Sinopsis 『伊豆の踊り子』Izu no Odoriko 22 (Penari Izu) (19) karya 川

18 Sinopsis 『伊豆の踊り子』Izu no Odoriko 22 (Penari Izu) (1918) karya 川

端康成 Kawabata Yasunari 23

Seorang anak SMU berusia dua puluh tahun melakukan perjalanan seorang diri ke daerah Izu 24 . Memasuki hari keempat, dengan penuh harapan berjalan

bergegas menuju arah selatan ke tempat pemandian air panas Yugano, karena berharap dapat bertemu lagi dengan rombongan anak wayang yang pernah dijumpainya ketika akan ke Yugashima. Ketika berteduh di sebuah warung teh, tanpa diduga harapannya terwujud karena dapat bertemu lagi dengan rombongan anak wayang yang sedang beristirahat sejenak. Wanita tua pelayan warung teh itu mengajaknya berteduh di suatu bilik karena ia basah kuyup dan kedinginan.

Di dalam bilik itu ada seorang kakek tua yang lumpuh di dekat perapian, badannya agak tembam seperti orang mati tenggelam. Wanita tua itu minta maaf kepadanya karena kakek itu adalah suaminya yang lumpuh bertahun-tahun. Saat akan beranjak dari warung teh itu, ia menanyakan dimana romobongan anak wayang yang baru saja pergi itu akan menginap. Namun jawaban pelayan tua itu sangat menghina rombongan anak wayang itu dan hal ini sangat menyinggung perasaannya.

Dalam perjalanan selanjutnya, ia mengejar langkah rombongan anak wayang itu yang terdiri dari seorang laki-laki dan empat orang perempuan. Eikichi, nama laki-laki itu mengajaknya ngobrol serta bercerita bahwa rombongannya adalah orang Habu dari pulau Oshima. Mereka meninggalkan kampung halaman

A student of the Tokyo Imperial University sets out on a trip to Izu south-west of Tokyo. During his tour, he meets a group of traveling entertainers, one of whom he falls in love with: the dancing girl. However, to his surprise he finds that she is only a child as he sees her wading in a outdoor hot spring. From that point he is charmed by her innocent purity, while at the same time

he comes more aware of his own self loathing. However, near the end of the story, he overhears the girl saying that he is a "good person", which helps to relieve him of some of his self hate. This was not Kawabata's first publication, but it was his initial success.

Ia merasakan keakraban dengan mereka dan sangat gembira ketika mengutarakan keinginannya untuk mengikuti perjalanan mereka. Mereka tidak menyangka ada orang yang mau mengajak berkawan, padahal orang-orang lain menghinanya. Suatu ketika, Eikichi berkunjung ke penginapannya dari pagi sampai sore, Eikichi bercerita tentang rombongannya yang terdiri dari perempuan berusia empat puluh tahun adalah mertuanya, Chiyoko istrinya, Kaoru adiknya, dan Yuriko penari upahan. Di penginapan sebelah, tampak rombongan wanita sedang mandi, seorang diantaranya tanpa selembar handuk pun menutupi tubuhnya. Dialah si penari, adik Eikichi yang ternyata masih anak-anak berusia empat belas tahun.

Ia menuju ke penginapan mereka dan bejanji akan meninggalkan Yugano bersama-sama, tetapi anak wayang itu masih tertidur. Melihat si penari tidur dengan bedak tebal, hatinya terasa pilu dan tersayat. Keberangkatan itu ditunda karena malam itu akan ada yang menanggap mereka. Simpatinya kepada rombongan anak wayang itu rupanya telah meresap pada dirinya. Dia menetapkan akan ikut terus sampai ke rumah mereka di Oshima dan meminta bantuannya dalam pertunjukan sandiwara di pelabuhan Habu pada tahun baru mendatang.

25 Perjalanan ke Shimoda melalui gunung, jalan yang curam mendaki dan menurun. Samar-samar terdengar percakapan diantara anggota rombongan itu

yang membicarakan dan memuji kebaikannya. Ia berterima kasih dalam hati pada mereka yang menganggapnya baik, karena ia merasa hanyalah seorang yatim piatu. Sampai di penginapan Koshuya, ia bermaksud mengakhiri perjalanan karena bekal uang sudah menipis. Mereka mengharapkan dapat datang lagi pada musim dingin yang akan datang.

