Sinopsis 『 羅 生 門 』 Rashomon karya 芥 川 竜 之 介 Akutagawa Ryuunosuke

13 Sinopsis 『 羅 生 門 』 Rashomon karya 芥 川 竜 之 介 Akutagawa Ryuunosuke

Pada suatu senja di hari hujan seorang laki-laki sedang berdiri sendirian menunggu redanya hujan di sebuah gerbang bernama Rashomon di Kota Kyõto. Gerbang Rashomon yang kini terlupakan telah menjadi sarang bintang buas dan para perampok sekaligus penyamun. Bahkan mayat-mayat tak bertuan banyak berserakan di Gerbang tersebut sehingga ketika gelap tempat tersebut menjadi amat menyeramkan sehingga orang-orang tak berani mendekatinya. Bencana yang bertubi-tubi telah membuat perekonomian menjadi terpuruk. Akibatnya laki-laki itupun harus diberhentikan oleh juragannya, seorang samurai tempat dimana ia telah mengabdi bertahun-tahun. Ia tak tahu lagi harus kemana dan melakukan apa. Tak berdaya menghadapi nasib buruk yang sedang menimpanya. Dia pun harus memilih diantara dua, mati kelaparan di tempat yang penuh binatang buas dan sarang penyamun ini atau pergi dari sini dan menjadi pencuri. Berkali-kali dua pilihan tersebut menghantuinya hingga menekan dirinya.

Sampai di tengah malam ia melihat seberkas cahaya bergerak ke atas gerbang yang penuh mayat. Ia pun melihat sosok kurus berambut panjang yang ia sangka hantu sedang melucuti rambut-rambut mayat tersebut. Terdorong rasa moralitas yang tinggi ia pun menangkap sosok tersebut. Ternyata hanyalah seorang Nenek Tua yang sedang mencari rambut orang mati untuk dibuat rambut palsu demi sesuap nasi.

Nenek Tua itupun menceritakan tentang kehidupan orang-orang di Kota Kyõto yang sangat sulit dan serba menghalalkan segala cara demi sesuap nasi agar mampu bertahan di tengah keterpurukan ekonomi akibat berbagai bencana di kota tersebut. Terdorong oleh cerita Nenek Tua yang memperbolehkan menghalalkan segala cara itulah maka Tokoh Gennin pun atau laki-laki tadi memutuskan untuk menjadi pencuri. Sebagai langkah awal Tokoh Gennin pun merampok pakaian Nenek Tua tersebut lalu dengan kasar menendangnya hingga jatuh ke bawah Gerbang. Sementara dia sendiri pergi melarikan diri entah kemana.

14 Sinopsis『蜘蛛の糸』Kumo no Ito(Jaring Laba-Laba)karya 芥川竜之

介 Akutagawa Ryuunosuke

Pada suatu hari Sang Budha berjalan-jalan sendirian di tepi kolam teratai di taman surga. Bunga-bunga teratai bermekaran di kolam itu berwarna putih bagaikan mutiara dengan putik bunga keemasan dan benang sari di tengah- tengahnya yang menebarkan aroma memenuhi udara.Saat itu hari masih pagi di surga. Sejenak Sang Budha berdiri di tepi kolam, melalui celah terbuka di antara dedaunan yang menutupi permukaan air tiba-tiba terpampang sebuah pemandangan.Karena dasar neraka terhampar di bawah kolam teratai surga, sungai bercabang tiga yang menuju kegelapan abadi dan puncak Gunung Jarum dapat terlihat melalui kristal permukaan air, bagaikan sebuah teropong.

Lalu matanya tertumbuk pada seorang lelaki bernama Kandata yang berada di dasar neraka bersama para pendosa lainnya. Kandata semasa hidupnya adalah seorang perampok kelas berat yang telah banyak berbuat kejahatan; membunuh, membakar rumah-rumah dan hanya memiliki sebuah perbuatan baik. Suatu kali saat dia berjalan di tengah hutan belantara dilihatnya seekor laba-laba sedang merayap di tepi jalan. Dengan cepat ia mengangkat kakinya bermaksud hendak menginjak makhluk itu sampai lumat, namun tiba-tiba ia berpikir, “Ah, tidak, tidak. Sekecil inipun dia mempunyai nyawa. Alangkah memalukannya bila aku membunuhnya tanpa alasan, “ dan diapun membiarkan laba-laba itu tetap hidup.

Ketika memandang ke neraka, Sang Budha teringat bagaimana Kandata telah menyelamatkan kehidupan seekor laba-laba. Dan sebagai balasan atas perbuatan baiknya itu, dia ingin membantunya keluar dari neraka. Untunglah, saat dia menatap sekelilingnya, tampak seeokr laba-laba surga sedang membuat sarang indah keperak-perakan yang terbentang di antara dedaunan bunga teratai. Sang Budha dengan tenang mengambil seutas jaring laba-laba dengan tangannya. Dijatuhkannya benang itu ke dasar neraka yang terhampar di antara bunga-bunga teratai yang berwarna seputih mutiara.

