1. UKURAN-UKURAN DASAR DAN TUJUAN-TUJUAN KEBIJAKAN

101

BAB V ANALISA DATA

Sesuai dengan yang telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya dalam laporan penelitian ini, data-data yang telah berhasil diperoleh oleh peneliti akan dianalisis berdasarkan teori model implementasi yang dikemukakan oleh Van Horn dan Van Meter. Adapun beberapa variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi suatu kebijakan menurut teori ini, yaitu: ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan; sumber-sumber kebijakan; komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan; karakteristik badan-badan pelaksana; kondisi sosial, ekonomi, dan politik; dan kecenderungan pelaksana implementors.

V. 1. UKURAN-UKURAN DASAR DAN TUJUAN-TUJUAN KEBIJAKAN

Ukuran-ukuran dasar kinerja implementasi pengarusutamaan gender memang tidak turut dicantumkan dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional sebagai dasar hukum pelaksanaan pengarusutamaan gender di Indonesia. Dan di banyak produk hukum lainnya pun, hal ini memang tidak pernah ditetapkan secara pasti. Namun yang menjadi dasar penilaian evaluasi pengarusutamaan gender yang selalu dilakukan oleh Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu, adalah hasil perumusan dari beberapa pertemuan penting seputar perempuan di tingkat internasional, seperti CEDAW, Beijing Platform, dan MDGs Millenium Development Goals. Dalam rumusan tersebut terdapat beberapa poin penting yang dapat dijadikan menjadi ukuran- ukuran dasar kinerja implementasi pengarusutamaan gender. Adapun evaluasi berdasarkan Parahita, merupakan evaluasi yang diadakan sebagai syarat untuk mendapatkan penghargaan dalam bidang pemberdayaan perempuan, yang diselenggarakan langsung oleh Kementerian Universitas Sumatera Utara 102 Negara Pemberdayaan Perempuan, bagi seluruh Biro atau pun Badan Pemberdayaan Perempuan di Indonesia. Dari seluruh dasar ukuran kinerja tersebut, jelas terlihat bahwa tujuan dari implementasi pengarusutamaan gender ini adalah terwujudnya Keadilan dan Kesetaraan Gender KKG, yaitu suatu keadaan dimana laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses segala bidang, terutama dalam bidang perumusan kebijakan. Pemahaman pegawai Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu mengenai ukuran dasar serta tujuan pengarusutamaan gender ini menjadi salah satu variabel yang dapat mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan pengarusutamaan gender tersebut. Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu merupakan suatu organisasi birokrasi pemerintah yang komposisi pegawainya bukan hanya dari kaum perempuan saja. Ini dipahami sebagai alasan karena masalah pemberdayaan perempuan memang perlu mendapat perhatian dari kaum laki-laki juga. Tanpa dukungan laki-laki, pemberdayaan perempuan pun tidak dapat diwujudkan. Dilihat dari struktur organisasinya, jumlah pegawai Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu ada sebanyak 31 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 8 orang, sedangkan perempuan ada sebanyak 23 orang. Meski jumlahnya yang minoritas, namun karena posisinya yang berada di sebuah biro yang berkomitmen dalam bidang perempuan, pegawai laki-laki di biro ini dituntut untuk paham atau bahkan lebih paham dari kaum laki-laki pada umumnya, mengenai masalah yang berhubungan dengan kebutuhan kaum lawan jenisnya. Karena secara struktural, merekalah salah satu regulatorpembuat kebijakan tentang pemberdayaan perempuan. Kalau mereka tidak paham atau hanya sekedar paham, usaha pemberdayaan perempuan hanya akan berakhir dengan sia-sia. Demikianlah juga halnya dengan pemahaman mengenai pengarusutamaan gender ini. Menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, pegawai struktural Biro Universitas Sumatera Utara 103 Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu memahami “benda” pengarusutamaan gender tersebut