Analisis Komponen Makna dan Teknik Substitusi Leksem Adjektiva ‘Hamil’

4.2.6 Analisis Komponen Makna dan Teknik Substitusi Leksem Adjektiva ‘Hamil’

4.2.6.1 Analisis Komponen Makna Leksem Adjektiva ‘Hamil’

Ada enam leksem adjektiva yang menyatakan makna ‘hamil’ yang tercantum dalam Kamus Bahasa Aceh-Indonesia (Bakar, 1985 dan 2001). Leksem-leksem tersebut adalah sebagai berikut. hamè a hamil (KBAI:278)

tieuen; meutieuen a hamil (KBAI:981) brat a berat, tertekan, hamil; kehamilan (KBAI:97) bunténg a bunting, hamil (KBAI:108) mumè a hamil ulu a bunting (untuk hewan berkaki empat, juga untuk buaya, biawak, ikan hiu,

untuk manusia sangat kasar) (KBAI:1037)

Ke-6 adjektiva ‘hamil’ ini dikelompokkan berdasarkan komponen makna: (1) bernyawa/tidak bernyawa (manusia, binatang, dan tumbuhan); (2) nilai rasa (netral, halus, dan kasar); (3) perubahan makna (ameliorasi dan peyorasi); dan (4) ragam bahasa (kata umum dan kata khusus). Analisis komponen tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.17 Analisis Komponen Makna ‘Hamil’

Komonen Makna

Pasangan Perubahan Ragam No.

Bernyawa

Nilai Rasa

Sinonim Makna bahasa

1. Hamè

2. meutieuen

3. Brat

Komonen Makna

Pasangan Perubahan Ragam No.

Bernyawa

Nilai Rasa

Sinonim Makna bahasa

4. Bunténg

1. komponen makna manusia

6. komponen makna kasar

2. komponen makna hewan

7. komponen makna ameliorasi

3. komponen makna tumbuhan

8. komponen makna peyorasi

4. komponen makna netral

9. komponen makna kata umum

5. komponen makna halus

10. komponen makna kata khusus

4.2.6.2 Substitusi Leksem Adjektiva ‘Hamil’

Untuk menentukan data pasangan sinonim yang telah terkumpul itu benar- benar sinonim, data-data tersebut akan saling disubstitusikan. Jika suatu kata dapat diganti dengan kata yang lain dalam konteks yang sama dan makna konteks itu tidak berubah, pasangan data tersebut dapat dikatakan bersinoim.

hamè meutieuen

brat

6. ka tréb jimeukawén, tapi sampoe jinoe gohlom inong nyan bunténg

mumè ulu

Dari penyubstitusian itu, akan didapat konstruksi kalimat sebagai berikut. (1) Ka tréb jimeukawén, tapi

lama menikah, sampoe jinoe gohlom hamè

‘Walaupun sudah

perempuan itu belum juga hamil.’ inong nyan.

(2) Ka tréb jimeukawén, tapi ‘Walaupun sudah lama menikah, sampoe jinoe gohlom

perempuan itu belum juga hamil.’ meutieuen inong nyan. (3) Ka tréb jimeukawén, tapi

‘Walaupun sudah lama menikah, sampoe jinoe gohlom brat

perempuan itu belum juga hamil.’ inong nyan.

(4) Ka tréb jimeukawén, tap ‘Walaupun sudah lama menikah, sampoe jinoe gohlom bunténg

perempuan itu belum juga bunting.’ inong nyan.

(5) Ka tréb jimeukawén, tapi ‘Walaupun sudah lama menikah, sampoe jinoe gohlom mumè

perempuan itu belum juga hamil.’ inong nyan.

(6) Ka tréb jimeukawén, tapi ‘Walaupun sudah lama menikah, sampoe jinoe gohlom ulu

perempuan itu belum juga hamil.’ inong nyan.

Secara gramatikal, penyubstitusian keenam leksem ke dalam kalimat itu berterima. Keenam leksem itu menduduki fungsi predikat di dalam kalimat. Secara semantik pun semua leksem itu juga dapat berterima. Leksem hamè, meutieuen, brat, bunténg, mumè, dan ulu merupakan leksem-leksem yang memiliki makna hamil. Semua leksem itu dapat digunakan pada manusia. Akan tetapi, nilai rasa yang terkandung dalam enam leksem tersebut berbeda tergantung pada situasi dan kondisi pemakaian. Leksem hamè, brat, dan mumè mengandung nilai rasa netral, sedangkan meutieuen, bunténg, dan ulu mengandung niali rasa yang agak kasar. Selain untuk manusia, leksem bunting juga dapat digunakan untuk menyatakan keadaan padi yang sedang bernas, sedangkan leksem ulu digunakan untuk menyatakan keadaan hamil pada hewan sehingga leksem ulu terasa sangat kasar jika ditujukan untuk manusia. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa leksem hamè, meutieuen, brat, bunténg, mumè, dan ulu merupakan pasangan sinonim yang dapat saling menyulih tergntung pada situasi dan kondisi pemakai bahasa.

Berdasarkan perbedaan makna yang dimiliki oleh tiap-tiap leksem tersebut, terlihat leksem-leksem tersebut digunakan pada situasi dan referen yang berbeda meskipun menunjukkan medan makna yang sama. Hal ini juga berlaku pada leksem yang menyatakan ‘hamil’ dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, leksem yang digunakan adalah hamil, bunting, dan mengandung. Perhatikan contoh berikut!

(6a) Istrinya sedang hamil. (6b) Istrinya sedang bunting. (6c) Istrinya sedang mengandung.

Dalam bahasa Aceh, semau leksem yang menyatakan ‘hamil’ seperti yang telah disebutkan sebelumya dapat digunakan. Hal ini dapat dilihat dalam contoh berikut. (6d) Inong jih teungoh hamè.

‘Istrinya sedang hamil.’ (6e) Inong jih teungoh meutieuen.

‘Istrinya sedang hamil.’ (6f) Inong jih teungoh brat.

‘Istrinya sedang hamil.’ (6g) Inong jih teungoh bunténg .

‘Istrinya sedang bunting.’ (6h) Inong jih teungoh mumè.

‘Istrinya sedang hamil.’ (6i) Inong jih teungoh ulu.

‘Istrinya sedang hamil.’

Kalimat (6a) s.d. (6i) di atas menyatakan makna dan referen yang sama yaitu keadaan hamil pada manusia. Kalimat (6a) merupakan leksem umum yang digunakan dalam bahasa Indonesia yang memiliki nilai rasa netral dibandingkan (6b) dan (6c). Kalimat (6b) merupakan leksem yang memiliki nilai rasa lebih kasar daripada kalimat (6a) dan (76). Kalimat (6c) merupakan leksem yang memiliki nilai rasa lebih halus daripada leksem (6a) dan (6b). Kalimat (6d) s.d. (6i) dalam bahasa Aceh dapat berterima. Perbedaannya hanya terletak pada gradasi dan tingkatan nilai rasa seperti yang telah dijelaskan dalam teknik substitusi sebelumnya.