Kajian Pustaka

2.1 Kajian Pustaka

  Kajian pustaka merupakan salah satu rangkaian penelitian yang berguna untuk mengetahui sejauh mana penelitian sebelumnya memiliki relevansi dengan penelitian ini. Kajian pustaka dibutuhkan untuk memberi arahan yang lebih baik dan memberikan gambaran umum dalam penelitian ini. Dalam kajian pustaka ini penulis merujuk beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dibahas.

  Penelitian yang berhubungan dengan perubahan identitas etnis Tionghoa di Bali sampai saat ini masih sangat kurang, terlebih lagi bila ditinjau dari aspek Kajian Budaya. Atas keterbatasan ini, beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan etnis Tionghoa dipergunakan untuk mendukung kepentingan penelitian yang berjudul “Perubahan Identitas Budaya Etnis Tionghoa Kasus di Desa Pupuan Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan”. Beberapa hasil penelitian dan pustaka yang berhubungan dengan etnis Tionghoa dipergunakan sebagai arahan dan perbandingan bagi kepentingan penelitian.

  Disertasi dari Erniwati yang berjudul China Padang dalam Dinamika Masyarakat Minangkabau dari Revolusi sampai Reformasi. Disertasi dari Erniwati menjelaskan bagaimana karakteristik China Padang yang minoritas di Padang khususnya ketika menghadapi masa revolusi, PRRI, Orde Lama, Orde Baru dan

  Reformasi. Proses yang panjang ini menjadikan identitas China Padang menjadi fluktuatif, menyesuaikan diri dengan politik yang ada. Akan tetapi pada waktu- waktu tertentu, China Padang memperlihatkan identitasnya baik sebagai anggota perkumpulan, keagamaan atau kongsi dagang. Hal ini memperlihatkan bahwa China Padang memiliki identitas ganda, namun ada unsur ruang, lokalitas Padang yang sangat mempengaruhi pembentukan identitas China Padang.

  Secara umum disertasi dari Erniwati yang mengambil perspektif historis memberikan penulis gambaran secara luas mengenai perkembangan identitas etnis yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup panjang, dari revolusi sampai reformasi. Konsep-konsep yang dipergunakan Erniwati, juga penulis pergunakan sebagai perimbangan dalam melakuan penelitian ini. Akan tetapi tentunya dibalik itu semua, penelitian yang penulis laksanakan berbeda dari disertasi Erniwati. Penelitian penulis akan mengambil fokus pada perubahan identitas budaya dengan melihat dari perspektif Kajian Budaya.

  Tesis dari I Ketut Wirata pada tahun 2005 yang berjudul Integrasi Etnis Tionghoa di Desa Adat Carangsari Kecamatan Petang Kabupaten Badung Bali, Suatu Kajian Budaya. Dalam tesisnya ini, Wirata meneliti tentang integrasi etnis Tionghoa kedalam masyarakat Bali. Etnis Tionghoa di Desa Adat Carangsari dikatakan Wirata terikat satu penyamaan dengan etnis Bali di Carangsari. Hal ini dimungkinkan dikarenakan etnis Tionghoa di Desa Adat Carangsari sama-sama menempati karang desa dengan etnis Bali. Selain itu terintegrasinya etnis Tionghoa ke dalam Desa Adat juga dibuktikan dengan etnis Tionghoa di Desa

  Adat Carangsari juga memiliki sanggah untuk memuja leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa, serta sama-sama memeluk agama Hindu.

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian Wirata adalah penelitian baik dari Wirata maupun penelitian yang akan penulis teliti sama-sama mengambil sudut pandang Kajian Budaya, selain itu, baik Wirata maupun penulis, sama-sama mempergunakan etnis Tionghoa sebagai objek penelitian yang diteliti. Sedangkan perbedaannya, Wirata menekankan penelitiannya pada integrasi etnis Tionghoa ke dalam Desa Adat Carangsari, mengapa etnis Tionghoa di Carangsari bisa berintegrasi ke dalam struktur masyarakat Bali, sedangkan penelitian ini terfokus pada perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan, yang tidak hanya mendapatkan pengaruh dari budaya Bali akan tetapi juga pengaruh dari kehidupan sosial ekonomi dan religi komunitas etnis Tionghoa di Desa Pupuan.

