SIMPULAN DAN SARAN
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Berdasarkan analisis dan kajian yang dilaksanakan terhadap Perubahan Identitas Budaya Etnis Tionghoa di Desa Pupuan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pertama, perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan terlihat pada perubahan identitas agama dan kepercayaan, perubahan identitas bahasa dan juga perubahan nama.
Perubahan identitas agama dan kepercayaan etnis Tionghoa di Desa Pupuan merupakan sebuah perubahan yang terjadi secara bertahap. Pada awalnya, permasalahan agama apa yang dianut, bukanlah menjadi masalah. Akan tetapi ketika agama menjadi sebuah identitas legal formal diterapkan oleh pemerintah, maka etnis Tionghoa mulai mengadopsi agama kedalam identitas mereka. Pada awalnya, sebagian besar masyarakat etnis Tionghoa di Desa Pupuan menganut agama Hindu, dengan tetap menjalankan tradisi-tradisi leluhurnya. Pada perkembangan berikutnya, etnis Tionghoa secara agama mulai beralih untuk memeluk agama Buddha, tanpa meninggalkan tradisi leluhur dan tradisi Hindu Bali yang selama ini dilakukannya. Hal ini kemudian membentuk identitas baru yang hibrid, memadukan tradisi Tionghoa, ajaran Hindu, ajaran Buddha dan dengan identitas agama di KTP yang berbeda.
Perubahan penggunaan bahasa pada masyarakat etnis Tionghoa di Desa Pupuan terjadi lintas generasi, yang secara garis besar bisa dibagi menjadi 4 generasi. Generasi pertama masih kental dalam penggunaan bahasa bahasa ko’i. Generasi kedua, etnis Tionghoa di Desa Pupuan mulai mempergunakan bahasa Bali, hal ini dikarenakan semakin intensnya komunikasi antar budaya, dan juga ada kepentingan ekonomi, di mana etnis Tionghoa pada saat itu dominan sebagai pedagang, mau tidak mau harus belajar bahasa Bali, karena sebagian besar konsumen dan pekerjanya adalah orang Bali. Generasi ketiga, penggunaan bahasa ko’i semakin berkurang. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Bali dan bahasa Indonesia bahkan dalam komunikasi sesama etnis Tionghoa. Pada generasi ini terjadi peristiwa G 30 S PKI, yang menyebabkan adanya diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di seluruh Indonesia. Secara garis besar, masa kini etnis Tionghoa di Desa Pupuan mempergunakan bahasa hibrid yang merupakan campuran bahasa Bali, bahasa Indonesia dan kadangkala bahasa ko’i dalam kehidupan sehari –hari, di mana bahasa ko’i, hanya dipakai penyebutan istilah kekerabatan dan juga pada istilah besaran uang.
Kedua, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan. Faktor tersebut adalah adanya kesamaan pandangan antara etnis Bali dan etnis Tionghoa, adanya faktor sosial ekonomi, dan adanya perubahan politik pemerintah.
Adanya kesamaan pandangan merupakan faktor pertama yang merupakan modal penyebab identitas budaya etnis Tionghoa bisa mengalami perubahan. Etnis Tionghoa menjalankan suatu filosofi dasar yakni harmoni, toleransi dan Adanya kesamaan pandangan merupakan faktor pertama yang merupakan modal penyebab identitas budaya etnis Tionghoa bisa mengalami perubahan. Etnis Tionghoa menjalankan suatu filosofi dasar yakni harmoni, toleransi dan
Faktor kedua yang mendukung adanya perubahan identitas etnis Tionghoa di Desa Pupuan adalah faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi merupakan modal sosial dan modal simbolik yang memiliki peran dalam proses perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan. Modal sosial merupakan menunjuk pada jaringan sosial yang dimiliki pelaku (individu atau kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa sedangkan modal simbolik tidak terlepas dari kekuasaan simbolik yaitu kekuasaan yang memungkinkan untuk mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui kekuasaan fisik dan ekonomi berkat akibat khusus mobilisasi. Adanya faktor pertama dan kedua kemudian didukung oleh ranah dan habitus yang berkembang di Desa Pupuan, sehingga menjadikan praktik perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan menjadi sebuah keniscayaan.
