


(3)

PENCEGAHAN KERACUNAN TIMBAL KRONIS PADA PEKERJA DEWASA DENGAN SUPLEMEN KALSIUM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN

KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN

ABSTRAK

Pencemaran timbal di udara kota Medan sudah merupakan masalah karena sudah melewati Nilai Ambang Batas. Timbal dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia walaupun dalam kadar yang lebih rendah dari kadar maksimum dalam darah yang diperbolehkan. Salah satu kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis dari udara ambien adalah pekerja yang bekerja di pinggir jalan raya. Sampai saat ini belum ada kebijakan bidang kesehatan untuk pencegahan keracunan timbal kronis pada pekerja yang beresiko tinggi ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek suplemen kalsium terhadap penurunan kadar timbal dalam darah pekerja dewasa dalam upaya mengembangkan kebijakan bidang kesehatan. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi eksperimen dengan clinical trial design dimana subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yang dilakukan secara acak, satu kelompok sebagai kontrol dan satu kelompok lagi diberi perlakuan dengan memberikan suplemen kalsium dengan dosis 3 kali 500 mg perhari selama tiga bulan dan setelah tiga bulan diukur kembali kadar timbal darahnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kadar timbal dalam darah (KTD) penarik becak dayung, penarik becak mesin dan pedagang pinggir jalan adalah: KTD awal pada kelompok kontrol 6,11±3,57 g/dl dan KTD akhir 4,16±1,46 g/dl (p=0,002). KTD awal pada kelompok perlakuan 10,35±3,36 g/dl dan KTD akhir 3,2±1,58 g/dl. (2) Pemberian Kalsium dengan dosis 3 x 500 mg sehari peroral selama 3 bulan dapat menurunkan KTD secara bermakna (p=0,000) pada CI=95%. (3) Faktor lain yang turut mempengaruhi KTD adalah tempat pekerja beristirahat pada siang hari apakah di pinggir jalan atau di rumah (p=0,025). (4) Didapat model prediksi KTD pada pekerja dewasa yang beresiko terhadap keracunan timbal kronis berupa persamaan regresi: Y = 3.446-0,727 (tempat istirahat) + 0,892 (pemberian kalsium). (5) Didapat rekomendasi kebijakan dalam mengelola dampak lingkungan yang diakibatkan oleh polusi timbal sebagai berikut: Pemberian Kalsium dengan dosis 3 x 500 mg sehari peroral selama tiga bulan pada pekerja yang telah terpapar pada polusi timbal.

Disarankan agar dapat dikembangkan kebijakan bidang kesehatan khususnya untuk pekerja yang beresiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis dengan pemberian kalsium dengan dosis 3 x 500 mg peroral sehari selama 3 bulan

Kata kunci : Pekerja dewasa, keracunan timbal kronis, pemberian kalsium, kebijakan kesehatan


(4)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

PENCEGAHAN KERACUNAN TIMBAL KRONIS PADA PEKERJA DEWASA DENGAN SUPLEMEN KALSIUM DALAM UPAYA PENGEM-BANGAN KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Medan, 5 Mei 2011

Nama : WIRSAL HASAN


(5)

PENCEGAHAN KERACUNAN TIMBAL KRONIS PADA

PEKERJA DEWASA DENGAN SUPLEMEN KALSIUM

DALAM UPAYA PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DI

BIDANG KESEHATAN

Oleh:

WIRSAL HASAN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(6)

Judul Penelitian : Pencegahan Keracunan Timbal Kronis pada Pekerja Dewasa dengan Suplemen Kalsium dalam Upaya Pengembangan Kebijakan di Bidang Kesehatan

N a m a : WIRSAL HASAN

NIM : 058106015/PSL

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui:

1. Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE Ketua

Prof.Dr.Alvi Syahrin,SH,MS Prof.Dr.dr.Chatarina U.Wahyuni,MS,MPH

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3.Direktur Program Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan

Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE


(7)

Telah diuji pada

Tanggal : 5 Mei 2011

PANITIA PENGUJI DISERTASI:

Ketua : Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE Anggota : 1. Prof.Dr.Alvi Syahrin,SH,MS

2. Prof.Dr.dr.Chatarina U.Wahyuni,MS,MPH 3. Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS

4. Prof.Dr.Erman Munir, MSc 5. Prof.Dr.Ida Yustina, MSi


(8)

RIWAYAT HIDUP

Wirsal Hasan, lahir di Payakumbuah tanggal 19 November 1949. Putra ke tiga dari lima bersaudara pasangan H.Hasan Z.A (alm) dan Hj.Syamtiar Salim (alm). Menikah pada tahun 1976 dengan dr.Hj.Sundari, dikaruniai putra dan putri yaitu dr. Fakhri Widyanto, MKed Ped, dan dr. Widyastuti, MKed Ped. Riwayat Pendidikan, Fakultas Kedokteran UISU Medan (tamat 1983), University of Hawaii (tamat 1991), Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) USU Medan (tamat 2011). Saat ini bekerja sebagai Staf Pengajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat USU dengan Golongan IV/c.


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadhirat Allah Subhana Wataala atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai September 2010 ini adalah Pencegahan Keracunan Timbal Kronis pada Pekerja Dewasa dengan Suplemen Kalsium dalam Upaya Pengembangan Kebijakan di Bidang

Kesehatan.

Selama pelaksanaan penelitian ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Promotor, dan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS serta Prof. Dr. dr. Chatarina U. Wahyuni, MS, MPH selaku Co Promotor yang masih sempat meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis mulai dari awal pembuatan disertasi ini sampai selesai.

2. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, Prof. Dr. Erman Munir, MS, Prof. Dr. Ida Yustina, Msi dan Dr. dr. Umar Zein, Sp.PD, KPTI, DTM&H yang telah bersedia membantu penulis menyempurnakan disertasi, serta menjadi penguji dan penilai disertasi ini.

3. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006 dan Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), Rektor Universitas Sumatera Utara pada saat ini yang telah memberi izin kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang kita cintai ini.

4. Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada tahun 2006 yang telah memberi izin kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor ini, serta Prof.Dr.Ir.A.Rahim


(10)

Matondang,MSIE selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan saat ini yang telah memberi izin kepada penulis untuk mangajukan disertasi ini.

5. dr.Ria Masniari Lubis,Msi. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada tahun 2006 dan Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada saat ini dan Ir. Indra Chahaya, Msi dan Ir.Evi Naria, MSi selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberi izin kepada penulis untuk mengikuti Program Doktor ini.

6. Kepada teman-teman di Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan USU khususnya kepada dr.Taufik Ashar, MKes yang dengan penuh perhatian telah membantu penulis dalam pengolahan data penelitian untuk disertasi ini serta dukungan dan motivasi yang diberikan oleh teman sejawat yaitu dr. Surya Dharma, MPH, Dr. Dra. Irna Marsaulina, MS, dr. Devi Nuraini Santi, Mkes, dan Dra. Nurmaini MKes.

7. Kepada teman-teman seperjuangan, bu Azizah, bu Lelly Aman, pak Hendaru, pak Djabar, buk Hidayati, pak Hendry Sitorus, pak Edhy Mirwandono dan teman – teman lain yang sangat banyak membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini mulai dari masa perkuliahan, pembuatan proposal sampai dengan penyelesaian disertasi ini. Tak lupa untuk staf administrasi di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya saudara Maya dan Pak Min serta Putri yang telah membantu penulis dalam setiap proses pendidikan dan ujian-ujian yang dilaksanakan.


(11)

8. Kepada abang-abang becak, sopir angkot dan pedagang pinggir jalan yang telah berpartisipasi sebagai responden pada penelitian ini, penulis ucapkan ribuan terima kasih.

9. Kepada Laboratorium Prodia dan staf di Jl. S. Parman Medan yang telah membantu menfasilitasi pemeriksaan laboratorium yang diperlukan dalam penelitian disertasi ini.

10. Sembah sujud dan terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan kepada ayahanda H.Hasan Z.A. (almarhum) dan bunda tercinta Hj.Syamtiar Salim (almarhumah) yang sangat penulis kagumi dan hormati yang sewaktu beliau masih hidup selalu memberikan dukungan dan doa agar penulis terus belajar pada setiap kesempatan. Terima kasih atas segala kesabaran dan kasih sayang dan telah bersusah payah membesarkan, mendidik, dan memberi semangat hidup bagi penulis.

11. Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis ucapkan kepada istri tercinta dr.Hj.Sundari, yang telah mendukung dan memberi semangat penulis dengan penuh kasih sayang dan pengertian, serta kedua putra tercinta dr. Fakhri Widyanto, MKed Ped dan dr. Widyastuti, MKed Ped beserta manantu tersayang Nursaniah, Msi, Apt dan Ir. Fauzan Rachman, Msi serta cucu tersayang Izzatun Nada Azzakiyah dan Yasmin Fadilla Azzakiyah yang telah memotivasi dan ikut membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Harapan penulis, jadilah kalian anak-anak yang beriman, berilmu dan beramal. Akhirnya kepada semua pihak yang belum penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan disertasi ini dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan serta untuk Kesehatan Masyarakat. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan ridho Nya kepada kita semua. Amiiin.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI……….... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….……….... 1

1.2 Perumusan Masalah... 10

1.3 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Hipotesis... 12

1.5 Manfaat Penelitian... 12

1.6 Novelty Penelitian... 12

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan... 13

2.2 Sumber Daya Manusia sebagai Aset Terpenting... 15

2.3 Pengelolaan Kualitas Udara……… 16

2.4 Sumber Polusi Timba... 22

2.5 Timbal Dalam Tubuh Manusia………..………. 27

2.6 Pengaruh Timbal Terhadap Kesehatan ... 39

2.7 Toksisitas Timbal ... 51

2.8 Interaksi Kalsium dengan Timbal dalam Tubuh Manusia.. 55

2.9 Manajemen... 56

2.10 Manajemen Pencegahan Penyakit... 61

2.11 Manajemen Kesehatan Kerja... 62

2.12 Landasan Teori... 68

2.13 Kerangka Konsep... 70

III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu... 72

3.2 Bahan dan Alat ... 72

3.3 Rancangan Penelitian... 73

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 77

3.5 Variabel yang Diamati………...………. 83

IV. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan... 84

4.2 Gambaran Kadar Timbal di Udara Kota Medan... 87

4.3 Hasil Penelitian... 87


(13)

4.3.2 Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah Sebelum

dan Sesudah Pemberian Kalsium…………..…… 91

4.3.3 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kadar Timbal Dalam Darah Awal pada kelompok Kontrol... 93

4.3.4 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kadar Timbal Dalam Darah Awal pada Kelompok Perlakuan... 95

4.3.5 Analisis Korelasi dan Regresi Umur, Tekanan Darah Sistolik,Tekanan Darah Diastolik, Hemoglobin, Kreatinin, dan KTD dengan KTD Akhir.. 96

4.4 Proses Penentuan Kebijakan yang Diusulkan... 99

4.4.1 Kekuatan... 100

4.4.2 Kelemahan ... 101

4.4.3 Peluang... 101

4.4.4 Ancaman ... 101

4.5 Manjemen Pengelolaan Lingkungan untuk Mencegah Keracunan Timbal Kronis... 104

4.6 PEMBAHASAN 4.6.1 Konsentrasi Timbal Dalam Darah dan Permasalahan yang Ditimbulkannya ... 106

4.6.2 Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah setelah Pemberian Kalsium antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan... 109

4.6.3 Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah... 113

4.6.4 Usulan Pengembangan Kebijakan... 127

4.7 Keterbatasan Penelitian... 127

4.8 Hal yang Baru dalam Penelitian Ini... 129

V KESIMPULAN DAN SARAN……….……… 130 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8

Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional... Kandungan Senyawa Pb dalam Gas Buang Kendaraan Bermotor... Efek Kesehatan Secara Umum yang Timbul Akibat Keterpaparan Timbal... Perbandingan Tingkat Kecerdasan (IQ) Rata-rata antara Anak yang Kandungan Pb dalam Darahnya Rendah dan Tinggi... Konsentrasi Pb dalam Darah Pekerja Pria di Kota Tokyo Sekitar Tahun 1975-1980... Jumlah Kendaraan yang Terdaftar di SAMSAT Kota Medan Tahun 2010... Jumlah Kendaraan yang Terdaftar di Departemen Perhubungan Kota Medan Tahun 2007 ... Karakteristik Responden... Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah Sebelum dan sesudah Pemberian Kalsium... Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah Sebelum Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan... Perbedaan Kadar Timbal dalam Darah Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan... Perbedaan Rata-rata Penuruanan Kadar Timbal dalam Darah Kelompok Kontrol dan Perlakuan.. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kadar Timbal dalam Darah Awal pada Kelompok Kontrol... 17 26 41 52 54 86 87 88 91 91 92 92 94


(15)

4.9

4.10

4.11 4.12

4.13

4.14

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kadar Timbal dalam Darah Awal pada Kelompok Perlakuan... Analisis Korelasi dan Regresi Umur, Tekanan Darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik, Hemoglobin, Kreatinin dan Kadar Timbal Darah Awal dengan Kadar Timbal Darah Akhir... .. Hasil Analisis Regresi Linear Multipel ... Hasil Uji Anova Persamaan Regresi Linear Multipel... Model Summary Persamaan Regresi Linear Multipel... Matrix SWOT...

95

96 97

97

98 103


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1 1.2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 3.1 3.2 4.1 4.2

Simpul dalam Pemberantasan Penyakit... Menurunkan Kadar Timbal dalam Darah dengan Pemberian Suplemen Kalsium... Perjalanan Timbal yang Berasal dari Lingkungan

Sampai Masuk ke dalam Tubuh

Manusia... Skema Mekanisme Penyerapan Timbal di Lumen Usus... Peningkatan Jumlah Intake Timbal Akan Menyebabkan Kenaikan Kadar Timbal dalam Darah... Perjalanan Timbal dalam Tubuh Manusia... Patogenesis Penyakit dalam Perspektif Lingkungan dan Variabel Kependudukan... Kerangka Teori... Kerangka Konsep... Rancangan Studi... Langkah-langkah Pengambilan Sampel... Peta Kota Medan dan Lokasi Penelitian... Kadar Timbal Darah Awal dan Kadar Timbal Darah Akhir pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan... 7 9 28 32 35 36 62 70 71 73 78 84 93


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

I

II

III IV V VI VII VIII

Surat Permohonan Untuk Mendapat Surat Keterangan Lulus Kaji Etik Kedokteran (Ethical Clearance)

Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan (Ethical Clearence) Penjelasan Mengenai Penelitian

Surat Pernyataan Mengikuti Penelitian

Lembar Permintaan Pemeriksaan Laboratorium Kuesioner Penelitian

Rekap Hasil Penelitian Analisis Data

144

145

146 148 149 150 152 158


(18)

CHRONIC LEAD POISONING PREVENTION IN ADULT WORKERS WITH CALCIUM TREATMENT IN ORDER

TO DEVELOP HEALTH POLICY

ABSTRACT

Lead pollution in the air the city of Medan has been a problem because it is exceeded the specified threshold value. It is know that lead may cause health problems in humans, although the levels are lower than the maximum levels allowed in the blood. One of the community groups that have a high risk of chronic lead poisoning from the ambient air are workers who work on the side of the highway. Until now there is no health policies for prevention and treatment of chronic lead poisoning to workers who are at high risk.

This study aimed to determine the effects of calcium supplements to decrease blood lead levels (BLL) of adult workers are at high risk for chronic lead poisoning and found a health policy in the prevention of lead poisoning from the ambient air. This research uses quasi-experimental design with a clinical trial design in which subjects were divided into two groups that performed at random, one group as control and one more group was treated by giving calcium supplements with a dose of 500 mg three times daily peroral for three months and after three months measured again their BLL as the final result.

The research showed that: (1) BLL of rickshaw drivers, machine rickshaw drivers and street vendors are: initial BLL in the control group was 6.11 ± 3.57 g / dl and after the experiment was 4.16 ± 1.46 g / dl (p = 0.002). Initial BLL in the treatment group was 10.35 ± 3.36 g / dl after treatment was 3.2 ± 1.58 g / dl. (2) Treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg daily peroral to workers who are at high risk for chronic lead poisoning during the three months can reduce BLL significantly (p = 0.000) at CI = 95%. (3) In addition to treatment with calcium, other factors that influence BLL of workers is a place to rest during the day whether in the street or at home (p = 0.025). (4) BLL prediction models on rickshaw drivers and machine rickshaw drivers and street vendors in the form of regression equation: Y = 3446 to 0.727 (resting place) + 0.892 (calcium treatment) (5) Obtained a policy of “treatment with calcium at a dose of 3 x 500 mg peroral daily during the three-month period” to workers who are at high risk for chronic lead poisoning.

Suggested to Medan City Health Department in order to develop health policies, especially to workers who are at high risk for chronic lead poisoning. that is calcium treatment using doses of 3 x 500 mg peroral daily during the 3 months period.

Keywords : Adult workers, chronic lead poisoning, treatment with calcium, health policy


(19)

PENCEGAHAN KERACUNAN TIMBAL KRONIS PADA PEKERJA DEWASA DENGAN SUPLEMEN KALSIUM DALAM UPAYA PENGEMBANGAN

KEBIJAKAN DI BIDANG KESEHATAN

ABSTRAK

Pencemaran timbal di udara kota Medan sudah merupakan masalah karena sudah melewati Nilai Ambang Batas. Timbal dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia walaupun dalam kadar yang lebih rendah dari kadar maksimum dalam darah yang diperbolehkan. Salah satu kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis dari udara ambien adalah pekerja yang bekerja di pinggir jalan raya. Sampai saat ini belum ada kebijakan bidang kesehatan untuk pencegahan keracunan timbal kronis pada pekerja yang beresiko tinggi ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek suplemen kalsium terhadap penurunan kadar timbal dalam darah pekerja dewasa dalam upaya mengembangkan kebijakan bidang kesehatan. Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi eksperimen dengan clinical trial design dimana subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yang dilakukan secara acak, satu kelompok sebagai kontrol dan satu kelompok lagi diberi perlakuan dengan memberikan suplemen kalsium dengan dosis 3 kali 500 mg perhari selama tiga bulan dan setelah tiga bulan diukur kembali kadar timbal darahnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kadar timbal dalam darah (KTD) penarik becak dayung, penarik becak mesin dan pedagang pinggir jalan adalah: KTD awal pada kelompok kontrol 6,11±3,57 g/dl dan KTD akhir 4,16±1,46 g/dl (p=0,002). KTD awal pada kelompok perlakuan 10,35±3,36 g/dl dan KTD akhir 3,2±1,58 g/dl. (2) Pemberian Kalsium dengan dosis 3 x 500 mg sehari peroral selama 3 bulan dapat menurunkan KTD secara bermakna (p=0,000) pada CI=95%. (3) Faktor lain yang turut mempengaruhi KTD adalah tempat pekerja beristirahat pada siang hari apakah di pinggir jalan atau di rumah (p=0,025). (4) Didapat model prediksi KTD pada pekerja dewasa yang beresiko terhadap keracunan timbal kronis berupa persamaan regresi: Y = 3.446-0,727 (tempat istirahat) + 0,892 (pemberian kalsium). (5) Didapat rekomendasi kebijakan dalam mengelola dampak lingkungan yang diakibatkan oleh polusi timbal sebagai berikut: Pemberian Kalsium dengan dosis 3 x 500 mg sehari peroral selama tiga bulan pada pekerja yang telah terpapar pada polusi timbal.

