Sinopsis 『二十四のひとみ』Nijuushi no Hitomi karya 壺井栄 Sakae

31 Sinopsis 『二十四のひとみ』Nijuushi no Hitomi karya 壺井栄 Sakae

Tsuboi 35 Sejak pergantian tahun ajaran baru di desa Tanjung, Bu Oishi mulai mengajar untuk menggantikan guru wanita yang lama yang akan menikah. Karena seperti kebia-saan di desa Tanjung, guru wanita apabila sudah menikah harus mengikuti suaminya. Sedangkan guru laki-laki yang mengajar di desa Tanjung adalah guru yang sudah tidak mungkin menjadi kepala sekolah, sehingga mau ditempatkan di desa terpencil seperti desa Tanjung.

Mulai saat itu anak-anak desa Tanjung mulali mengatur strategi untuk meng-goda guru barunya seperti kebiasaan pada waktu sebelumnya. Setiap ada guru yang datang, mereka digoda sampai menangis. Anak-anak menganggap

1. Kotsuru Kabe, anak perempuan seorang pesuruh dan banyak bicara.

2. Masuno Kagawa, anak perempuan seorang pemilik restoran.

3. Kotoe Katagiri, anak perempuan tukang kayu.

4. Matsue ( Matchan ) Kawamoto, anak perempuan tukang kayu.

5. Fujiko Konoshita, anak perempuan seorang bangsawan.

6. Misako ( Miisan ) Nishiguchi, anak perempuan keluarga berada.

7. Sanae Yamaishi, gadis yang malu-malu tetapi cemerlang.

8. Nita Akizawa, anak laki-laki yang banyak bicara dengan suara keras.

9. Isokichi ( Sonki ) Okada, anak laki-laki pedagang tahu.

10. Tadashi ( Tanko ) Morioka, anak laki-laki kepala nelayan.

11. Takeichi Takeshita, anak laki-laki pedagang berasanak yang berotak cemerlang.

12. Kichiji Tokuda, anak laki-laki pendiam. Tetapi apa yang dilakukan anak-anak terhadap Bu Oishi dihadapinya

dengan bijaksana, sehingga membuat anak-anak tidak berkutik. Akhirnya menjadi sebuah persaingan yang positif. Sehingga menghasilkan suatu prestasi yang memuaskan. Kemudian anak-anak desa Tanjung dan Bu Oishi senantiasa bersaing untuk berangkat ke sekolah, sehingga anak-anak tidak ada yang terlambat masuk kelas. Dan inipun menjadi catatan khusus bagi kepala sekolah, karena sebelumnya ini tidak pernah terjadi.

Setelah hampir satu tahun Bu Oishi mengajar, kejadian dmei kejadian dialami oleh Bu Oishi. Yang paling tragis adalah ketika desa Tanjung terkena musibah angin topan, yang memporak-porandakan rumah-rumah. Bu Oishi dan anak-anak bergotong royong membersihkan keadaan. Setelah itu mereka beristirahat dan bermain-main ke pantai. Kaki Bu Oishi terperosok ke dalam pasir yang mengakibatkan kakinya patah dan tidak dapat mengajar lagi.

Sekian lamanya Bu Oishi tidak mengajar, anak-anak tidak dapat menahan kerinduannya untuk bertemu dengan Bu Oishi yang dicintainya. Dengan Sekian lamanya Bu Oishi tidak mengajar, anak-anak tidak dapat menahan kerinduannya untuk bertemu dengan Bu Oishi yang dicintainya. Dengan

Keadaan yang tak kunjung ada perubahan pada luka yang terdapat pada kakinya menyebabkan ia harus meminta ijin untuk berhenti mengajar sampai kakinya pulih benar. Hal ini sebenarnya sesuatu yang sangat memberatkan Bu Oishi, karena dia sangat mencintai anak-anak, demikan pula sebaliknya. Setelah ia berbicara dengan ibu-nya akhirnya ia memutuskan untuk berhenti mengajar. Ia datang ke desa Tanjung dengan naik perahu untuk berpamitan kepada anak-anak dalam perpisahan yang mengharukan.

Setelah beberapa waktu berlalu dan Jepang sudah melewati masa-masa depresi juga anak-anak pun berkembang menjadi besar. Bu Oishi sudah mengajar seperti semula. Anak-anak mulai mendapat semangat baru kembali. Ini hanya berlangsung sementara karena setelah itu anak-anak harus menentukan pilihan dalam menghadapi masa perang, terutama yang laki-laki terkena wajib militer. Bagi murid perempuan ada yang ingin menjadi guru. Yang membuat Bu Oishi sedih adalah yang menjadi tentara untuk dikirim ke medan perang membela Kaisar. Entah mereka akan kembali atau tidak. Jepang mengalami kekalahan dan ini merupakan waktu perpisahan yang dirasakan oleh Bu Oishi sebagai perpisahan yang mencekam dan sangat lama.

Sedikit kegembiraan yang bisa dirasakan oleh Bu Oishi setelah perang usai, tetapi rambut Bu Oishi sudah memutih dan umurnya sudah lanjut. Ia bertemu dengan mantan anak didiknya yang tersisa yaitu Masako yang sudah menjadi pegawai, dan Sanae yang mengusahakan Bu Oishi agar bisa mengajar anak- anaknya. Walaupun dari sekian banyak muridnya juga ada yang tewas dalam peperangan untuk negara, termasuk anak Bu Oishi yang meninggal akibat perang.

Kalau Bu Oishi mengingat masa-masa lalu yang dialami oleh murid- muridnya dulu sebelum perang, ia hanya bisa menangis, sehingga ia dijuluki sebagai guru yang cengeng. Ia hanya dapat berkumpul dengan sisa-sisa orang yang masih ada yaitu ; Isokichi yang sudah kehilangan matanya, Sanae, Fujiko, Masuno dan Kochiji. Mereka semua bernyanyi untuk mengenang muridnya yang telah meninggal dengan lagu yang mereka pelajari ketika mereka di sekolah dasar.

Mereka bernyanyi dalam suasana isak tangis dalam acara reuni yang dilakukan oleh Sanae dan kawan-kawannya.