Kandata tengah terpuruk di dasar neraka bersama para pendosa lainnya. Di sana gelap gulita menyelimuti sekeliling. Kalaupun ada yang berkilau dalam kegelapan, itu berasal dari kilauan puncak Gunung Jarum yang menakutkan. Kesunyian mencekam di mana-mana. Satu-satunya yang terdengar hanyalah ratapan samar-samar para pendosa. Mereka telah mengalami siksaan hebat di neraka sehingga tak mampu lagi menjerit dengan suara nyaring.

Perampok ulung itu, Kandata, terbenam dalam genangan darah, tak bisa berbuat apa-apa selain berjuang agar tak tenggelam di kolam itu seperti seekor kodok sekarat. Namun saatnya telah tiba. Hari ini, ketika Kandata mengangkat kepalanya secara kebetulan dan menatap langit di atas Kolam Darah, ia melihat seutas jaring laba-laba berwarna keperakan menjulur ke arahnya dari arah surga yang tinggi, berkilat-kilat dalam kegelapan yang sunyi, seolah-olah menakut- nakuti mata manusia.

Saat dia melihat benda itu, Kandata bertepuk kegirangan. Jika dia bisa bergantung pada jaring itu dan memanjat setinggi mungkin, maka dia bisa membebaskan diri dari neraka. Jika semuanya berjalan lancar, dia bahkan bisa mencapai surga. Itu berarti dia akan terbebas dari Gunung Jarum dan Kolam Darah. Secepat pikiran itu melintas di benaknya, diraihnya jaring itu dan digenggamnya erat-erat dengan kedua tangannya. Ia mulai memanjat dengan segenap kemampuannya. Bagi seorang mantan perampok ulung, pekerjaan semacam itu bukanlah hal asing baginya.

Namun tak seorangpun tahu berapa jarak antara neraka dan surga. Walaupun dia telah berusaha sekuat tenaga, tidak mudah baginya untuk meloloskan diri. Setelah memanjat selama beberapa waktu akhirnya dia kelelahan Namun tak seorangpun tahu berapa jarak antara neraka dan surga. Walaupun dia telah berusaha sekuat tenaga, tidak mudah baginya untuk meloloskan diri. Setelah memanjat selama beberapa waktu akhirnya dia kelelahan

Dengan tangan tergantung pada jaring laba-laba, Kandata tertawa dan berteriak nyaring, pertama kalinya setelah bertahun-tahun sejak dia terpuruk di tempat itu. “Berhasil!” teriaknya. Namun tiba-tiba dia memandang ke bawah jaring itu dilihatnya para pendosa lainnya berduyun-duyun memanjat penuh semangat mengikuti jejaknya, naik dan terus naik, bagaikan upacara para semut.

Saat melihat hal itu, Kandata terbelalak sejenak dengan mulut ternganga. Bagaimana mungkin jaring laba-laba yang tipis itu dapat menahan beban sebanyak itu, sementara untuk menahan beban tubuhnya sendiripun nyaris putus? Jika jaring itu sampai putus, maka dia akan jatuh kembali ke dasar neraka setelah berhasil mencapai titik sejauh itu.

Namun sementara itu, ratusan bahkan ribuan pendosa merayap naik dari kegelapan Kolam Darah dan memanjat sekuat tenaga. Jika dia tak melakukan sesuatu dengan cepat, jaring itu pasti akan putus dan jatuh, pikirnya. Maka Kandata menghardik dengan suara lantang. “Hei, kalian para pendosa! Jaring laba-laba ini milikku. Siapa yang memberi izin kalian naik? Turun! Turun! ”

Tepat pada saat itu, seutas jaring tipis itu, yang sejauh ini tak menunjukkan tanda-tanda akan putus, tiba-tiba putus tepat di titik Kandata tengah bergantung. Tanpa sempat menjerit, dia meluncur deras ke arah kegelapan, terus melayang, berputar dan berputar. Setelah semuanya usai, hanya sisa jaring laba-laba surga itu saja yang tampak bergoyang berkilat-kilat tergantung di langit tak berawan.

Berdiri di tepi kolam teratai di Surga, Sang Budha menatap dari dekat semua kejadian tadi. Saat Kandata terpelanting bagai sebuah batu ke dasar Kolam Darah, dia meninggalkan tempat itu dan berjalan dengan mimik sedih. Tak diragukan lagi, hati dingin Kandata yang hanya ingin cari selamat sendiri dan kejatuhan orang itu kembali ke neraka, menyedihkan hati Sang Budha. Namun bunga-bunga teratai di kolam surga tak ambil peduli pada semua yang baru saja terjadi.

Bunga-bunga putih bak mutiara itu bergoyang-goyang di dekat kaki Sang Budha. Saat mereka bergoyang perlahan, dari putik-putik bunga berwarna keemasan di tengah-tengahnya, meruap aroma memenuhi udara. Saat itu hari telah menjelang siang di surga.