Disarankan agar dapat dikembangkan kebijakan bidang kesehatan khususnya untuk pekerja yang beresiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis dengan pemberian kalsium dengan dosis 3 x 500 mg peroral sehari selama 3 bulan

Kata kunci : Pekerja dewasa, keracunan timbal kronis, pemberian kalsium, kebijakan kesehatan


(20)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan pembangunan yang dilakukan manusia semakin meningkat yang akan menimbulkan resiko pencemaran terhadap lingkungan dan akhirnya merugikan manusia itu sendiri oleh karena limbah yang dihasilkan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, baik secara langsung, maupun secara tidak langsung. Gangguan kesehatan yang tidak langsung ini selalu timbul dalam jangka waktu yang lama oleh karena efeknya timbul setelah terjadi akumulasi dari bahan pencemar di dalam tubuh sampai menimbulkan gejala penyakit, atau gangguan kesehatan. Pada umumnya gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh karena keracunan bahan pencemar secara khronis ini bersifat menetap, atau tidak dapat disembuhkan.

Salah satu akibat dari pembangunan di bidang transportasi adalah penambahan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat yang menimbulkan peningkatan pencemaran udara di kota besar yang semakin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara kota. Di samping karbon monoksida, juga dikeluarkan nitrogen oksida, belerang oksida, partikel padatan dan senyawa-senyawa fosfor dan timbal. Senyawa-senyawa ini selalu terdapat dalam bahan bakar dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin dan macam bensin ikut menentukan jumlah pencemar yang akan timbul. Pembakaran mesin yang tidak sempurna akan menghasilkan banyak bahan yang tidak diinginkan dan meningkatkan pencemaran udara (Sastrawijaya, 2000).

Salah satu bahan pencemar udara yang paling berbahaya adalah timbal. Timbal sering juga disebut dengan timah hitam, Pb atau lead dalam bahasa Inggeris.


(21)

Timbal merupakan metal yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia yang berlangsung seumur hidup disebabkan timbal berakumulasi dalam tubuh manusia. Dalam kasus yang terpapar polusi timbal dalam dosis rendah sekalipun ternyata dapat menimbulkan gangguan pada tubuh tanpa menunjukkan gejala klinik (Nawrot, 2006, Payton 1994, Roncal 2007, Spivey 2007, Lin et al., 2006).

Timbal juga terbukti meningkatkan jumlah kematian pada penderita penyakit jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal dalam tubuh yang aman untuk kesehatan (Spivey, 2007).

Beberapa penilitian berikut menjelaskan hubungan kesehatan dengan akibat polusi timbal pada kesehatan manusia seperti penelitian mengenai hubungan kadar timbal dalam darah dengan tekanan darah tinggi pada pengemudi bus. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara terjadinya hipertensi pada pengemudi bus ada hubungannya dengan kadar timbal dalam darah mereka (Sharp et al. 1988). Martin et al. (2006) melakukan penelitian di Amerika, mendapatkan bahwa timbal mepunyai efek akut terhadap tekanan darah dan menimbulkan hipertensi pada keracunan khronis oleh karena adanya akumulasi timbal di dalam darah pada orang dewasa. Grandjean et al. ,1989 menemukan pada penelitiannya bahwa ada hubungan peningkatan kadar timbal dalam darah dengan meningkatnya tekanan darah penderita. Cheng et al. (2001) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa pemaparan terhadap polusi timbal dalam jangka waktu lama akan meningkatkan kadar timbal dalam tulang dan dalam darah yang kemudian menimbulkan hipertensi. Lustberg (2002) menemukan pada penelitiannya bahwa seseorang dengan kadar timbal darah antara 20 sampai 29 ug/dl pada tahun 1976 s/d


(22)

1980 menunjukkan peningkatan kematian disebabkan gangguan peredaran darah dan jantung.

Ada beberapa karakteristik yang bisa dipakai untuk menentukan apakah seorang beresiko untuk mengandung kadar timbal yang tinggi di dalam darahnya antara lain: tempat tinggal di kota atau di desa, rumah tempat tinggal menggunakan cat yang mengandung timbal, kondisi perumahan yang tidak sehat, tempat tinggal ditempat yang padat penduduknya, tingkat pendidikan yang rendah dan lain-lain (Lanphear et al.,1998). Wahyudiono (2006) melakukan penelitian di Surabaya terhadap kadar timbal dalam darah polisi lalu lintas yang memakai masker waktu bertugas dibandingkan dengan polisi yang tidak memakai masker. Dari 24 orang polisi yang bertugas di perempatan jalan yang padat lalu lintasnya, didapat kandungan timbal dalam darah sebanyak 31,6 g/100 ml, sedangkan yang tidak memakai masker rata-rata sebanyak 49,2 g/100 ml darah. Gangguan kesehatan yang mereka rasakan adalah hipertensi, nafas tersengal, jantung berdebar, sakit pinggang, nafsu makan berkurang, sakit kepala, sukar berkonsentrasi, sakit pada otot-otot dan tulang. Batas normal timbal dalam darah ditetapkan 40 g/100 ml darah pada orang dewasa dan pada anak-anak 10 g/100 ml darah. Erawati (2003) dalam penelitiannya terhadap 30 orang polisi lalu lintas di kota Medan menemukan bahwa 50% (15 orang) mengandung Pb dalam darahnya melebihi 80 g/l.

Soemarwoto (1997) menyatakan pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah pengelolaan lingkungan secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini pengelolaan lingkungan yang menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan. Ketiga, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan


(23)

yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan. Keempat, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.

Dari beberapa peneliti terdahulu diketahui bahwa pemberian kalsium pada beberapa kasus dapat menurunkan kadar timbal dalam darah. Sargent et al.(1999) meneliti pengaruh pemberian susu formula yang mengandung Kalsium dan Fosfor selama 9 bulan terhadap kadar timbal di dalam darah bayi berumur 3,5 - 6 bulan. Mereka mendapatkan penurunan kadar timbal di dalam darah setelah pemberian susu formula tersebut selama 4 bulan dan 9 bulan, walaupun secara statistik tidak signifikan. Haryanto (2008) yang melakukan penelitian pengaruh suplemen kalsium terhadap penurunan kadar timah hitam dalam darah terhadap anak sekolah di kota Bandung menyimpulkan bahwa prediksi penurunan kadar Pb-darah anak-anak di kota Bandung jika mengkonsumsi suplemen kalsium 250 mg/hari selama 3 bulan adalah sebesar 43,6% dan jika mengkonsumsi suplemen kalsium 500 mg/hari adalah 44,3%.

Hasil penelitian Sitohang di kota Medan pada tahun 2001 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang nyata dari pertambahan intensitas kendaraan bermotor terhadap kandungan timbal di udara kota Medan. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah pada supir, tukang becak, pedagang asongan dan pedagang kaki lima di Tarutung didapati kadar Pb yang sudah diatas Nilai Ambang Batas (NAB) sekitar 13% sedangkan di Tebing Tinggi adalah 10,81% diatas NAB. Jumlah kendaraan bermotor di Kota Medan berada pada urutan ketiga di Indonesia sesudah Jakarta dan Surabaya, tetapi dari ratio kendaraan bermotor/penduduk, kota Medan berada pada


(24)

urutan kedua sesudah Jakarta. Pertumbuhan jumlah kendaraan di kota Medan rata-rata 5,61 % pertahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada darah pekerja di jalan Tol Jagorawi didapati 3,92 s.d 7,59 µg/dl, sedangkan pada pengemudi 30 s.d 46 µg/dl, kemudian pada polisi lalu lintas > 40 µg/dl. Pada bulan Februari 2003 BAPEDAL SU melakukan pengukuran kadar Pb di udara ambient kota Medan, hasilnya menunjukkan adalah 3,5 µg/m3, sedangkan Baku Mutu Udara Ambient adalah 2,0 µg/m3 berarti kadar Pb sudah melewati Nilai Ambang Batas. Kandungan Pb udara paling tinggi adalah di Terminal Amplas pada waktu pengamatan pukul 16.00-17.00 WIB, yaitu 32,67 µg/ m , kemudian di Pinang Baris pada pengamatan pukul 07.30-08.30 WIB dan di Jalan Brigjen Katamso pada waktu pengamatan pukul 13.00-14.00 WIB yaitu 23.00 µg/ m . Kandungan Pb udara yang lebih rendah adalah di Komplek Setia Budi Indah pada waktu pengamatan pukul 07.30-08.30 WIB, yaitu 5,87 µg/ m ( Sitohang, 2001).

Kadar Pb di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris di kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 didapat sebesar > 2 µg/ m (3,228 ± 0 µg/ m ) pada pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah < 2 µg/ m (0,889-1,385 µg/ m ) sedangkan kadar Pb dalam darah petugas Dinas Perhubungan yang bertugas ditempat tersebut adalah 5-10 µg/dl (Girsang 2008).

Penarik beca dayung, penarik beca bermesin, pengatur lalu lintas, pedagang asongan, pedagang kaki lima, yang terdapat di kota-kota besar di Indonesia merupakan pekerja dewasa yang beresiko tinggi yang paling banyak terpapar dengan polusi udara yang dihasilkan oleh kenderaan bermotor. Mulai dari pagi hari, bahkan sejak terbit matahari mereka sudah keluar dari rumah, berada di sepanjang jalan raya


(25)

yang padat dengan lalu lintas kenderaan bermotor, sampai sore hari bahkan ada yang sampai malam hari berada di pinggir jalan, baik dalam kondisi sedang bekerja ataupun dalam keadaan beristirahat terus menerus terpapar dengan polusi udara, dalam hal ini adalah polusi timbal yang dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor.