Akhirnya tibalah saatnya berpisah dengan rombongan anak wayang. Hanya Eikichi yang mengantarkannya sampai di pelabuhan, dan selama Eikichi membeli karcis, seorang laki-laki pekerja kasar mendekatinya dan menitipkan seorang nenek dengan tiga orang cucu yang masih kecil. Laki-laki itu minta agar

nenek ini diantar dan dinaikkkan kereta listrik ke Ueno 26 , karena nenek itu akan pergi ke kampung halamannya Mito, tetapi tidak tahu apa-apa. Di dekat tempat naik kapal, si penari telah menunggu seorang diri. Dia hanya diam saja sejak semula sampai kapal terlihat agak jauh. Terlihat si penari melambaikan sapu tangan putih. Tanpa terasa air matanya bercucuran selama berada di kapal. Ia tak peduli menangis dilihat orang karena ia merasa bagaikan tidur tenteram dalam kepuasan yang menyegarkan.

19 Sinopsis 『雪国』Yukiguni 27 (Daerah Salju) (1947) karya 川端康成

Kawabata Yasunari

1968年度のノーベル文 学 賞 受賞 の際 、「雪国 」はノーベル委員会 に 特 に評価 された。 Shimamura, the main character of Snow Country rides from Tokyo to the snow covered hot

springs north of the capital where he has an affair with the passionate Komako. Kawabata describes the boarder separating the real world of Tokyo with the dream world of the hot spring town with the following, impressive first words of the novel. "As the steam train emerged from the tunnel, there was the snow country. The depths of the night were a white hue." This novel was sited as especially outstanding by the Nobel committee in 1968, the year Kawabata won the Nobel prize for literature. However one must consider that no one on the committee could read Japanese and therefore did not have access to the majority of Kawabata's works.

Tokoh utama Shimamura, adalah seorang laki-laki yang hidup mewah dari warisan orang tuanya, kegemarannya adalah mendaki gunung dan menulis tentang tarian Barat yang belum pernah dilihat dengan mata kepalanya sendiri. Shimamura sudah berkeluarga, sehingga hubungannya dengan wanita lain tidak mungkin akan meningkat menjadi ikatan resmi. Demikian juga hubungannya dengan Komako 28 , seorang wanita yang ditemuinya di sebuah perkampungan

pemandian mata air panas sesudah selama seminggu dia berkelana di pegunungan. Sebenarnya Shimamura menghendaki seorang wanita penghibur biasa (geisha) 29 ,

tetapi pada waktu itu ada perjamuan yang ramai, sehingga semua geisha sibuk, maka yang datang memenuhi panggilannya ialah Komako, seorang gadis yang sebenarnya bukan geisha, tetapi sering menolong menjamu tamu-tamu kalau semua geisha-geisha sibuk.

Komako tinggal di rumah seorang guru tari yang lumpuh, mempunyai seorang anak laki-laki yang sakit dan hampir meninggal. Hubungan Komako dengan laki-laki anak guru tari itu tidak jelas. Menurut tukang pijit, mereka bertunangan, tetapi Komako sendiri membantah hal itu. Namun demikian jelas bahwa Komako kemudian bekerja menjadi geisha agar memperoleh uang untuk membiayai pengobatan laki-laki itu di Tokyo. Juga hubungan Yukio (laki-laki

anak guru tari itu) dengan Yoko 30 , gadis yang merawatnya dalam kereta api, tidak

28 Berasal dari kanji【駒】 atau 【馬】 dan 【子】 bermakna anak kuda 29 芸者 Yang diutamakan dalam profesi geisha adalah keterampilan berkesenian dan kemampuan