  Hasil penelitian dari Sutjiati Berata dkk, tahun 2010 yang berjudul Dari Tatapan Mata ke Pelaminan Sampai di Desa Pakraman, Studi Tentang Hubungan Orang Bali dengan Orang China di Bali yang diterbitkan oleh Udayana University Press. Penelitian ini mengambil lokasi di beberapa tempat di Bali, diantaranya, Desa Baturiti, Denpasar, Desa Carangsari dan Desa Padangbai yang mana menghasilkan beberapa buah simpulan mengenai hubungan antar etnis Tionghoa dengan etnis Bali di tengah kehidupan masyarakat yang multikultur khususnya mengenai pernikahan campur yang terjadi antar etnis Tionghoa dengan etnis Bali. Selain itu, dalam penelitian ini juga dijelaskan mengenai implikasi kebersamaan orang Bali dengan orang China dalam desa Pakraman. Penelitian dari Sutjiati Berata ini bisa dikatakan mengambil perspektif yang multidisipliner, dikarenakan Hasil penelitian dari Sutjiati Berata dkk, tahun 2010 yang berjudul Dari Tatapan Mata ke Pelaminan Sampai di Desa Pakraman, Studi Tentang Hubungan Orang Bali dengan Orang China di Bali yang diterbitkan oleh Udayana University Press. Penelitian ini mengambil lokasi di beberapa tempat di Bali, diantaranya, Desa Baturiti, Denpasar, Desa Carangsari dan Desa Padangbai yang mana menghasilkan beberapa buah simpulan mengenai hubungan antar etnis Tionghoa dengan etnis Bali di tengah kehidupan masyarakat yang multikultur khususnya mengenai pernikahan campur yang terjadi antar etnis Tionghoa dengan etnis Bali. Selain itu, dalam penelitian ini juga dijelaskan mengenai implikasi kebersamaan orang Bali dengan orang China dalam desa Pakraman. Penelitian dari Sutjiati Berata ini bisa dikatakan mengambil perspektif yang multidisipliner, dikarenakan

  Penelitian ini memberikan peneliti gambaran mengenai bagaimana implikasi perkawinan campuran antara etnis Tionghoa dengan etnis Bali, yang mana penulis ingin mengetahui seberapa jauh perkawinan campuran ini mempengaruhi identitas budaya pada etnis Tionghoa diDesa Pupuan. Akan tetapi tentunya secara keseluruhan penelitian yang akan penulis laksanakan berbeda dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Sutjiati Berata dkk. Penelitian yang akan penulis lakukan mengambil cakupan yang lebih luas, yakni mengenai perubahan identitas budaya etnis Tionghoa. Selain itu lokasi penelitiannya pun berbeda sehingga hasil penelitian, pada nantinya akan berbeda. Sedangkan perspektif penelitian akan berbeda karena perspektif penelitian yang akan penulis gunakan adalah perspektif kajian budaya.

  Buku yang berjudul Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas: Hubungan Antara Ingatan Kolektif dan Media, karangan Aimee Dawis, Phd terbit tahun 2010. Buku ini sebenarnya adalah terjemahan disertasi Aimee Dawis yang berjudul “The Chinese of Indonesia and Their Search for Identity: The Relationship Between Collective Memory and the Media” yang menceritakan tentang saat-saat penuh bahaya dalam sejarah Indonesia ketika Orde Baru pimpinan Soeharto menerapkan kebijakan akulturasinya terhadap orang Tionghoa Indonesia. Pemerintah Orde Baru ketika itu mengeluarkan larangan penggunaan tradisi, bahasa dan kesenian etnis Tionghoa dimuka umum dalam upaya Buku yang berjudul Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas: Hubungan Antara Ingatan Kolektif dan Media, karangan Aimee Dawis, Phd terbit tahun 2010. Buku ini sebenarnya adalah terjemahan disertasi Aimee Dawis yang berjudul “The Chinese of Indonesia and Their Search for Identity: The Relationship Between Collective Memory and the Media” yang menceritakan tentang saat-saat penuh bahaya dalam sejarah Indonesia ketika Orde Baru pimpinan Soeharto menerapkan kebijakan akulturasinya terhadap orang Tionghoa Indonesia. Pemerintah Orde Baru ketika itu mengeluarkan larangan penggunaan tradisi, bahasa dan kesenian etnis Tionghoa dimuka umum dalam upaya