Dari pengamatan sementara diketahui bahwa Kebijakan Kesehatan Tenaga Kerja Indonesia pada saat ini baru bersifat anjuran untuk pencegahan keracunan timbal dengan jalan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja yang berhubungan langsung dengan polusi timbal. Disamping itu terhadap pengusaha pabrik tersebut diharuskan menjaga kualitas udara di sekitar pekerja dari polusi bahan-bahan berbahaya, salah satunya adalah timbal dengan batas maksimum 0,06 g/m3 udara. Khusus untuk pekerja non formal yang melaksanakan kegiatan usaha di pinggir jalan dengan resiko tinggi terhadap keracunan timbal kronis sampai saat ini belum ada kebijakan dalam bidang kesehatan khususnya untuk menurunkan kadar timbal dalam darah (Buchari 2007). Achmadi (2008) menggambarkan manajemen penyakit dalam perspektif lingkungan, baik berupa penyakit menular ataupun bukan penyakit menular dapat digambarkan dalam teori simpul sebagai berikut:


(26)

Gambar 1.1 Teori Simpul dalam Pemberantasan Penyakit (Sumber: Achmadi (2008)

Mengacu kepada Gambar 1.1. maka patogenesis atau proses kejadian penyakit dapat diuraikan kedalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut sebagai sumber penyakit, simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit, simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender, sedangkan simpul 4, penduduk dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau terpapar komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Titik simpul pada dasarnya menuntun kita sebagai titik simpul manajemen. Untuk mencegah penyakit tertentu, tidak perlu menunggu sampai simpul 4 terjadi. Dengan mengendalikan sumber penyakit, kita dapat mencegah sebuah proses kejadian hingga simpul 3 atau 4 (Achmadi, 2008). Dalam hal pencegahan terhadap timbulnya penyakit akibat keracunan timbal ini dapat kita lakukan dengan urutan sebagai berikut:

Pada simpul 1 (Sumber Penyakit), yaitu dengan jalan mencegah timbulnya polutan timbal di udara seperti melakukan pelarangan terhadap bahan bakar kendaraan bermotor yang tidak mengandung timbal sehingga tidak terjadi emisi timbal ke udara (Widowati et al, 2008), memodifikasi mesin kendaraan dimana terjadi pembakaran sempurna sehingga emisi gas buang khususnya timbal bisa

SUMBER PENYAKIT

(Simpul 1)

KOMPONEN LINGKUNGAN: -Udara

-Air -Tanah

(Simpul 2)

PENDUDUK: -Umur

-Perilaku -Kepadatan,dll

(Simpul 3)

MANUSIA: SEHAT/ SAKIT (Simpul 4)


(27)

dikurangi (Wardhana, 2004, Satrawijaya, 2000), melakukan modikasi gas buang kendaraan bermotor dengan penyaringan timbal yang keluar dari emisi gas buang (Widowati, 2008), mengurangi jumlah kendaraan di jalan raya dengan mengganti kendaraan umum kapasitas kecil dengan kendaraan umum berkapasitas besar (Wardhana, 2004)

Pada simpul 2 (Komponen Lingkungan), yaitu mencegah terjadinya transmisi dari timbal yang telah ada di udara ke dalam tubuh manusia yaitu melakukan penanaman pohon dipinggir jalan yang menyerap timbal di udara ambien (Gravitiani, 2009).

Pada simpul 3 (Perilaku Manusia), tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan memakai masker dimana dari beberapa menelitian menunjukkan manfaat masker dalam mencegah naiknya kadar timbal dalam darah polisi lalu lintas yang mempergunakan masker sewaktu bertugas (Wahyudiono, 2006), melakukan pengukuran timbal dalam darah secara rutin sebagai biomarker, dimana setiap pekerja yang kadar timbal dalam darahnya sudah mendekati kadar yang membahayakan kesehatan maka pekerja tersebut dipindahkan ke area dimana tidak ada polusi timbal (Widowati et al, 2008).

Pada simpul 4 (Manusia yang sudah terpapar), adalah mencegah agar manusia yang sudah terpapar dengan polusi timbal tapi belum menunjukkan gejala-gejala yang khas keracunan timbal tidak menjadi sakit. Pada saat ini belum ditemukan literatur yang menjelaskan cara penurunan kadar timbal dalam darah pada pekerja dewasa yang sudah terpapar, agar mereka tidak menjadi sakit. Hal yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah bagaimana menurunkan kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang sudah terpapar polusi timbal tapi belum


(28)

menunjukkan gejala-gejala yang khas keracunan timbal, dengan pemberian suplemen kalsium. Menurunkan kadar timbal dalam darah dengan suplemen kalsium dapat digambarkan seperti pada halaman berikut:

Gambar 1.2 Menurunkan kadar timbal dalam darah dengan pemberian suplemen kalsium

Pengamatan yang dilakukan terhadap pekerja di pinggir jalan ini umumnya mereka terdiri dari pekerja dengan latar belakang ekonomi lemah. Belum pernah dilakukan usaha pencegahan untuk menurunkan kadar timbal dalam darah mereka baik dalam program pemerintah maupun dengan cara pengobatan mandiri, pada hal diketahui bahwa polusi timbal yang mereka hadapi selama bertahun-tahun bekerja di pinggir jalan adalah merupakan ancaman yang serius terhadap kesehatan mereka secara permanen seperti yang telah disebutkan diatas. Gangguan kesehatan yang disebabkan keracunan timbal kronis yang mereka alami setiap hari ini merupakan ”silent killer” bagi penderita sehingga berakibat penurunan produktivitas dan kelangsungan pendidikan dan kehidupan anggota keluarganya. Sebagai usaha untuk melindungi kaum duafa yang terpapar ini maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk menemukan cara pencegahan atau cara pengobatan keracunan oleh timbal secara kronis dengan jalan menurunkan kadar timbal dalam darah mereka.

Polusi udara, antara lain:

timbal (Simpul 2)

PEMBERIAN KALSIUM

MANUSI A TIDAK

SAKIT Kenderaan bermotor

dengan bahan bakar mengandung timbal

(Simpul 1)

MANUSIA TERPAPAR

(Simpul 4) PERILAKU

MANUSIA ) Simpul 3)


(29)

1.2 Perumusan Masalah

Mengingat gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh timbal walaupun dalam kadar rendah dalam darah dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti yang dijelaskan oleh peneliti-peneliti (Nauwrot 2006, Payton et al 1994, Roncal 2007, Spivey 2007, Lin et al., 2006), maka dirasa sangat perlu dicari suatu cara untuk mencegah timbulnya keracunan timbal kronis pada pekerja beresiko tinggi ini. Timbal terus menerus dikeluarkan oleh gas buang kendaraan bermotor di kota Medan dan dapat diserap oleh tubuh baik melalui pernafasan dan kulit terus berlangsung selama mereka berada di jalan raya, ditambah lagi sifat akumulasi dari timbal yang sudah diserap di dalam tubuh, maka perlu diperoleh suatu cara untuk mencegah peningkatan kadar timbal atau untuk menurunkan kadar timbal di dalam darah mereka. Karena kalsium salah satu bahan yang dapat menurunkan kadar timbal dalam darah anak-anak sekolah (Haryanto 2008, Markowitz et al 2004, Ballew 2001, Sargent 1999), maka peran kalsium dalam menurunkan kadar timbal dalam darah pada pekerja dewasa yang beresiko tinggi perlu diteliti.

Dari penelusuran literatur yang dilakukan peneliti belum ada literatur mengenai penelitian dengan tujuan mengatasi resiko keracunan timbal pada pekerja dewasa yang beresiko tinggi dengan pemberian suplemen kalsium. Penelitian terhadap orang dewasa yang ada tercatat adalah pengaruh suplemen kalsium pada kadar timbal dalam darah wanita hamil dan wanita menyususi ( Anetor et al. 2005, Ettinger 2009, Gulson et al. 2004).

Oleh karena kadar timbal di udara ambien kota Medan sudah mencapai lebih dari 2 g/m3 udara (Girsang, 2008, Sitohang, 2001), telah melebihi Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan, maka perlu dirumuskan suatu pengembangan kebijakan


(30)

bidang kesehatan dalam usaha pencegahan keracunan timbal dari udara ambien pada pekerja dewasa.

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah pemberian suplemen kalsium pada pekerja dewasa dapat mencegah dampak lingkungan dengan menurunkan kadar timbal dalam darah dan efektif sebagai kebijakan pemerintah dalam mencegah efek keracunan timbal?

1.3 Tujuan Penelitian: 1.3.1 Tujuan Umum:

Mencegah Dampak Lingkungan dengan menentukan efek suplemen kalsium terhadap penurunan kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang keracunan timbal kronis dalam upaya pengembangan kebijakan bidang kesehatan.

1.3.2 Tujuan Khusus:

1. Menentukan kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang keracunan timbal kronis

2. Menentukan efek suplemen kalsium terhadap penurunan kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang keracunan timbal kronis.

3. Mengetahui pengaruh faktor-faktor yang turut mempengaruhi kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang keracunan timbal kronis

4. Mendapatkan model matematik prediksi kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang keracunan timbal kronis sebelum dan sesudah pemberian suplemen kalsium.


(31)

5. Mencegah Dampak Lingkungan dengan menentukan cara pencegahan agar manusia yang telah terpapar dengan polusi timbal tidak menjadi sakit dengan pemberian suplemen kalsium

1.4 Hipotesis

Pemberian suplemen kalsium 3 x 500 mg sehari selama 3 bulan pada pekerja dewasa dapat menurunkan kadar timbal dalam darah secara bermakna.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai salah satu cara pencegahan agar pekerja dewasa yang beresiko tinggi terhindar dari dampak keracunan timbal kronis.

