Kerangka Teoritis 1. Analisis Kinerja Keuangan Bank

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Analisis Kinerja Keuangan Bank Suatu pengukuran tingkat kesehatan bank dalam kemampuan kerja dan produktifitasnya adalah dengan menilai tingkat kinerja atau keragaan dari lembaga yang bersangkutan. Untuk menilai tingkat kesehatan tersebut dapat dilakukan dari berbagai segi yang diantaranya adalah dengan melakukan analisis Non Performing Financing, analisis rasio likuiditas, analisis rasio rentabilitas, dan analisis rasio solvabilitas.

3.1.1.1. Non Performing Financing

NPF merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola penbiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin besar, maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Pembiayaan dalam hal ini adalah pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain. Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Bank Indonesia menetapkan batas aman NPF dibawah lima persen.

3.1.1.2. Analisis Rasio Likuiditas

Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering dipergunakan dalam menilai kinerja suatu bank antara lain adalah sebagai berikut: a. Cash Ratio CR Cash Ratio CR adalah rasio antara alat likuid likuid assets terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun bank dan kewajiban short term borrowing yang harus segera dibayar. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kewajiban-kewajiban yang segera harus dibayar dengan alat-alat likuid yang dimilikinya. Semakin tinggi ratio ini maka, semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank tersebut. Cash Ratio minimum suatu bank adalah dua persen. b. Loan to Deposit Ratio LDR Financing to Deposit Ratio FDR FDR adalah rasio antara seluruh jumlah pembiayaan yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Financing to Deposit Ratio menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio FDR, semakin rendah kemampuan likuiditas suatu bank. Batas aman FDR suatu bank adalah di bawah 110 persen. Bank Indonesia memberikan pembatasan jumlah pembiayaan yang disalurkan secara keseluruhan melalui penetapan rasio atau perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan terhadap jumlah simpanan dana pihak ketiga masyarakat yang berhasil dihimpun oleh bank yang bersangkutan. Ini berarti jumlah pembiayaan terhadap dana pihak ketiga tidak boleh melebihi ketentuan. Menurut ketentuan Bank Indonesia, maka rasio yang paling sehat adalah paling tinggi 94,75 persen. Hal tersebut berarti dana yang terhimpun, secara optimal dapat disalurkan ke perkreditan yang merupakan aset yang paling produktif bagi bank. Tentunya apabila pembiayaan tersebut berjalan dengan baik. Di pihak lain, bank masih mempunyai alat likuid yang memadai untuk mengantisipasi penarikan dari para penyimpan dana.

3.1.1.3. Analisis Rasio Rentabilitas

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank tersebut. Dalam perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini, biasanya dicari hubungan timbal balik antar pos yang terdapat pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank, guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank tersebut. Analisis rasio rentabilitas antara lain, yaitu: a. Return on Asset ROA Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan laba secara keseluruhan. b. Return on Equity ROE ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio ini berguna untuk mengukur kemampuan manajemen di dalam pengelolaan modal yang tersedia, dengan tujuan mendapatkan pendapatan bersih. Rasio ROE merupakan indikator yang penting bagi para pemegang saham dan calon investor, untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba. c. Income to Cost Operating Ratio ICR ICR adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola kekayaannya, untuk memperoleh keuntungan khususnya kemampuan bank dalam mendapatkan pendapatan nasional.

3.1.1.4. Analisis Rasio Solvabilitas

Analisis rasio solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank, dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Rasio ini juga digunakan, untuk mengetahui perbandingan antara volume jumlah dana yang diperoleh dari berbagai utang jangka pendek dan jangka panjang, serta sumber-sumber lain di luar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut, pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Analisis rasio solvabilitas yang digunakan adalah Capital Adequacy Ratio. Capital Adequacy Ratio CAR CAR adalah perbandingan antara jumlah modal yang dimiliki suatu bank dengan aktiva tertimbang menurut risiko ATMR. Semakin besar pembiayaan yang disalurkan, maka semakin besar pula ATMR bank yang bersangkutan, sehingga CAR akan menurun. Apabila bank akan mengadakan perluasan atau expansi pemberian pembiayaan, maka harus memperhatikan jumlah modal yang dimiliki saat itu, yang berarti apabila CAR-nya sudah terbatas atau mendekati ketentuan minimal, maka expansi pembiayaan tersebut harus diimbangi dengan penambahan modal tersebut. Apabila pemilik bank tidak menambah modalnya, maka CAR akan turun di bawah ketentuan yang berlaku saat tahun 2004 yaitu delapan persen. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, diwajibkan untuk menyediakan modal minimum bank sebesar delapan persen.

3.2. Kerangka Penelitian Operasional