memberikan rasa nyaman sehingga mengurangi rasa cemas, menghemat dana untuk perawatan dan obat-obatan bila seseorang tertular IMS Depkes RI, 2004.
2.2.3 Jenis
– Jenis Kondom
Dapat dijumpai beberapa jenis kondom yaitu :
a. Kondom Laki
– Laki
Kondom merupakan sarung dari latex yang tipis, digunakan pada penis ketika melakukan hubungan sexual. Kondom berguna untuk mengumpulkan semen
sebelum, selama dan sesudah ejakulasi dan menghalangi sperma memasuki vagina. Penggunaan kondom yang benar dapat mengurangi risiko terjadinya penularan
penyakit sexual dan dapat juga digunakan sebagai alat kontrasepsi. Kondom yang terbuat dari latex, efektif memberikan perlindungan terhadap virus termasuk HIV
dan banyak tersedia di pasaran. Kondom latex dirancang mempunyai permeabilitas membran yang dapat
menghambat lewatnya organisme dalam berbagai ukuran seperti spermatozoa dengan diameter 0,003 mm 3000 nm dan juga pathogen penyebab penyakit sexual seperti
N. gonorrhoeae 800 nm, C. trachomatis 200 nm, HIV 125 nm dan Hepatitis B 40 nm Dumasari, 2008.
a.1. Cara Penggunaan Kondom yang Benar:
a.1.1 Perhatikan tanggal kadaluwarsa, bila sudah kadaluwarsa jangan digunakan. a.1.2 Buka dengan hati-hati dari bungkusnya.
a.1.3 Tekan ujung kondom dengan 2 jari.
Universitas Sumatera Utara
a.1.4 Setelah alat kelamin laki-laki menegang pasangkan kondom pada ujung alat kelamin dan lepaskan gulungannya ke pangkal.
a.1.5 Lepas kondom setelah ejakulasi dengan hati-hati agar cairan sperma tidak tumpah.
a.1.6 Dan bungkus kondom setelah dipakai lalu dibuang di tempat sampah. a.1.7 Jangan menggunakan pelumas bahan dari minyak, misalnya handbody, lotion,
dll. Bahan ini dapat merusak kondom. Gunakan pelumas dengan bahan cair.
b. Kondom Wanita
Terdiri dari bahan polyurethane berbentuk seperti sarung atau kantong dengan panjang 17 cm 6,5 inci. Bahan polyurethane kurang menyebabkan reaksi alergi
dibandingkan kondom latex. Bahan tersebut juga kuat dan jarang robek. Kondom wanita ini dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit seksual termasuk HIV
apabila digunakan secara benar. Pada tiap ujung dari kondom terdapat cincinlingkaran yang lentur. Ujung
yang tertutup dengan cincin yang lentur, dimasukkan kedalam vagina untuk membantu supaya kondom tersebut tetap pada tempatnya. Sedangkan pada ujung
yang terbuka, cincin tetap berada disebelah luar vulva pintu masuk kedalam vagina.
2.2.4 Efektivitas Kondom Sebagai Alat Pelindung
Menurut prosedur tetap yang berlaku pada pabrik di negara maju tanpa krisis, satuan produk batch kondom dijual di pasar apabila dalam 1.000 buah
kondom tidak ada yang dapat dilewati barang sebesar 5 mikron. Dalam kajian dilapangan, hanya satu dari 10.000 kondom yang mampu melewatkan virus HIV.
Universitas Sumatera Utara
Disimpulkan bahwa efektivitas kondom untuk pencegahan kehamilan rata-rata sebesar 87, sedangkan efektivitas kondom untuk penularan IMS rata-rata sebesar
69. Penambahan pelumas lubrication menurunkan proporsi robek, namun bisa meningkatkan proporsi meleset dan penambahan spermisida baik yang sudah ada
dalam kondom maupun yang ditambahkan kemudian dapat membunuh hampir semua sperma dan sebagian kuman penyebab IMS Satoto, 2001.