dengan berbagai interpretasi, yang dapat dilihat melalui pernyataan-pernyataan berikut ini. “…PUG itu ya strategi yang ditujukan untuk mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender KKG…” Wawancara Kepala Bagian Program dan Umum BPP Setdaprovsu, 26 Maret 2008 “…PUG ini bisa dikatakan sebuah pedoman supaya mulai dari tahap perencanaan sampai kepada evaluasinya, perempuan itu selalu diberi kesempatan…” Wawancara Kepala Sub Bagian Sumber Daya dan Kemandirian BPP Setdaprovsu, 15 April 2008 “…PUG itu, saya melihat, dengan memberdayakan perempuan, sehingga laki- laki dan perempuan tidak dibeda-bedakan…” Wawancara Kepala Bagian Peningkatan Peran Serta Masyarakat BPP Setdaprovsu, 15 April 2008 “…ya PUG itu ada proses mengarusutamakan gender dalam pembuatan kebijakan atau kegiatan…” Wawancara Kepala Sub Bagian Peran Serta Masyarakat BPP Setdaprovsu, 17 April 2008 Dari keempat pernyataan yang mewakili seluruh informan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pegawai struktural Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu memahami pengarusutamaan gender sebagai sebuah strategi; pedoman dalam proses manajemen pembangunan; usaha pemberdayaan perempuan agar tidak terdiskriminasi; dan juga sebagai suatu proses. Pemahaman pegawai biro ini tidak saja dinyatakan dengan kata-kata, tetapi juga melalui berbagai program kegiatan yang mereka susun. Sejak dimulainya tahap perencanaan, mereka telah ikut terlibat langsung. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Drs. Sugiatno, selaku Kepala Sub Bagian Peran Serta Masyarakat Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu, berikut ini. Universitas Sumatera Utara 104 “…dia sudah paham soal PUG, dia juga bahkan tidak saja ikut melaksanakan program, tetapi juga menyusunnya.” Wawancara Kepala Sub Bagian Peran Serta Masyarakat BPP Setdaprovsu, 17 April 2008 Adapun program kegiatan yang mereka rumuskan adalah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi tupoksi mereka di bagian masing-masing. Namun tingkat pemahaman antara pegawai struktural di Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu ini ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai non-strukturalnya. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Kepala Biro melalui kutipan wawancara berikut ini. “…kalau ada, misalnya sosialisasi ataupun tugas-tugas di luar dan melayani masyarakat ataupun dinas-dinas, itu mereka langsung bisa sepertinya mewakili saya. Jadi ya karena sebagian besar sudah mendapatkan pelatihan. Hampir sebagian besar kalau yang struktural itu semuanya sudah mendapatkan pelatihan. Jadi sudah mempraktekkan dalam keseharian, maksudnya kegiatan-kegiatan tugas itu sudah mulai mereka praktekkan…” Wawancara Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu, 03 Juni 2008 Pernyataan Ibu Kepala Biro tersebut memang dibuktikan langsung melalui hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian di Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu. Kebanyakan pegawai yang hadir setiap harinya adalah pegawai struktural dan mereka hadir jauh lebih awal dari pegawai-pegawai biasa. Peneliti dapat menyimpulkan hanya sekitar 15 pegawai non-struktural yang hadir sehari-hari dan mereka bukan personil yang sama, tetapi silih berganti setiap harinya. Kesibukan harian di biro ini pun kebanyakan dikerjakan oleh para pegawai strukturalnya. Staf yang mungkin harus hadir setiap harinya, antara lain staf yang mampu mengoperasikan komputer karena ada begitu banyak kegiatan sehari-hari yang membutuhkan teknologi komputer. Sementara itu, sangat terbatas jumlah sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan komputer di biro ini. Pada umumnya, mereka adalah generasi muda PNS Pegawai Negeri Sipil yang baru saja mendapatkan Surat Keputusannya, dan ada juga masih merupakan tenaga honor. Universitas Sumatera Utara 105

V. 2. SUMBER-SUMBER KEBIJAKAN