Preferensi Konsumen Penerimaan Produsen dan Preferensi Konsumen terhadap Penggunaan MOCAF sebagai Campuran Bahan Baku Mi Basah (Studi Kasus pada CV Taruna di Bogor)

Syarat mutu mi basah menurut SNI-01-2987-1992 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu mi basah No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan : 2.1. Bau 2.2. Rasa 2.3. Warna - Normal 2 Kadar air bb 20-35 3 Kadar abu dihitung atas dasar bahan kering bb Maks. 3 4 Kadar protein Nx6,25 Dihitung atas dasar bahan kering bb Min. 3 5 Bahan tambahan pangan : 5.1. Boraks dan asam borat 5.2. Pewarna 5.3. Formalin - Tidak boleh ada sesuai SNI-0222-M dan peraturan MenKes. No. 722Men.KesPerIX8 8 6 Cemaran logam : 6.1. Timbal Pb 6.2. Tembaga Cu 6.3. Seng Zn 6.4. Raksa Hg mgkg Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05 7 Arsen As mgkg Maks. 0,05 8 Cemaran mikroba : 8.1. Angka Lempeng Total 8.2. E. Coli 8.3. Kapang Kolonig APMg Kolonig Maks. 1,0 x 10 6 Maks. 10 Maks. 1,0 x 10 4

2.6. Preferensi Konsumen

Menurut Kotler dan Keller 2007 bahwa preferensi konsumen merupakan suatu pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk barang dan jasa yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Terdapat aksioma yang digunakan untuk menerangkan tingkah laku individu dalam masalah penetapan pilihan. Menurut Nicholson dalam Putra 2009, hubungan preferensi biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar, yaitu kelengkapan completeness, transivitas transivity, dan kontinuitas continuity. Sifat kelengkapan completeness memberikan asumsi bahwa setiap orang selalu dapat menentukan pilihan dengan dua alternatif. Sebagai contoh, jika A dan B merupakan dua kondisi, maka setiap orang harus selalu bisa menetukan salah satu dari tiga hal. Pertama, A lebih disukai daripada B. Kedua, B lebih disukai daripada A. Ketiga, A dan B sama-sama disukai. Sifat transivitas transivity memberikan asumsi bahwa seseorang yang membandingkan beberapa kondisi yang saling berhubungan akan menunjukkan sikap yang sesuai dan konsisten. Sebagai contoh, jika seseorang mengatakan bahwa ia lebih menyukai A daripada B dan lebih menyukai B daripada C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C. Sifat berkelanjutan continuity memiliki asumsi dasar yang hampir sama dengan sifat transivitas, bahwa kesesuaian dan konsisensi sikap seseorang akan terjaga pada saat membandingkan dua kondisi pada situasi yang berbeda. Sebagai contoh, jika seseorang mengatakan A lebih disukai daripada B, maka kondisi lain yang serupa dengan A lebih disukai daripada B Nicholson, 1995. Menurut Stepherd dan Spark dalam Putra 2009, preferensi pangan adalah derajat kesukaan terhadap makanan yang akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi konsumen dapat dikelompokkan menjadi tujuh, yaitu faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, faktor biologis, fisik, dan psikologis, faktor personal, faktor sosial dan ekonomi, faktor pendidikan, serta faktor kultur, agama, dan daerah. Faktor intrinsik merupakan faktor yang bersumber dari dalam produk yang meliputi penampakan, aroma, suhu, tekstur, kualitas, kuantitas, dan cara penyajian pangan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan sosial, iklan produk, dan waktu penyajian. Faktor yang mempengaruhi preferensi pangan selanjutnya adalah faktor biologis, fisik, dan psikologis meliputi umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologis, dan biologis. Faktor personal meliputi tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas, selera, mood, dan emosi. Faktor sosial dan ekonomi meliputi pendapatan keluarga, harga pangan, status sosial, dan keamanan. Faktor pendidikan meliputi status pengetahuan individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi. Terakhir, faktor kultur, agama, dan daerah meliputi asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi, serta letak daerah. Produk baru adalah barang, jasa, atau ide yang dianggap baru oleh sejumlah pelanggan potensial. Produk baru mungkin telah ada untuk beberapa waktu, tetapi ketertarikan terletak pada bagaimana konsumen mempelajari produk itu untuk pertama kalinya dan membuat keputusan untuk mengadopsinya. Proses adopsi didefinisikan sebagai proses mental yang harus dilalui seseorang untuk mempelajari sebuah inovasi untuk pertama kalinya sampai adopsi akhir, dan adopsi adalah keputusan seseorang untuk menjadi pengguna tetap sebuah produk Kotler dan Amstrong, 2008. Proses adopsi produk dikelompokkan menjadi lima tahap, yaitu kesadaran, minat, evaluasi, mencoba, dan adopsi. Pada mulanya, konsumen harus menyadari produk baru. Kesadaran menumbuhkan minat dan konsumen mencari informasi tentang produk baru. Setelah informasi dikumpulkan, konsumen memasuki tahap evaluasi dan mempertimbangkan untuk membeli produk baru. Berikutnya, dalam tahap mencoba, konsumen mencoba produk dalam skala kecil untuk meningkatkan estimasinya terhadap nilai produk. Jika konsumen puas dengan produk, ia memasuki tahap adopsi, memutuskan untuk menggunakan produk baru dengan skala lebih besar dan teratur. Dengan memperhatikan difusi produk baru, konsumen merespons pada tingkat yang berbeda, bergantung pada karakteristik konsumen dan karakteristik produk. Konsumen bisa menjadi inovator penemu, pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas akhir, atau orang yang lambat. Penemu bersedia mencoba ide baru yang beresiko. Pengadopsi awal sering kali menjadi pemimpin opini komunitas, menerima ide baru lebih awal tetapi dengan cermat. Mayoritas awal jarang menjadi pemimpin, memutuskan untuk mencoba ide baru dengan banyak pertimbangan, dan melakukan pertimbangan itu sebelum kebanyakan orang melakukannya. Mayoritas akhir mencoba sebuah inovasi hanya setelah kebanyakan orang mengadopsinya, sementara orang yang lambat hanya mengadopsi sebuah inovasi setelah inovasi itu menjadi bagian dari tradisi itu sendiri. Produsen mencoba membawa produk mereka agar diperhatikan oleh pengadopsi awal yang potensial, terutama mereka yang menjadi pemimpin opini Kotler dan Amstrong, 2008. Sesuai dengan pemikiran Kotler dan Amstrong, dalam proses difusi inovasi terdapat pengaruh karakteristik produk pada tingkat adopsi, yaitu 1 keunggulan relatif, tingkat di mana inovasi tampak mengungguli produk yang ada, 2 kesesuaian, tingkat di mana inovasi memenuhi nilai dan pengalaman konsumen potensial, 3 kompleksitas, tingkat di mana inovasi sulit dipahami atau digunakan, 4 dapat dibagi, tingkat dimana inovasi dapat dicoba pada basis terbatas, 5 kemampuan komunikasi, tingkat dimana hasil penggunaan inovasi dapat diteliti atau digambarkan orang lain.

2.7. Penelitian Terdahulu