2. Dapat dipergunakan untuk menghindari faktor-faktor yang mempunyai resiko tambahan terhadap timbulnya keracunan timbal kronis

3. Sebagai masukan kepada pihak-pihak yang terkait untuk membuat kebijakan pencegahan dampak lingkungan akibat pencemaran timbal.

1.6 Novelty Penelitian

1. Pencegahan Dampak Lingkungan dengan Pencegahan Keracunan Timbal Kronis pada pekerja dewasa yang beresiko tinggi.


(32)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Soemarwoto (1997) menyatakan pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah pengelolaan lingkungan secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini pengelolaan lingkungan yang menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan. Ketiga, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan. Keempat, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia.

Siregar (2004) membagi aset berdasarkan perspektif pembangunan berkelanjutan sebagai berikut: Pertama, sumberdaya alam adalah sumber kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kedua, sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, keterampilan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. Ketiga, infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik saat ini maupun keberkelanjutannya dimasa yang akan datang.

Srinivas (2003) menyatakan dinamika lingkungan perkotaan terdiri dari sumber, proses dan dampak. Sumber meliputi manusia dan sumber-sumber alam seperti matahari, tanah, air, mineral, listrik, energi dan keuangan. Proses meliputi


(33)

manufaktur, transportasi, konstruksi, migrasi dan pertumbuhan penduduk. Dampak merupakam hasil baik negatif (udara/air/polusi suara, produksi sampah, kemacetan, penuh sesak) maupun positif (produk dan pelayanan yang bernilai tambah, pendidikan, akses mendapatkan barang kebutuhan dan pelayanan).

Dalam pengertian yang luas, lingkungan perkotaan dapat diartikan sebagai titik pertemuan dari lingkungan alam, bangunan lingkungan, dan lingkungan sosial ekonomi. Menghilangkan satu dimensi dan mengesampingkan satu dimensi lainnya sudah pasti memunculkan bahaya yang tidak dapat dielakkan. Saling ketergantungan dan hubungan antar cabang ilmu pengetahuan dari tiga dimensi ini harus sepenuhnya dipahami dalam rangka pengembangan dan kebijakan program yang koheren serta berkelanjutan bagi lingkungan perkotaan (Srinivas, 2003)

Newman (2003) menjelaskan tujuan dari masyarakat ekologis berkelajutan adalah membuat kota menjadi tempat yang aman dan menyenangkan untuk bekerja, tempat tinggal dan membesarkan anak-anak tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk hal yang serupa. Cara-cara untuk mewujudkan tujuan tersebut dikemukakan berupa adanya kebutuhan mendesak untuk mengurangi beban lingkungan di kota besar, mengurangi polusi udara dan air, mengurangi limbah rumah tangga dan industri, mengelola sistem pengairan secara efisien, untuk mengelola tempat rekreasi yang alami dan menyenangkan, untuk mengembangkan sistem transportasi yang efisien dan secara sosial sepadan, untuk merencanakan pembangunan perumahan yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia, dan untuk memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan manusia dalam manajemen perkotaan. Desai (2003) menyatakan kebijakan yang memungkinkan pengurangan dampak lingkungan dan sosial yang negatif dari transportasi mencakup langkah


(34)

untuk mengurangi permintaan, langkah untuk mendukung perubahan model transportasi, langkah untuk meningkatkan efisiensi energi di dalam masing-masing model transportasi, dan langkah untuk mempromosikan penggunaan bahan bakar alternatif di sektor transportasi.

2.2 Sumber Daya Manusia sebagai Aset Terpenting

Hardjasumantri (2002) menjelaskan bahwa Agenda 21 Global yang terdiri dari 39 bab yang dibagi dalam 4 bagian, pada bagian pertama berupa Dimensi Sosial dan Ekonomi yang membahas masalah pembangunan yang dititikberatkan pada segi manusia, serta isu-isu kunci seperti perdagangan dan keterpaduan pengambilan keputusan. Di dalam Agenda 21 juga diungkapkan hal-hal penting dalam upaya mencapai pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, antara lain pada poin 4 menyebutkan: Kemiskinan dipandang sebagai baik penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Penanganannya tidak dapat dilakukan secara terpisah, melainkan harus secara bersama dengan memasukkan isu pelayanan kesehatan, kependudukan, hak perempuan, dan pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat lokal.

Keharusan untuk mengembangkan penelitian untuk melindungi manusia dari dampak pembangunan dapat kita lihat pada pasal 10 Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain disebutkan bahwa dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban: mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; memanfaatkan dan


(35)

mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup dan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup (Hardjasumantri, 2002).

2.3 Pengelolaan Kualitas Udara

Udara diperlukan manusia setiap saat dalam kehidupannya. Untuk itu kualitas udara yang layak harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan masyarakat. Ketentuan mengenai kualitas udara di Indonesia diatur dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan terkait lainnya. Standard tentang batas-batas pencemar udara secara kuantitatif diatur dalam Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Emisi. Baku mutu udara ambien mengatur batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan atau benda (Slamet, 2009).

Zat pencemar timbal di udara perkotaan terutama dibentuk dari bahan bakar berupa bensin yang mengandung Pb Organik (TEL=tetra ethyl lead) yang digunakan kendaraan bermotor yang dilepaskan ke udara, untuk selanjutnya zat pencemar ditransfer melalui udara ambien ke masyarakat, yang akhirnya anggota masyarakat terganggu oleh karena adanya zat pencemar tersebut terutama mereka yang beresiko tinggi. Timbal adalah racun sistemik dimana keracunan timbal dapat menyebabkan encephalophathy. Pada keracunan akut akan terjadi gejala meninges dan serebral, diikuti dengan stupor, coma, kekanan Liquor Cerebrospinalis (LCS) yang tinggi, insomnia dan somnolence ( Slamet, 2009). Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional dapat dilihat pada tabel berikut:


(36)

Tabel 2.1 Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional

No Parameter Waktu Pengukuran

Baku Mutu Metode Analisisis

Peralatan

1 SO2 1 jam

24 jam 1 Thn

900 µg/ Nm 365 µg/ Nm

µg/ Nm

pararosanilin Spektophotometer

2 CO 1 jam

24 jam

30.000 µg/ Nm 10.000 µg/ Nm

NIDR NIDR analyzer

3 NO2 1 jam

24 jam 1 thn

400 µg/ Nm 150 µg/ Nm 100 µg/ Nm

Saltzman Spektophotometer

4 O3 (Oksidan) 1 jam 1 thn

235 µg/ Nm 50 µg/ Nm

Chem-lum Spektophotometer

5 HC 3 jam 160 µg/ Nm Flame Ionization Gas Chromatografi

6 PM 10

PM 2,5

24 jam 24 jam 1 thn

150 µg/ Nm 65 µg/ Nm 15 µg/ Nm

Gravimetric Hi-Vol

7 TSP (Debu) 24 jam 1 thn

230 µg/ Nm 90 µg/ Nm

Gravimetric Hi-Vol

8 Pb 24 jam 1 thn

2 µg/ Nm

1 µg/ Nm

Gravimetrik Ekstraksi Pengabuan

Hi-Vol AAS

9 Dustfall (Debu Jatuh)

30 hari 10 ton/Km2/Bln

(Pemukiman) 20 ton/ Km2/Bln (industri)

Gravimetric Cannister

10 Total Florides (as F)

24 jam 30 hari

3 µg/ Nm 0,5 µg/ Nm

Spesific Ion Electrode Impinger atau Conti-nous Analyzer

11 Flor Indeks 30 hari 40/100 cm2

Dari kertas limed filter

Colourimetric Limed Filter Paper

12 Chlorine dan Khlorine Diok-sida

24 jam 150 µg/ Nm Spesific Ion Electrode Impinger atau Conti-nous Analyzer

13 Sulphate Indeks

30 hari 1 mg SO3/100

Cm2 dari Lead Peroksida

Colourmetric Lead Peroxida Candle

Sumber: Lampiran PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Pencemaran timbal di udara perkotaan berasal dari Tetra Etil Lead (TEL) yang dibubuhkan ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 0,42 mg/l sejak tahun 1990. Sebelumnya kadar yang dibubuhkan lebih tinggi lagi. Berbagai penelitian telah dilakukan tentang timbal dan dikorelasikan terhadap kepadatan lalu lintas menghasilkan korelasi yang baik sekali dilihat dari kepadatan dan jarak. Penelitian di Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa logam berat sudah melampaui standar yang berlaku. Enam jenis ikan yang biasa dimakan oleh turis ternyata juga mengandung Cd, Cu, Pb, Zn dan Hg dalam konsentrasi yang jauh lebih besar dari yang diperbolehkan. Khusus untuk timbal Biokonsentrasi Factor (BCF) telah melampaui angka 11,20 yang diperbolehkan (Soemirat, 2005)


(37)

Sastrawijaya (2000) mengatakan bahwa pencemaran oleh emisi kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara kota. Di samping karbon monoksida, juga dikeluarkan nitrogen oksida, belerang oksida, partikel padatan dan senyawa-senyawa fosfor dan timbal. Senyawa-senyawa ini selalu terdapat dalam bahan bakar dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin dan macam bensin ikut menentukan jumlah pencemar yang akan timbul. Pembakaran mesin yang tidak sempurna akan menghasilkan banyak bahan yang tidak diinginkan dan meningkatkan pencemaran.

Di atmosfir kota-kota besar aerosol timbal merupakan pencemar yang telah dikenal. Untuk memperoleh bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin diberi senyawa timbal tetra etil dan timbal tetra metil. Pada pembakaran bensin, timbal akan tinggal di udara untuk beberapa hari sebanyak 25 sampai 50%. Peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan bilangan oktan bensin menambah pencemar timbal di udara, karena itu bahaya di kota makin meningkat. Sebaiknya dibuat mesin mobil yang memerlukan bahan bakar dengan angka oktan rendah, sehingga pencemar timbal menurun. Ada korelasi antara jumlah debu timbal dengan penyakit jantung (Satrawijaya,2000). Kadar timah hitam atau timbal di udara yang di kota besar berasal dari gas buang kendaraan bermotor dijadikan sebagai salah satu indikator pencemaran udara ( Chandra,2007).