berbincang dengan para tamunya, bukan hanya kecantikan fisik belaka. Apabila sudah berhenti dari tugasnya sebagai wanita penghibur, mereka dapat pindah ke pekerjaan yang berhubungan erat dengan dunia ke-geisha-an, seperti mengusahakan restoran, bar, atau toko di mana mereka dapat mempergunakan latar belakang ke-geisha-an serta koneksinya untuk menarik para langganan lama maupun baru. Kerap kali mereka menjadi selir, bahkan istri dari mantan tamunya. Ketika seorang geisha akan menikah, mereka mengakhiri profesinya. Sewaktu mereka masih bekerja, hubungan dengan para tamunya terdiri dari beberapa jenis. Pada umumnya dianggap ideal sekali apabila seorang geisha mempunyai seorang pelindung danna, dengan siapa ia terlibat secara emosional, seksual, dan ekonomi. Setiap geisha juga berusaha menciptakan hubungan berlangganan dengan tamu tertentu yang dapat yang dapat diandalkan serta merupakan favoritnya (gohiiki). Sebelum PD II, seorang geisha pada umumnya mempunyai seorang pelindung yang membiayai hidupnya, dan setiap geisha harus melewati suatu upacara deflorasi (deflowering ceremony/mizyage), yakni menghilangkan kegadisannya dengan seorang tamu penting, sebelum ia memperoleh status resmi sebagai seorang geisha. Namun pada masa kini mereka dapat hidup dengan hanya bergantung pada gaji dan tip saja, sehingga mereka tidak perlu lagi menggantungkan dirinya pada seorang pelindung (Danandjaja,1997: 392).

29 Nama Yoko bermakna しょくぶつ【植物】 tumbuh-tumbuhan.

jelas. Mungkin Yoko mencintainya, seperti nampak dari caranya merawat yang seperti istri terhadap suaminya dan dari kenyataan bahwa setelah Yukio meninggal setiap hari Yoko menziarahi makamnya, sementara Komako sama sekali tidak pernah melakukannya.

Hubungan antara Shimamura, Komako dan Yoko sangat berkaitan, dimana Shimamura dan Komako ada rasa saling mencintai tetapi keduanya tetap bisa menjaga diri. Di sisi lain Shimamura sebenarnya juga menyukai Yoko tetapi ia berusaha memendamnya sendiri. Sebenarnya antara Komako dan Yoko terdapat rasa saling tidak menyukai atau benci, hal itu dikarenakan Komako tidak senang melihat Yoko ada diantara Komako dan Shimamura sehingga Komako sering menjelek-jelekkannya. Sedangkan Yoko menjadi benci akibat Yoko merasa dirinya selalu dijelekkan oleh Komako namun Yoko masih mempunyai rasa perhatian terhadap Komako.

Suatu hari ketika Shimamura pulang dari perginya ke suatu tempat, ia bertemu dengan Komako di jalan dan akhirnya mereka pulang bersama. Dalam perjalanan pulang, mereka mendapati rumah guru musik Komako yang dikenalnya dengan gudang kepompong ulat sutera terbakar, mereka akhirnya berusaha mendatangi rumah yang terbakar itu. Sesampainya di tempat itu Komako menyuruh Shimamura untuk menunggunya karena Komako ingin melihatnya lebih dekat, tiba-tiba terlihat seorang wanita jatuh dari loteng rumah yang terbakar itu. Entah mengapa Shimamura menjadi tahu bahwa yang jatuh itu Yoko. Akhirnya Komako berhasil mendekati Yoko, ia ingin mengangkat Yoko pada dadanya, yang dilihatnya muka Yoko yang hampa namun tiba-tiba Komako menyuruh pada orang-orang di sekitar kejadian itu untuk minggir dan menyatakan bahwa anak yang meninggal itu tidak waras. Begitu Komako mengulangi kata- katanya. Namun ketika Shimamura hendak mendekati Komako yang mengeluarkan seruan hampir gila itu, Shimamura terdesak oleh orang-orang yang hendak mengambil Yoko dan akhirnya ia hanya bisa menengadah ke atas, terasa seolah-olah bima sakti berdesir mengalir ke dalam tubuhnya.

Senbazuru 31 (Seribu Burung Bangau) (1950) karya 川端康成 Kawabata Yasunari

20 Sinopsis 『千羽鶴』

Kikuji, seorang anak laki-laki muda, masa kecilnya dilingkupi oleh suatu keluarga yang sering terjadi di negeri Jepang, di samping kehadiran ibu kandung Kikuji sendiri, ayahnya juga mempunyai seorang gundik. Chikako (istri Kikuji) dan janda Nyonya Ota merupakan dua orang bekas gundik almarhum ayah Kikuji. Dengan meninggalnya sang ibu, maka Kikuji pun menjadi sebatang kara. Rumah yang cukup besar peninggalan orang tua Kikuji, ditempati Kikuji bersama seorang pelayan. Kikuji, sebagai seorang bujangan tidak begitu menaruh perhatian dalam merawat rumah, dia sibuk dengan pekerjaan di kantor.