Faktor ketiga yang mempengaruhi perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan adalah adanya perubahan politik dari pemerintah. Pemerintah melalui kekuasaan ideologi dan politiknya, mampu memaksa etnis Tionghoa (melalui berbagai peraturan perundangan) untuk mengubah identitas etnisnya. Akan tetapi di Desa Pupuan dikarenakan etnis Tionghoa sudah melakukan proses mimikri budaya, maka hegemoni yang dilakukan oleh Faktor ketiga yang mempengaruhi perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan adalah adanya perubahan politik dari pemerintah. Pemerintah melalui kekuasaan ideologi dan politiknya, mampu memaksa etnis Tionghoa (melalui berbagai peraturan perundangan) untuk mengubah identitas etnisnya. Akan tetapi di Desa Pupuan dikarenakan etnis Tionghoa sudah melakukan proses mimikri budaya, maka hegemoni yang dilakukan oleh
Selain itu, perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan, juga dipengaruhi oleh adanya perubahan hubungan antara negara China dengan Indonesia. Hubungan antar kedua negara mengalami pasang surut, yang dimulai pada tahun 1950-an pada masa Orde Lama. Kemudian mengalami masa yang paling suram pada awal pemerintahan Orde Baru dengan adanya pemutusan hubungan diplomatik dan keluarnya berbagai peraturan yang diskriminatif terhadap etnis Tionghoa. Hubungan ini kemudian kembali pulih sepenuhnya semenjak era reformasi bergulir yang ditandai dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mencabut segala aturan-aturan yang mendiskriminasikan etnis Tionghoa di Indonesia
Ketiga, melihat dari bentuk dan faktor yang menyebabkan perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan, tentunya akan menimbulkan implikasi dan makna bagi etnis Tionghoa. Implikasi yang timbul ini muncul secara sosial maupun individual.
Secara sosial, implikasi yang ditimbulkan ialah, rasa solidaritas yang tinggi antar etnis dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat sosial keagamaan di Desa Pupuan, akan tetapi sebaliknya ketika, etnis Tionghoa mulai meninggalkan identitas ke-Baliannya menuju kearah sebuah identitas yang berorientasi nasional dan internasional, maka mulai timbullah ruang, sekat antara etnis Tionghoa dengan etnis Bali. Secara individu, etnis Tionghoa ikut dalam kegiatan adat di Desa Pupuan maka ini akan membawa implikasi postif bagi dirinya sendiri, Secara sosial, implikasi yang ditimbulkan ialah, rasa solidaritas yang tinggi antar etnis dalam melaksanakan kegiatan yang bersifat sosial keagamaan di Desa Pupuan, akan tetapi sebaliknya ketika, etnis Tionghoa mulai meninggalkan identitas ke-Baliannya menuju kearah sebuah identitas yang berorientasi nasional dan internasional, maka mulai timbullah ruang, sekat antara etnis Tionghoa dengan etnis Bali. Secara individu, etnis Tionghoa ikut dalam kegiatan adat di Desa Pupuan maka ini akan membawa implikasi postif bagi dirinya sendiri,
Perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan tentunya menghasilkan makna baik bagi etnis Tionghoa maupun yang lainya. Perubahan identitas ini menghasilkan budaya bersifat yang bersift hibrid memperlihatkan adanya usaha etnis Tionghoa untuk menjaga harmonisasi hubungan dengan etnis Bali. Adanya harmonisasi ini selain didukung oleh modal dan ranah juga didukung oleh adanya filosofi dasar etnis Tionghoa yang mengutamakan adanya harmonisasi, toleransi dan perikemanusiaan.
Hibriditas identitas memungkinkan adanya pengenalan bentuk produksi identitas baru dan bentuk-bentuk budaya. Jadi hibriditas, dapat diterima sebagai suatu alat untuk memahami perubahan budaya lewat pemutusan strategis atau stabiliasi temporer kategori budaya (Barker, 2005:210).
Selain itu, dalam perubahan identitas budaya etnis Tionghoa di Desa Pupuan, juga terkandung makna ekonomi di dalamnya. Pada sejarahnya, etnis Tionghoa selalu mendominasi kegiatan ekonomi di Desa Pupuan, walaupun secara jumlah penduduk, jumlahnya tidak terlalu banyak. Keberhasilan ekonomi etnis Tionghoa di Desa Pupuan didukung oleh kerja keras dan hidup hemat sesuai dengan ajaran leluhur. Selain itu tentunya, adanya upaya etnis Tionghoa untuk belajar budaya setempat (bahasa, kebiasaan bahkan kepercayaan) sangat mendukung keberhasilan di bidang ekonomi di Desa Pupuan.
8.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dirumuskan beberapa saran:
Pertama, kepada masyarakat etnis Tionghoa dan etnis Bali di Desa Pupuan agar tetap menjaga kerukunan dan keberagaman, memperkuat rasa menyama braya, saling asah asih asuh.
Kedua kepada lembaga pemerintah agar bisa memfasilitasi apabila terjadi konflik yang terjadi antar etnis di Desa Pupuan, dikarenakan multikulturalisme merupakan asset, dan hibriditas merupakan salah satu solusi untuk menengahi konflik.
Ketiga kepada para peneliti khususnya dari bidang sejarah, antropologi dan arkeologi agar bisa membentuk sebuah tim yang mampu mengkaji bagaimana sejarah, perkembangan Desa Pupuan yang sampai saat ini datanya sangatlah sedikit. Tentunya hal ini sangat perlu didukung oleh masyarakat setempat.