Wijoyo (2005) menyatakan bahwa sebagai langkah praktis dan ekonomis serta ramah lingkungan yang segera dapat ditempuh adalah memanfaatkan Knalpot buatan Institut Sains dan Teknonolgi Akprind Yogyakarta yang bernama Centrifuse Membrane Filter (CMF). Knalpot ini telah diujicoba dan mampu berfungsi meredam


(38)

suara serta menurunkan gas buang kendaraan bermotor hampir 100%. CMF dilengkapi dengan filter Karbon monoksida (CO), sulfur monoksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan debu. Ternyata knalpot antipolusi produksi dalam negeri ini belum mendapat perhatian publik secara serius. Masyarakat cenderung tidak acuh dengan keadaan pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Masyarakat Indonesia seyogianya memahami dan menerima tuntutan zaman yang sangat menekankan kebutuhan atas kendaraan yang ramah lingkungan. Sepeda motor, mobil pribadi, mobil niaga dan truk, dan berbagai jenis kendaraan bermotor lainnya harus meminimalkan penyemburan polusi ke udara.

Konsumsi premium untuk transportasi pada tahun 1999 adalah sebesar 11.515.401 kiloliter. Premium mengandung Pb 0,45 g/L sehingga jumlah Pb yang terlepas ke udara sebesar 5.181.930 ton. Dengan pertumbuhan penjualan mobil sebesar 300% dan sepeda motor sebesar 50%, diperkirakan pada tahun 2001 polusi Pb meningkat mencapai 1,7-5 µg/m (Widowati et al, 2008). Penelitian yang dilakukan Kozak di tahun 1993 menyatakan bahwa pencemaran udara terutama emisi Pb tahun 1991 sebesar 733.154,42 ton berasal dari 98,61% dari transportasi dan industri; 1,39% dari rumah tangga, dan dari pemusnahan sampah jumlahnya sangat rendah. Bensin premium dengan nilai oktan 87 dan bensin super dengan nilai oktan 98 mengandung 0,70-0,84 tetraetil-Pb dan tetrametil= Pb, sehingga menjadi sebesar 0,56-0,63 g Pb yang dibuang ke udara dalam setiap liter bensin (Widowati et al, 2008)

Sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang menempati 90% dari emisi Pb di atmosfir. Sekitar 10% Pb mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan; 45% mengendap


(39)

dalam jarak 20 km; 10% mengendap dalam jarak 10-200 km; dan 35% dibawa ke atmosfir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb di udara di daerah lingkungan perkotaan yang padat lalu lintas adalah sebesar 0,1-0,2 ppm dan kandungan Pb dalam darah penduduk di sekitar lokasi adalah > 0,3 ppm ( Widowati et al, 2008).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa tingkat kepadatan lalu lintas berpengaruh terhadap kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima. Pada ruas jalan Yos Sudarso, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,0007-0,021 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,366-0,806 ppm; di ruas jalan Letjen Supratman, Surakarta, dengan kepadatan lalu lintas sedang menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,005-0,015 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,124- 0,339 ppm, pada ruas jalan Veteran, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu lintas rendah, yaitu 2.055 - 2.490 kendaraan/jam yang menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,0048-0,0096 µg/ m dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,176-0,298 ppm (Widowati et al, 2008).

Kadar Pb di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris di kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 mendapatkan sebesar > 2 µg/ m pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah < 2 µg/ m , sedangkan kadar Pb dalam darah petugas Dinas Perhubungan yang bertugas ditempat tersebut adalah 5-10 µg/dl. (Girsang 2008). Kualitas udara di Jakarta pada tahun 1990-1996 rata-rata memiliki kadar Pb dalam debu sebesar 0,5-1,3 µg/ m . Pada tahun 1997, kadar Pb sebesar 0,9-1,0 µg/ m disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan


(40)

bermotor dimana 79% kendaraan bermotor di Jakarta menyumbangkan debu yang mengandung Pb (Widowati et al, 2008).

Hasil penelitian Gravitiani menunjukkan pada tahun 2008 di Yogyakarta terdapat 29.234 kasus penurunan IQ pada anak sebagai dampak kesehatan yang disebabkan oleh timbal. Selain itu, ditemukan pula sebanyak 3.732 kasus hipertensi, 4 kasus jantung koroner, dan 4 kasus kematian dini. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap timbal. Semakin tinggi kandungan timbal dalam darah, semakin rendah tingkat kecerdasaan anak. Bila kenaikan kandungan timbal dalam udara sampai ambang batas, total biaya kompensasi yang dikeluarkan oleh masyarakat di wilayah Yogyakarta mencapai 119 miliar rupiah. Berdasarkan hasil survey di 14 kecamatan di DIY, total biaya yang dikeluarkan responden ketika sakit adalah Rp 5.308.718,00. Bila dibandingkan dengan pendapatan responden yang rata-rata sebesar Rp 776.634,00, kerugian responden bila sakit rata-rata sebesar Rp 4.532.084,00. Bila kandungan timbal di udara Kota Yogyakarta diturunkan 10 persen, manfaat yang diperoleh sejumlah 47,5 miliar rupiah dan bila diturunkan 25 persen manfaatnya menjadi 103,5 miliar rupiah. Jumlah pohon penyerap timbal di Kota Yogyakarta hanya sekitar 24,27 persen dari semua pohon yang ditanam. Penanaman pohon penyerap timbal penting dilakukan, terutama di wilayah dengan kandungan timbal yang mendekati atau bahkan melebihi ambang batas normal. Penanaman pohon dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta di jalan-jalan protokol, seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Adi Sucipto, Jalan Malioboro, dan Jalan Senopati (Gravitiani, 2009).


(41)

2.4 Sumber Polusi Timbal

Timbal atau yang sering juga disebut timah hitam, dalam bahasa Latin disebut Plumbun yang disimpulkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Timbal mempunyai Nomor Atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2, adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 3270C dan titik didih 16200C. Pada suhu 500-600 0C timbal menguap dan membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lunak dan lentur Pb sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air, air panas dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2004).

Timbal diketahui tidak mempunyai fungsi biologi apapun dalam tubuh manusia. Tidak ada bukti bahwa ada kadar terendah timbal dalam darah yang aman bagi kesehatan. Timbal seperti halnya zat besi dan kalsium diserap dengan cara yang sama di saluran pencernaan. Anak mengabsorbsi timbal lebih tinggi, lebih kurang 50% dibandingkan orang dewasa hanya 10%. Absorbsi timbal akan lebih banyak bila dalam makanan kurang mengandung kalsium dan zat besi. Tetraethyl lead yang dipakai sebagai pencampur bensin akan dibuang ke udara dan dapat diabsorbsi melalui kulit (Falken, 2003).

Timbal yang masuk ke dalam tubuh akan disimpan dalam tulang yang pada keadaan-keadaan tertentu maka timbal di mobilisasi masuk ke dalam darah, seperti misalnya pada waktu wanita sedang hamil dan pada penderita osteoporosis. Penghitungan jumlah timbal dalam tulang lebih baik dipakai untuk menentukan kadar timbal dalam tubuh dengan mempergunakan alat X-ray fluorescence teknik. Namun ketersediaan alat ini masih sangat terbatas. Pengukuran dari efek timbal


(42)

terhadap kesehatan pada saat ini lebih banyak berdasarkan studi epidemiologi yang menyatakan hubungan antara timbal dan kesehatan yang tidak dapat menunjukkan bahwa timbal adalah penyebab satu-satunya terhadap gangguan kesehatan tersebut. Namun penelitian dengan mempergunakan binatang percobaan mendukung penemuan-penemuan tersebut dan menunjukkan mekanisme dari timbulnya gangguan kesehatan tersebut. Banyak penelitian terhadap efek timbal terhadap jantung dan tekanan darah dimana peningkatan jumlah timbal dalam tulang dan dalam darah menyebabkan kenaikan pada gangguan jantung dan tekanan darah. Timbal juga terbukti menyebabkan peningkatan kematian pada penderita penyakit jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal dalam tubuh yang aman untuk kesehatan (Spivey, 2007).

Bahan bakar mobil yang secara umum disebut bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktananya tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bakar (bensin) yang dikenal dengan istilah angka oktana. Dalam pengertian ini bahan bakar (bensin) dibandingkan dengan campuran isooktana atau 2,2,4,trimetil pentana dengan heptana. Pada penemuan pertama kali pada tahun 1927, isooktana dianggap sebagai bahan bakar yang paling baik, karena hanya pada kompressi tinggi saja isooktana memberikan bunyi ketukan pada mesin mobil. Sebaliknya heptana dianggap sebagai bahan bakar yang paling buruk. Angka oktana 100, artinya bahan bakar (bensin) tersebut setara dengan isooktana murni. Angka oktana 80, artinya bensin tersebut merupakan campuran 80% isooktana dan 20% heptana(Wardhana, 2004).