15 Sinopsis 『武蔵』Musashi (Jilid I) karya 芳川英治 Yoshikawa Eiji 20 Takezo adalah putra dari Shimmen Munisai, seorang samurai di Miyamoto.

Sejak kecil, Takezo ditinggal oleh ibunya yang menikah lagi dengan laki-laki lain. Ibunya tak tahan menghadapi sikap kasar ayahnya. Takezo kemudian hidup bersama ayah dan kakak perempuanya Ogin. Sebagai seorang anak yang kekurangan kasih seorang ibu dan perlakuan kasar ayahnya, membuat Takezo menjadi anak yang nakal dan seringkali bertindak sekehendak hatinya. Bahkan kemudian sering membuat onar di kampungnya.

Teman baik Takezo hanyalah Matahachi, anak dari Hon’iden yang juga keluarga samurai di kampungya. Ketika terjadi perang di Sekigahara yang merupakan babak awal dari peralihan kekuasaan ke tangan pemerintahan Tokugawa, kedua bersahabat itu ikut pula ke medan perang. Di dalam hati Takezo, saat itu terutama ingin membuktikan bahwa ia juga seorang anak samurai yang pemberani. Meski menderita kekalahan, keduanya sanggup meloloskan diri dari maut dan berhasil melarikan diri dari kejaran anak buah Tokugawa yang selalu berpatroli mencari dan menahan sisa pasukan musuhnya.

Hingga akhirnya nasib mempertemukan mereka dengan ibu dan seorang anaknya, Oko dan Akemi. Matahachi yang kemudian terbujuk oleh rayuan dan kecantikan Oko kemudian menikah dengan Oko dan tinggal di propinsi lain padahal di kampungnya, Otsu tunangan Matahachi, serta keluarganya bahwa sebenarnya Matahachi masih hidup dan tinggal di propinsi lain bersama Oko dan Akemi.

Ternyata niat baik Takezo akhirnya malah membuat dirinya dibenci oleh keluarga Hon’iden karena mereka menuduh Takezolah yang menyebabkan anaknya hilang. Hingga Osugi dan Gonroku, ibu dan paman Matahachi mencari dan bertekad meminta pertanggungjawaban Takezo. Tetapi Takezo tidak bisa ditangkap, sehingga orang kampung dan keluarga Hon’iden semakin gusar dan terus memburunya. Segala cara dilakukan untuk menangkap Takezo tetapi sia-sia, hingga akhirnya Takuan, seorang pendeta zen, siap menyerahkan Takezo hidup- hidup dalam waktu tiga hari. Dengan cara yang halus akhirnya Takuan dan Otsu berhasil menangkap Takezo.

Takezo diikat pada sebuah pohon tinggi dan dibiarkan terkena panas dan hujan sampai berhari-hari. Otsu yang menyaksikan penderitaan Takezo menjadi iba dan berniat melepaskan Takezo, hingga pada suatu malam, pada saat hujan deras Otsu berhasil menyelamatkan Takezo dan keduanya melarikan diri bersama- sama.

Otsu merasa Takezo adalah tempatnya bergantung setelah Matahachi harapan satu-satunya menghilang, sehingga ia rela ikut kemanapun Takezo pergi, tetapi Takezo ingin menyelamatkan kakaknya hingga Otsu tidak boleh ikut. Akhirnya mereka berpisah di celah Nakayama dengan janji bahwa mereka akan

bertemu lagi di jembatan Hanada di pinggiran Himeji 21 . Otsu berjanji akan menanti Takezo berapapun lamanya.Takezo kemudian melanjutkan perjalanannya kembali untuk mencari di mana Ogin ditahan.

Seminggu berlalu sejak ia bersumpah akan bertemu kembali dengan Otsu di jembatan Hanada. Takezo terkadang datang ke tempat tersebut secara sembunyi-sembunyi agar tidak dikenali orang. Akan tetapi hati kecilnya menjadi risau karena Otsu belum juga muncul. Pada suatu saat Takezo bertemu kembali dengan pendeta Takuan. Takezo yang selama ini dianggap perusuh dan musuh bagi kebanyakan orang di kampungnya akhirnya bisa dijinakkan oleh Takuan. Takuan membawa Takezo pergi ke puri Himeji untuk bertemu dengan Yang

Dipertuan Ikeda Terumasa yang kemudian menyerahkan kepada Takuan untuk memberi hukuman apa yang sesuai dengan pelarian tersebut.

Oleh Takuan Takezo dikucilkan di sebuah ruangan gelap selama tiga tahun untuk meditasi dan belajar. Dalam masa menjalani hukumanya itu Takezo banyak membaca buku seperti seni perang karangan Sun-tsu. Di sinilah akhirnya Takezo menemukan pencerahan atau Satori. Setelah menemukan pencerahan itu Takezo kemudian berganti nama Musashi dan ia memutuskan untuk menjadi seorang Sugyosha yaitu samurai pengembara, maka petualangan panjang pun dimulai.