  

  Ironisnya era keterbukaan ini dimulai dengan saat-saat yang kelam bagi etnis Tionghoa, di mana terjadi perampokan, pembunuhan, pemerkosaan terhadap etnis Tionghoa. Sedikit berbeda dengan buku yang ditulis oleh Aimee Dawis, penelitian ini akan terfokus pada perubahan identitas budaya etnis Tionghoa dengan studi kasus di Desa Pupuan, di mana identitas komunitas Tionghoa di sana terbentuk tidak hanya disebabkan oleh akulturasi paksa yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga hasil kompromi budaya dengan budaya sekitarnya, selain itu bidang kajian dari penelitian ini berbeda. Aimee Dawis mengambil dari bidang Kajian Media, sedangkan penelitian ini akan bersudut pandang Kajian Budaya.

  Namun, dibalik perbedaan-perbedaan yang ada, tulisan dari Dawis ini sedikitnya memberikan gambaran bagi penulis untuk membayangkan bagaimana perkembangan situasi secara umum di Indonesia bagi etnis Tionghoa, khususnya bagaimana etnis Tionghoa memandang media sebagai sarana untuk bernostalgia terhadap kehidupan etnis Tionghoa pada masa lampau, baik itu melalui film-film kungfu maupun berita-berita.

  Tulisan dari Sulistyawati, pada tahun 2011 yang berjudul Pengaruh Kebudayaan Tionghoa Terhadap Peradaban Budaya Bali yang termuat pada Bunga Rampai Integrasi Budaya Tionghoa kedalam Budaya Bali dan Indonesia

  terfokus pada akulturasi yang terjadi antara budaya etnis Tionghoa ke dalam budaya Bali, di mana unsur-unsur budaya etnis Tionghoa melebur menjadi satu ke dalam budaya Bali. Terdapat 7 poin yang ingin diungkapkan Sulistyawati dalam tulisannya ini. Pertama pengaruh budaya Tionghoa terhadap sistem religi dan upacara keagamaan; kedua pengaruh budaya Tionghoa terhadap sistem dan organisasi kemasyarakatan; ketiga, pengaruh budaya Tionghoa terhadap sistem pengetahuan; keempat, pengaruh budaya Tionghoa terhadap bahasa; kelima pengaruh budaya Tionghoa terhadap kesenian; keenam pengaruh budaya Tionghoa terhadap mata pencaharian hidup; dan ketujuh pengaruh budaya Tionghoa terhadap sistem teknologi dan peralatan (2011:14-39). Tulisan dari Sulistyawati ini mengambil sudut pandang dari perspektif budaya Tionghoa.

  Tulisan dari Sulistyawati ini memberikan penulis gambaran tentang besarnya pengaruh budaya Tionghoa dalam budaya Bali. Bahkan bisa dikatakan berdasarkan tulisan ini, bahwa hampir semua unsur budaya Bali mendapatkan pengaruh dari budaya Tionghoa. Penelitian yang akan dilakukan penulis akan mengambil gambaran yang berbeda dari tulisan Sulistyawati ini, di mana penulis akan mengambil gambaran bagaimana budaya Bali, dan kehidupan sosial ekonomi religius komunitas etnis Tionghoa mempengaruhi identitas etnis Tionghoa yang terdapat di Desa Pupuan. Selain itu perbedaan penelitian penulis dengan tulisan Sulistyawati ini adalah, penulis akan mempergunakan perspektif Kajian Budaya dalam melakukan penelitian.