(43)

Untuk mengurangi ketukan atau menaikkan angka oktana, bahan bakar dapat juga diberi bahan tambahan (additif). Bahan tambahan tersebut sering juga disebut dengan senyawa anti ketukan. Senyawa anti ketukan pertama kali ditemukan oleh Thomas Midgley dan Boyd pada tahun 1922, berupa TEL (Tetra Ethyl Lead). Hidrokarbon yang telah terhalogenkan (setelah diberikan ethyl fluid) menyebabkan timbal (Pb) akan diubah menjadi timbal dibromida yang relatif mudah menguap sehingga mudah keluar dari silinder mesin mobil melalui knalpot. Apabila jumlah kendaran bermotor (mobil, sepeda motor dll) yang terdapat di suatu kota (atau negara) jumlahnya diketahui dan rata-rata pemakaian bahan bakarnya diketahui, maka jumlah gas buang hasil pembakaran yang dilepaskan ke udara per hari dapat dihitung. Kalau hasil pembakarannya tidak sempurna dan dianggap 1% dari hasil pembakaran berupa pencemar udara maka jumlah pencemar udara yang dilepaskan ke udara per hari dapat diperkirakan (Wardhana, 2004)

Dalam bidang industri timbal banyak dipakai dalam industri baterai, kabel telepon, kabel listrik, bahan peledak, pewarnaan cat, pengkilap keramik, bahan anti api dan additive untuk bahan bakar kendaraan bermotor (dalam bentuk Trimetil Pb dan Tetraetil Pb). Di udara kota-kota besar timbal merupakan pencemar udara yang semakin jadi perhatian terutama yang berasal dari pembakaran bensin yang mengandung timbal, pembakaran batubara, limbah pabrik, penyemprotan pestisida dan pembakaran sampah. Untuk mencegah suara knocking dari mesin kendaraan bermotor diperlukan bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin diberi senyawa timbal Tetra Etil Lead (TEL)dengan rumus (C2H5)4-Pb)dan Tetra Metil Lead (TML)dengan rumus{(CH)3}4-Pb. Bahan additive yang biasa ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62% tetra etil Pb,


(44)

18% etilendikhlorida, 18% etilendibromida dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan lain. Pada pembakaran bensin, 25% s/d 50% timbal yang dikandungnya akan dilepas ke udara. Peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan bilangan oktan bensin akan menambah pencemaran timbal di udara, karena itu bahaya keracunan timbal di kota akan semakin meningkat. Timbal (Pb) adalah racun sistemik yang menimbulkan rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pencernaan, mual, muntah-muntah, kolik abdomen, encephalitis, wrist drop, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan kebutaan ( Slamet, 2009).

Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat diketahui kandungan bermacam-macam senyawa Pb yang ada dalam asap kendaraan bermotor seperti pada Tabel 2.2. berikut:

Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Pb Dalam Gas Buang Kendaran Bermotor

Senyawa Pb/Waktu/%: 0 jam

(%)

18 Jam (%)

PbBrCl 32,0 12,0

PbBrCl.2PbO 31,4 1,6

PbCl2 10,7 8,3

Pb(OH)Cl 7,7 7,2

PbBr2 5,5 0,5

PbCl2.2PbO 5,2 5,6

Pb(OH)Br 2,2 0,1

PbOx 2,2 21,2

PbCO3 1,2 13,8

PbBr3.2PbO 1,1 0,1

PbCO3.2PbO 1,0 29,6

TOTAL 100 100

Sumber: Palar, 2004

Pada Tabel 2.2. dapat dilihat bahwa kandungan PbBrCl dan PbBrCl.2PbO merupakan senyawa Pb utama yang telah dihasilkan pada saat permulaan mesin kendaraan dihidupkan ( 0 jam). Selanjutnya jumlah senyawa ini berkurang setelah


(45)

mesin dihidupkan lebih lama, sedangkan kandungan gas lain seperti PbOx dan PbCO3.2PbO mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan menggantikan posisi kedua gas pertama setelah pembakaran berjalan sampai 18 jam.

Senyawa tetrametil Pb dan tetra etil Pb ini akan terhirup oleh manusia sewaktu bernafas dan juga dapat diserap oleh kulit. Atau keracunan pada manusia juga dapat terjadi oleh karena tertelannya senyawa Pb dari kontaminasi terhadap makanan dan minuman. Pb di udara dapat mengalami pengkristalan oleh air hujan dan masuk ke dalam sumber air minum. Pada skema berikut dapat kita lihat bahwa banyak kemungkinan asal dari timbal baik dari emisi kendaraan bermotor, emisi industri dan pelepasan kerak-kerak bumi, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa sumber seperti udara, tanah, air permukaan, tumbuhan, hewan yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit dan saluran pencernaan. Khusus orang-orang yang bekerja di pinggir jalan raya yang ramai, berisiko tinggi terhadap keracunan timbal (National Health and Medical Research Councils, 2009). Timbal yang berasal dari alam, emisi kendaraan bermotor, limbah industri dan yang berasal dari pengikisan cat yang mengandung timbal akan masuk ke dalam air, tanah atau udara yang kemudian bisa langsung masuk ke tubuh manusia atau masuk melalui tumbuhan atau hewan yang dikonsumsi oleh manusia. Gambar 2.1 menunjukkan berbagai sumber timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia.


(46)

Gambar 2.1 Perjalanan timbal yang berasal dari lingkungan sampai masuk ke dalam tubuh manusia (Sumber: Diterjemahkan dari National Health and Medical Research Councils (2009)

2.5 Timbal dalam Tubuh Manusia

Pb yang dilepaskan oleh kendaraan bermotor atau sumber lain ke udara bisa dalam bentuk gas atau partikel yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur pernafasan, saluran pencernaan dan kulit. Partikel yang terhirup yang mempunyai diameter lebih besar dari 5,0 mikron akan terhenti dan terkumpul terutama dalam hidung dan tenggorokan. Partikel yang berukuran diameter 0,5-5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru sampai pada bronchioli, dan hanya sebagian kecil

Timbal dari Alam

Air

Tanah Timbal dari

Emisi Kendaraan

Bermotor

Timbal dari Emisi

Industri

Timbal dari Renovasi/ Pengikisan Cat

Hewan Ternak

Udara

Tumbuh-tumbuhan

Makanan Air

Minum

Udara Pernafasan

Tangan ke Mulut


(47)

yang sampai pada alveoli. Diameter yang berukuran kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal dalam alveoli. Partikel yang tinggal dalam alveoli dapat terabsorbsi ke dalam darah (Wardhana, 2004)

Pada tahun 370 BC Hipocrates menemukan kasus kolik abdomen pada pekerja yang berhubungan dengan timbal. Industri yang mempergunakan bahan bakar timbal masih terus berjalan sampai saat sekarang ini. Timbal merupakan metal yang toksis seumur hidup oleh karena timbal berakumulasi dalam tubuh manusia. Dalam kasus yang terpapar polusi timbal dalam dosis rendah ternyata dapat menimbulkan ganggguan tubuh tanpa menunjukkan gejala klinik (Nawrot, 2006). Soemirat (2005) menjelaskan bahwa jaringan target bagi timbal dalam tubuh adalah Sistem Urinaria, Sistem Syaraf, Sistem Gastro Intestinal, Sistem Hemapoietik dan Kulit.

Berdasarkan The Departement of Labor and Industries The State of Washington (2000) menyatakan bahwa apabila pekerja telah mempunyai kadar timbal dalam darahnya mencapai 25 µg/dl darah maka pekerja harus dihindarkan dari keterpaparan timbal. Walaupun dinyatakan sebelumnya bahwa kadar timbal dalam darah kurang dari 40 µg/dl tidak berbahaya, namun sekarang sudah banyak penelitian yang menunjukkan gejala keracunan timbal telah terlihat pada kadar timbal dibawah 25 µg/dl. Apabila kadar timbal dalam darah sudah mencapai 60 µg/dl atau lebih atau apabila 3 kali pemeriksaan kadar timbal darahnya melebihi 50 µg/dl maka pekerja harus dipindahkan secepatnya dan dilakukan pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh. Apabila ditemukan pekerja yang mempunyai kadar timbal dalam darahnya 25- 40 µg/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap 6 bulan, jika ditemukan pekerja dengan kadar timbal 40 µg/dl maka harus dilakukan


(48)

pemeriksaan setiap 2 bulan, dan apabila dijumpai pekerja dengan kadar timbal 60 µg/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap satu bulan. Public Health Services di Washington DC tidak lagi memakai nilai 40 µg/dl kadar maksimum timbal dalam darah, tapi mengusulkan agar kadar maksimum timbal dalam darah pekerja dewasa adalah 25 µg/dl dan kadar maksimum timbal dalam darah masyarakat umum adalah 5 µg/dl.

Timbal adalah racun sistemik. Keracunan Pb akan menimbulkan gejala rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pencernaan, anorexia, muntah-muntah, kolik, encephalitis, wrist drop, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan kebutaan. Basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala patognomonis bagi keracunan Pb. Gejala lain dari keracunan ini berupa anemia dan albuminuria. Pb organic cenderung menyebabkan encephalopathy. Pada keracunan akut terjadi gejala meninges dan cerebral, diikuti dengan stupor, coma, dan kematian. Tekanan liquor cerebrospinalis tinggi, insomnia, dan somnolence (Slamet, 2009).

Penelitian yang dilakukan di Bandung pada tahun 1983 menunjukkan bahwa kadar Pb dalam darah polisi lalu lintas adalah yang tertinggi diikuti oleh pengemudi angkot, dan kadar Pb terendah adalah pada penduduk pedesaan. Sebanyak 46% polisi lalu lintas memiliki kandungan Pb dalam darah melampaui 40 µg/dL, 30% sopir angkot mengandung Pb dalam darah melampaui 40 µg/dL, dan 0% orang pedesaan mengandung Pb dalam darah yang melampaui 40 µg/dL (Widowati et al, 2008).

