Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Sama Daerah

35 kapasitas bagi sumber daya manusianya, dan memberikan dukungan dana operasional pada tahap awal lembaga kerja sama antar daerah itu berdiri.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerja Sama Daerah

Dukungan dari masing-masing pihakkelompok sebagai komponen dari kerja sama akan menentukan keberlangsungan dan keberhasilan sebuah kerja sama. Menurut Sanctyeka 2009, faktor-faktor yang mendukung sebuah kerja sama antar daerah yaitu :

1. Komitmen pimpinan daerah. Hal ini menjadi faktor utama didalam

terselenggaranya kerja sama antar daerah agar menjadi lebih efisien-efektif dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan sebuah pemahaman bersama terhadap keuntungan yang didapat bagi masing-masing daerah ketika menjalankan sebuah kerja sama antar daerah, berdasarkan pengalaman bahwasanya besar dan kuatnya komitmen pimpinan daerah eksekutif dan legislative, seringkali menghasilkan keberanian dalam mengambil langkah inovasi walaupun dari segi regulasi terkadang masih “lemah”.

2. Identifikasi kebutuhan. pengidentifikasian kebutuhan daerah terhadap

objek yang akan dikerjasamakan. Untuk itu diperlukan sebuah penjajakan terhadap kebutuhan tersebut. Beberapa medote yang di gunakan didalam melakukan pengidentifikasian kebutuhan antara lain Capacity Building Need Assasment CBNA. Sebuah teknik yang mencoba menganalisa kapasitas terhadap tiga aspek yaitu aspek sistemkebijakan, aspek kelembagaanorganisasi, maupun aspek individu. Metode lain yang juga pernah digunakan didalam melakukan kajian kerja sama antar daerah adalah metode SKAD Skenario Kerja sama Antar Daerah, metode ini mencoba mengidentifikasi kegiatan KAD yang layak dan mendesak untuk dilakukan dalam konteks KAD. Pentingnya mengidentifikasi kebutuhan adalah untuk efektifitas serta sinergisnya program yang dikerjasamakan dengan perencanaan pemerintah daerah yang telah dibuat.

3. Pengintegrasian dan harmonisasi. Yaitu mengintegrasikan serta

mengharmonisasikan kebutuhan isu atau sektor yang akan dikerjasamakan kedalam sistem perencanaan daerah yang telah ada atau yang akan dibuat 36 RPJP, RPJMD, atau RKPD. Dalam proses pengidentifikasian, kerap kali kita temui banyak isu maupun sektor yang dapat dikerjasamakan, sehingga analisis prioritas terhadap isusektor tersebut perlu dilakukan, dan yang terpenting adalah mencoba mengintegrasikannya ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran daerah yang ada, ini bermaksud agar program kerja sama nantinya lebih berkelanjutan.

4. Partisipatif. Yaitu melibatkan multi stakeholder untuk berpartisipasi di

dalam setiap proses, baik pada tahap perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan program, serta pengawasan dan evaluasi terhadap program kerja sama tersebut. Ini dimaksudkan agar sebuah kerja sama antar daerah adalah milik bersama, bukan hanya milik pemerintah daerah saja, milik lembaga donor saja, atau pemerintah provinsipusat.

5. Analisa kelembagaan atau model kelembagaan. Ini dimaksudkan untuk

mendapatkan model atau format kelembagaan yang efektif terhadap kondisi wilayah kerja sama serta kapasitas dari daerah yang bekerja sama SDA, Keuangan, dan SDM. Tidak selalu lembaga yang memiliki fungsi yang kuat dan otonom menjadi sebuah model lembaga yang ideal.

6. Champion. Yaitu satu aktor yang berfungsi sebagai penggerak,

memotivasi, mendorong tahap awal atau pada saat sudah berjalan proses Kerja sama Antar Daerah. Pentingnya aktor yang berperan tersebut sangat dibutuhkan didalam memulai dan mengawal berjalannya proses kerja sama. Aktorchampion tersebut akan mempengaruhi dan mendorong pimpinan daerah lainnya untuk terlibat aktif di dalam mengawal kerja sama antar daerah, dengan selalu memonitoring perkembangan kepada SKPD atau tim yang terlibat di dalam operasional kerja sama yang sedang dilaksanakan. Selain faktor pendukung dalam kerja sama daerah, terdapat gambaran tentang faktor-faktor kendala dalam pelaksanaan kerja sama daerah adalah: perbedaan kepentingan dan prioritas, besarnya harapan terhadap pemerintah pusat khususnya dalam hat pendanaan, kuatnya peran pemerintah pusat, masalah dana serta tidak ada dokumen legalitas sebagai payung kerja sama Direktorat Kerja sama Pembangunan Sektoral dan Daerah. 37 Menurut Abdurrahman 2005 banyak kerja sama daerah maupun regionalisasi masih berhenti pada tataran MoU surat kesepakatan bersama atau kurang terasa manfaatnya. Hal ini antara lain disebabkan: a minimnya kesiapan perangkat per-undangundangan yang mendukung proses tersebut, terutama yang melekat pada Undang-undang otonomi daerah. b masih adanya kebiasaan strategi regionalisasi desentralistik yang sesuai dengan situasi serta kondisi di lapangan oleh para pelaku pembangunan. Sedangkan menurut Setiawan Winarso ed, 2002 permasalahan yang dapat diindentifikasi secara umum dari kerja sama daerah selama ini adalah belum tumbuhnya kesadaran akan pentingnya melakukan kerja sama oleh sebagian besar pemerintah lokal. Permasalahan berikutnya adalah apabila kesadaran untuk melakukan kerja sama antar pemerintah lokal sudah mulai muncul, maka perlu ada mekanisme dan prosedur yang jelas, aplikatif dan tepat proper sebagai stimulannya.

2.4 Keberhasilan Kerja Sama Daerah