  Penelitian Made Purna pada tahun 2008 yang berjudul Pengaruh Kebudayaan Tionghoa Dalam Pembentukan Identitas Budaya Spiritual Bali:

  Sebuah Model Integrasi Budaya, yang termuat dalam Jurnal Penelitian Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, menyatakan bahwa perkenalan budaya Tionghoa terhadap budaya Bali sudah ada semenjak abad ke 7 Masehi, di mana Bali pada saat itu sudah dikenal oleh China dikarenakan oleh pemerintahannya yang sudah dianggap maju. Dalam bidang religi, banyak tradisi-tradisi, cerita- cerita maupun tarian-tarian yang mendapatkan pengaruh dari etnis Tionghoa. Misalkan saja pada Barong Landung, di mana keberadaan Barong Landung berdasarkan pada mitologi rakyat Kang Cing Wi, Dalem Balingkang dan Dewi Danu. Selain itu dalam penelitiannya, Purna juga meneliti tentang unsur-unsur perekatintegrasi antara budaya Bali dengan etnis Tionghoa, yang diantaranya masalah kawin, sama-sama menghormati leluhur dan simbol-simbol keagamaan. Khusus mengenai simbol-simbol keagamaan Purna, menjelaskan bahwa kesamaan simbol-simbol keagamaan menjadikan hubungan antara etnis Tionghoa dengan budaya Bali menjadi sangat erat.

  Persamaan penelitian ini dengan penelitian Purna adalah sama-sama melihat adanya hubungan erat antara budaya Bali dengan etnis Tionghoa, sehingga menjadikan kedua unsur ini saling mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan perbedaannya adalah penulis akan mengambil perspketif dari kajian budaya, berbeda halnya dengan Purna yang mengambil perpektif dari antropologi. Penelitian penulis juga lebih terfokus pada perubahan identitas yang ada pada etnis Tionghoa yang mengambil studi kasus di Desa Pupuan.

  Buku yang berjudul Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa, sebuah karya dari Onghokham yang terbit tahun 2009. Buku ini sebenarnya adalah kumpulan Buku yang berjudul Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa, sebuah karya dari Onghokham yang terbit tahun 2009. Buku ini sebenarnya adalah kumpulan

  Terdapat 14 artikel yang dimuat dalam buku ini dari 41 artikel yang Ong sumbangkan kepada Star Weekly. Jika dilihat dan dianalisis, terdapat 4 poin bahasan yang dimuat dalam buku ini yang saling terikat satu sama lain. Pertama mengenai sejarah sosial politik orang Tionghoa peranakan di Jawa, Madura dan Filipina. Kedua mengenai pandangan Ong terhadap kedudukan Tionghoa dalam tataran masyarakat Indonesia. Ketiga, kontribusi Ong atas polemik mengenai akulturasi versus integrasi, di mana Ong merupakan salah satu tokoh utama akulturasi hingga tahun 1963, dan yang keempat membahas mengenai keluarga Ong yang merupakan keturunan keluarga Han dan Tan yang cukup disegani di Jawa Timur.

  Sedikit berbeda dengan buku yang ditulis oleh Onghokham, penelitian ini akan terfokus pada perubahan identitas etnis Tionghoa, dengan mengambil kasus di Desa Pupuan dan mempergunakan perspektif kajian budaya. Akan tetapi, buku ini bisa menjadi salah satu perbandingan untuk melihat akulturasi yang terjadi di Jawa, Madura, Filipina dengan yang terjadi di Bali.

  Selain kajian-kajian di atas secara keseluruhan masih banyak penelitian laporan karya tulis yang membicarakan tentang etnis Tionghoakhususnya Selain kajian-kajian di atas secara keseluruhan masih banyak penelitian laporan karya tulis yang membicarakan tentang etnis Tionghoakhususnya