Dari 30 orang polisi lalu lintas yang bertugas di kota Medan yang diteliti bahwa kadar timah hitam (Pb) dalam darah yang tertinggi pada responden yang


(1)

jenis kelamin -1,047 ,958 -,155 -1,093 ,278

pekerjaan ,226 ,303 ,092 ,746 ,458

kebiasaan

merokok -,360 ,380 -,106 -,948 ,346

pendidikan ,208 ,245 ,101 ,850 ,398

tekanan darah

sistolik ,013 ,017 ,204 ,740 ,461

tekanan darah

diastolik -,022 ,035 -,174 -,621 ,537

tempat istirahat -,676 ,356 -,214 -1,898 ,062

tempat tinggal ,251 ,362 ,078 ,693 ,491

kebiasaan

minum alkohol ,048 ,438 ,012 ,109 ,913

kadar timbal

darah awal -,033 ,056 -,083 -,583 ,562

hemoglobin ,064 ,157 ,048 ,406 ,686

kreatinin

-,797 ,510 -,192 -1,564 ,122

Pemberian

kalsium ,862 ,431 ,273 1,999 ,049

4 (Constant) 2,904 3,389 ,857 ,394

umur responden ,024 ,016 ,189 1,496 ,139

jenis kelamin -1,061 ,942 -,157 -1,126 ,264

pekerjaan ,231 ,297 ,094 ,777 ,440

kebiasaan

merokok -,359 ,377 -,105 -,951 ,345

pendidikan ,214 ,239 ,104 ,895 ,374

tekanan darah

sistolik ,013 ,017 ,207 ,762 ,448

tekanan darah

diastolik -,022 ,034 -,177 -,637 ,526

tempat istirahat -,680 ,352 -,216 -1,936 ,057

tempat tinggal ,255 ,358 ,080 ,711 ,479

kadar timbal

darah awal -,033 ,056 -,083 -,585 ,560

hemoglobin ,064 ,156 ,048 ,408 ,684

kreatinin -,810 ,493 -,195 -1,642 ,105

Pemberian

kalsium ,866 ,427 ,274 2,028 ,046

5 (Constant) 4,029 1,963 2,053 ,044

umur responden ,022 ,015 ,176 1,448 ,152

jenis kelamin -1,083 ,936 -,160 -1,157 ,251

pekerjaan ,204 ,288 ,083 ,708 ,481

kebiasaan

merokok -,363 ,375 -,107 -,968 ,336

pendidikan ,226 ,235 ,110 ,960 ,340

tekanan darah

sistolik ,014 ,017 ,222 ,829 ,410

tekanan darah

diastolik -,023 ,034 -,188 -,682 ,497

tempat istirahat -,697 ,347 -,221 -2,009 ,048

tempat tinggal ,245 ,355 ,077 ,690 ,492

kadar timbal

darah awal -,032 ,055 -,082 -,584 ,561

kreatinin -,833 ,487 -,201 -1,711 ,091

Pemberian


(2)

6 (Constant) 3,811 1,919 1,986 ,051

umur responden ,022 ,015 ,178 1,468 ,146

jenis kelamin -1,318 ,840 -,195 -1,569 ,121

pekerjaan ,201 ,287 ,081 ,700 ,486

kebiasaan

merokok -,317 ,365 -,093 -,869 ,387

pendidikan ,216 ,234 ,105 ,925 ,358

tekanan darah

sistolik ,014 ,017 ,229 ,861 ,392

tekanan darah

diastolik -,024 ,034 -,192 -,702 ,485

tempat istirahat -,723 ,343 -,229 -2,110 ,038

tempat tinggal ,224 ,352 ,070 ,636 ,526

kreatinin -,838 ,485 -,202 -1,728 ,088

Pemberian

kalsium ,987 ,334 ,313 2,956 ,004

7 (Constant) 4,260 1,777 2,397 ,019

umur responden ,022 ,015 ,175 1,446 ,152

jenis kelamin -1,204 ,817 -,178 -1,473 ,145

pekerjaan ,161 ,279 ,065 ,578 ,565

kebiasaan

merokok -,295 ,362 -,086 -,815 ,418

pendidikan ,184 ,227 ,089 ,808 ,422

tekanan darah

sistolik ,014 ,017 ,225 ,848 ,399

tekanan darah

diastolik -,024 ,034 -,193 -,707 ,482

tempat istirahat -,737 ,341 -,234 -2,164 ,034

kreatinin -,873 ,480 -,210 -1,818 ,073

Pemberian

kalsium ,998 ,332 ,316 3,003 ,004

8 (Constant) 4,445 1,741 2,554 ,013

umur responden ,021 ,015 ,171 1,425 ,158

jenis kelamin -1,035 ,760 -,153 -1,362 ,177 kebiasaan

merokok -,281 ,360 -,083 -,783 ,436

pendidikan ,167 ,224 ,081 ,743 ,460

tekanan darah

sistolik ,014 ,017 ,217 ,824 ,413

tekanan darah

diastolik -,023 ,034 -,185 -,683 ,496

tempat istirahat -,747 ,339 -,237 -2,203 ,031

kreatinin -,894 ,476 -,215 -1,876 ,064

Pemberian

kalsium 1,004 ,331 ,318 3,036 ,003

9 (Constant) 3,839 1,493 2,572 ,012

umur responden ,019 ,014 ,151 1,301 ,197

jenis kelamin -,936 ,744 -,138 -1,258 ,212

kebiasaan

merokok -,290 ,358 -,085 -,811 ,420

pendidikan ,167 ,224 ,081 ,747 ,457

tekanan darah

sistolik ,003 ,007 ,055 ,482 ,631

tempat istirahat -,679 ,323 -,215 -2,102 ,039

kreatinin -,836 ,467 -,201 -1,789 ,078

Pemberian

kalsium ,979 ,328 ,310 2,988 ,004


(3)

umur responden ,021 ,014 ,165 1,484 ,142

jenis kelamin -,906 ,737 -,134 -1,228 ,223

kebiasaan

merokok -,295 ,356 -,087 -,829 ,410

pendidikan ,172 ,222 ,084 ,775 ,441

tempat istirahat -,706 ,317 -,224 -2,226 ,029

kreatinin -,768 ,443 -,185 -1,732 ,087

Pemberian

kalsium ,987 ,326 ,312 3,031 ,003

11 (Constant) 4,573 1,243 3,678 ,000

umur responden ,017 ,013 ,135 1,298 ,198

jenis kelamin -,920 ,735 -,136 -1,250 ,215

kebiasaan

merokok -,287 ,355 -,084 -,807 ,422

tempat istirahat -,723 ,315 -,229 -2,292 ,025

kreatinin -,696 ,433 -,168 -1,609 ,112

Pemberian

kalsium ,978 ,325 ,310 3,014 ,003

12 (Constant) 4,449 1,231 3,614 ,001

umur responden ,016 ,013 ,126 1,223 ,225

jenis kelamin -1,092 ,702 -,161 -1,554 ,124 tempat istirahat -,719 ,315 -,228 -2,286 ,025

kreatinin -,730 ,430 -,176 -1,698 ,093

Pemberian

kalsium ,986 ,324 ,312 3,047 ,003

13 (Constant) 5,165 1,086 4,755 ,000

jenis kelamin -1,234 ,695 -,182 -1,776 ,079

tempat istirahat -,704 ,315 -,223 -2,233 ,028

kreatinin -,642 ,425 -,155 -1,511 ,135

Pemberian

kalsium 1,035 ,322 ,328 3,211 ,002

14 (Constant) 4,390 ,965 4,550 ,000

jenis kelamin -1,025 ,686 -,151 -1,494 ,139

tempat istirahat -,703 ,318 -,223 -2,211 ,030 Pemberian

kalsium ,959 ,321 ,304 2,989 ,004

15 (Constant) 3,446 ,734 4,693 ,000

tempat istirahat -,727 ,320 -,231 -2,276 ,025

Pemberian

kalsium ,892 ,320 ,283 2,789 ,007

a Dependent Variable: kadar timbal darah akhir

PERBEDAAN KADAR TIMBAL DARAH SEBELUM INTERVENSI

PADA KELOMPOK KONTROL DAN PERLAKUAN

T-Test

Group Statistics

kelompok

intervensi

N

Mean

Std.

Deviation

Std. Error Mean

kadar timbal

darah awal

perlakuan

41

10,3463

3,35709

,52429


(4)

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig.

t

df

Sig.

(2-taile

d)

Mean

Differ

ence

Std.

Error

Differe

nce

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower

Upper

kadar

timbal

darah

awal

Equal

variance

s

assumed

,220

,640 5,685

85 ,000 4,2355

,74506

2,75410

5,7168

4

Equal

variance

s not

assumed

5,705

84,73

2

,000 4,2355

,74245

2,75921

5,7117

4

PERBEDAAN KADAR TIMBAL DARAH SESUDAH INTERVENSI

PADA KELOMPOK KONTROL DAN PERLAKUAN

T-Test

Group Statistics

kelompok

intervensi

N

Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

kadar timbal

darah akhir

perlakuan

41

3,2024

1,58329

,24727


(5)

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig.

t

df

Sig.

(2-tailed

)

Mean

Differ

ence

Std.

Error

Differ

ence

95%

Confidence

Interval of

the

Difference

Lowe

r

Uppe

r

kadar

timbal

darah

akhir

Equal

variances

assumed

,370

,544

-2,916

85

,005 -,9526 ,32662

-1,601

97

-,303

15

Equal

variances

not

assumed

-2,903

81,88

8

,005 -,9526 ,32812

-1,605

32

-,299

80

BEDA RATA-RATA PENURUNAN KADAR TIMBAL DARAH PADA

KELOMPOK PERLAKUAN DAN KELOMPOK KONTROL

T-Test

Group Statistics

41 7,1439 4,03049 ,62946

46 1,9559 3,93666 ,58043

kelompok intervensi perlakuan

kontrol beda

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean


(6)

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality

of Variances

t-test for Equality of Means

F

Sig.

t

df

Sig.

(2-taile

d)

Mean

Differ

ence

Std.

Error

Differ

ence

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower

Upper

beda Equal

variances

assumed

1,054

,307 6,068

85 ,000 5,1880 ,85505

3,4879

7

6,88810

Equal

variances

not

assumed

6,059

83,36

7

,000 5,1880 ,85622

3,4851