ketahanan pangan merupakan hal yang seharusnya dilakukan oleh suatu negara, pembangunan ketahanan pangan memerlukan cakupan luas, keterlibatan lintas
sektor, multidisiplin, dan penekanan pada basis sumberdaya lokal. Adapun operasionalisasi ketahanan pangan pada berbagai tingkat pemerintahan di
Indonesia yaitu pada tingkat nasional dilakukannya swasembada pada komoditas strategis, pada tingkat propinsi, kabupatenkota, dan desa dengan melakukan
pemanfaatan potensi lokal dan pada tingkat masyarakat dilakukan peningkatan kemampuan fisik, sosial, politik, dan ekonomi Departemen Pertanian, 2008.
2.2. Ketahanan Pangan
Di Indonesia, ketahanan pangan merupakan salah satu topik yang sangat penting bukan saja dilihat dari nilai-nilai sosial, tetapi masalah ini mengandung
konsekuensi politik yang sangat besar. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan kelangsulangan suatu kabinet pemerintah atau stabilitas politik di dalam
negeri apabila Indonesia terancam kekurangan pangan atau kelaparan. Bahkan di banyak negara, ketahanan pangan sering digunakan sebagai alat politik bagi
seorang presiden untuk mendapatkan dukungan dari rakyatnya Tambunan, 2003. Ketahanan pangan menjadi tambah penting lagi terutama karena saat ini
Indonesia merupakan salah satu anggota Organisasi perdagangan Dunia WTO. Artinya, di satu pihak, pemerintah harus memperhatikan kelangsungan produksi
pangan di dalam negeri demi menjamin ketahanan pangan, namun di pihak lain, Indonesia tidak bisa menghambat impor pangan dari luar. Dalam kata lain, apabila
indonesia tidak siap, keanggotaan Indonesia di dalam WTO bisa membuat Indonesia menjadi sangat tergantung pada impor pangan, dan ini dapat
mengancam ketahanan pangan di dalam negeri Tambunan, 2003. Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-
Undang UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1 ayat 17 berbunyi, “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga RT
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Pengertian terjangkau di sini adalah
dapat diperoleh pada harga yang cukup murah. UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB FAO dan
Organisasi Kesehatan Dunia WHO tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan
hidup yang sehat. Konsep ketahanan pangan nasional yang tercantum pada UU No.17 tersebut
memberi penekanan pada akses setiap RT terhadap pangan yang cukup, bermutu dan terjangkau, meskipun kata-kata RT belum berarti menjamin setiap individu di
dalam RT mendapat akses yang sama terhadap pangan karena di dalam RT ada relasi kuasa. Implikasi kebijakan dari konsep ini adalah bahwa pemerintah, di satu
pihak berkewajiban menjamin kecukupan pangan dalam arti jumlah dan mutu yang baik serta stabilitas harga, dan di pihak lain, peningkatan pendapatan
masyarakat, khususnya dari golongan berpendapatan rendah Tambunan, 2003. Impor Indonesia yang besar atas sejumlah komoditas pertanian membuat
nilai saldo dari neraca perdagangan ekspor dan impor pertanian Indonesia, khususnya tanaman pangan seperti beras, jagung, kedelai, gandum, kacang tanah,
dan produk-produk peternakan seperti daging, ayam, dan susu, selalu negatif setiap tahunnya, seperti selama periode 1996-2000. Untuk meningkatkan
ketahanan pangan perlu mengurangi jumlah impor dan meningkatkan penggunaan sumber daya lokal, salah satu strategi yang dapat digunakan adalah diversifikasi
pangan Tambunan, 2003. Usaha diversifikasi pangan adalah usaha untuk menyediakan berbagai
ragam produk pangan baik dalam jenis maupun bentuk, sehingga tersedia banyak pilihan bagi konsumen untuk menu makanan harian. Konsep diversifikasi pangan
meliputi tiga hal, yaitu diversifikasi horizontal usaha mengembangan usaha tani berbasis tanaman pangan lainnya, diversifikasi vertikal pengembangan produksi
setelah panen, dan diversifikasi regional penganekaragaman pangan berdasarkan pendekatan wilayah dan keragaman sosial budaya. Mengacu kepada uraian di
atas maka tujuan diversifikasi adalah mendorong terjadinya penganekaragaman pangan pokok yang sesuai dengan potensi setempat yang pada akhirnya akan
berkontribusi dalam pengembangan daerah tersebut Amang, 1995. Arahan dalam kebijaksanaan diversifikasi pangan mempunyai beberapa
aspek yang memerlukan pengkajian lebih lanjut. Selain aspek produksi dan
konsumsi, diversifikasi pangan tidak dimaksudkan untuk menggantikan beras, tetapi mengubah pola konsumsi masyarakat, sehingga masyarakat akan
mengkonsumsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya. Dengan menambah jenis pangan dalam pola konsumsi, diharapkan konsumsi beras akan
menurun Amang, 1995. Hal lain yang penting diperhatikan adalah menyangkut pembangunan dan
pengembangan industri pengolahan transformasi bahan pangan nonberas. Hal ini diperlukan karena kebanyakan komoditas nonberas tidak siap untuk dikonsumsi
secara langsung, seperti singkong harus diolah dulu untuk dijadikan tepung singkong Amang, 1995.
2.3. Tepung Terigu dan Ketahanan Pangan