Chikako sebagai mantan gundik almarhum ayah Kikuji, merasa wajib mencarikan Kikuji seorang calon istri. Lewat sebuah perjamuan minum teh yang dia selenggarakan, Chikako mengatur pertemuan antara Kikuji dengan Yukiko, seorang gadis cantik yang senantiasa membawa saputangan bersulam gambar ribuan burung bangau berterbangan. Dalam perjamuan minum teh tersebut, Kikuji bertemu dengan bekas gundik ayahnya, Nyonya Ota yang pada saat itu didampingi oleh putri tunggalnya, Fumiko. Tidak seperti kebanyakan para ibu, yang biasanya berusaha mencarikan putrinya calon suami, janda cantik Ny Ota

まう。文子 かく は自分 の母 のようになるのを恐 れていたのか、身 を隠 してしまう。 Thousand Cranes has received praise both in Japan and abroad. The main character, Kikuji,

attends a tea ceremony in order to meet a perspective bride. Also attending the party is the widow Ota, who was once the lover of Kikuji's father, and her daughter. After the tea, Kikuji is approached by Ota, and they decide to have dinner at an inn. In the midst of their discussion about Kikuji's father, he and the widow make love. Later the daughter Fumiko in an attempt to stop this taboo relationship meets with Kikuji, but Kikuji falls in love with her and they also have a physical relationship. After that, Kikuji receives a call from the widow asking him to take care of her daughter. The same night, Ota commits suicide. However, Fumiko who possibly fears becoming like her mother disappears.

pada akhirnya hanyut pada nostalgia, dimana kenangan manis dirinya pada ayah Kikuji muncul lagi dengan kuatnya pada kehadiran Kikuji sendiri. Dan keluwesan serta daya pikat yang dimiliki oleh bekas gundik ayahnya, dapat menyudutkan Kikuji pada sebuah situasi yang memukau dirinya Kikuji meniduri Ny Ota.

Pergaulan yang tidak wajar tersebut diketahui oleh Fumiko, kemudian Fumiko mendatangi Kikuji, mohon agar hubungan intim semacam itu jangan dilanjutkan lagi. Menyadari adanya campur tangan anaknya Fumiko, yang blak- blakan menyatakan bahwa Kikuji akan merencanakan perkawinan dengan Yukiko, Nyonya Ota mendapat suatu pukulan batin yang akhirnya menjerumuskan dirinya pada tindakan bunuh diri.

Betapa Chikako kecewa, usahanya sia-sia mengawinkan Kikuji dengan Yukiko, betapa Fumiko diam-diam mencintai Kikuji dan juga betapa Kikuji sendiri akhirnya menaruh hati pada putri janda Ny. Ota itu. Dan cerita ditutup oleh Kawabata pada usaha Kikuji yang berusaha menemukan tempat tinggal Fumiko yang baru, tapi tidak berjumpa dengan orangnya. Fumiko ternyata tidak ada di sana. Seorang gadis kira-kira berumur antara dua belas tiga belas tahunan – yang kalau melihat pakaiannya baru saja pulang dari sekolah – muncul di pintu sebentar.

“Nyonya Ota keluar. Katanya ia pergi dengan seorang teman”. “Pergi? Piknik? Jam berapa ia pergi? Dan kemana katanya ia pergi?” “Aku betul-betul tidak tahu. Ibu keluar”. Gadis kecil dengan alis mata yang kecil itu kelihatannya takut terhadap

Kikuji. Ia masuk dan tidak muncul-muncul lagi. Kikuji masih menoleh ke belakang ketika ia akan melewati pintu pagar, tapi ia tidak tahu yang mana kamarnya Fumiko. Rumah yang bertingkat dua itu betul-betul bersih dan mempunyai sebidang kebun kecil. Fumiko pernah bilang bahwa maut selalu menanti di telapak kakinya.

Tiba-tiba Kikuji merasa kakinya kedinginan. Ia mengusap mukanya dengan saputangan. Tampak darah tercoret di saputangan itu. Melihat hal itu, ia makin keras mengusap mukanya. Saputangan itu basah dan hitam. Keringat dingin terasa menegur di punggungnya.