Program 100 kondom di Thailand dirancangkan untuk menerapkan penggunaan kondom 100 disetiap pertemuan seks komersial di negeri itu. Karena
poros utama penularan HIV di Thailand itu dari pekerja seks komersial dengan laki- laki, dari laki-laki untuk istri-istri mereka dan dari istri ke anak-anak mereka. Dengan
mengurangi risiko penularan HIV dalam seks komersial akan menjadi efektif dalam memperlambat penyebaran epidemik HIV.
Di Thailand program tersebut sangat efektif. Dalam kurun waktu 5 lima tahun, penggunaan kondom pada aktifitas seks komersial di Thailand meningkat, dari
15 menjadi lebih dari 90 sedangkan jumlah orang yang terkena infeksi menular sesksual sangat menurun Ray, 2009.
Di Virginia, Juni 2000 dilaksanakan worksop yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas kondom laki-laki dalam mencegah penularan penyakit seksual
hasilnya : Davis dan Welle memperkirakan penggunaan kondom dapat menurunkan penularan HIVAIDS sebanyak 85 dibanding dengan yang tidak pernah
menggunakan kondom.
Universitas Sumatera Utara
Dua penelitian cross-sectional dan satu penelitian case control menemukan adanya penurunan resiko mendapat gonorrhoe pada laki-laki yang menggunakan
sebanyak 49-75 dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kondom. Penelitian cross-sectional pada PSK di Indonesia, adanya penurunan syphilis pada PSK yang
menggunakan kondom sebanyak 8 dan yang tidak menggunakan kondom sebanyak 14 Dumasari, 2008.
Kondom di setiap lokalisasi sebelum hubungan seks berlangsung perlu diperhatikan jumlah kondom yang disediakan dengan mempertimbangkan frekuensi
hubungan seksual, jarak dari kliniktempat pelayanan dan permintaan khusus. Kondom diberikan dalam jumlah yang cukup untuk melindungi pasangan selama 6
bulan di lokalisasi. Ketersediaan kondom di lokasi berisiko sudah menajdi salah satu keharusan. Karena dalam kebijakan penanggulangan HIVAIDS penggunaan kondom
sudah termasuk dalam isu penting. Hal ini dapat dilihat dari KPA Nasional 2006 bahwa penggunaan kondom merupakan salah satu kebijakan nasional berupa
penggunaan kondom 100 atau Condom Use 100 dilaksanakan terutama di lokasi- lokasi transaksi seksual dengan banyak pasangan berisiko. Oleh karenanya sangat
penting mempromosikan penggunaan kondom secara konsisten dan memeriksakan IMS di klinik yang tepat di setiap bulannya bahkan Strategi Nasional Penanggulangan
HIVAIDS 2007-2010 membuat prioritas arah pencegahan HIVAIDS ke program peningkatan penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko KPA Nasional,
2006.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Perilaku
Perilaku merupakan segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan dan tindakan manusia
sebagai mahluk hidup yang dilengkapi dengan akal yang berfungsi untuk mengontrol dan mengendalikan perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain,
perilaku merupakan responreaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif tanpa tindakan :
berfikir, berpendapat dan bersikap maupun aktif melakukan tindakan. Sesuai dengan batasan tersebut, perilaku kesehatan dapat diartikan sebagai segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang
berhubungan dengan kesehatan Sarwono, 1997. Perilaku dilihat dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organism mahluk hidup yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua mahluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan dan manusia berperilaku karena punya
aktivitas masing-masing. Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar. Sedangkan perilaku dilihat dari segi psikologis menurut Skiner 1938 dalam Maulana yaitu respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan
dari luar. Pergertian itu dikenal dengan teori S-O-R Stimulus-Organism-Respons.
Universitas Sumatera Utara
Kwick 1974 menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organism yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama
dengan sikap. Sikap adalah suatu kecendrungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk
menyenangi obyek tersebut. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan
melalui panca indera. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati obyek yang sama Notoatmodjo, 1993.
Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
2.3.1 Perilaku Tertutup Covert Behavior
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain dari luar secara jelas. Respons seseorang masih terbatas
dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior “ atau “covert behavior” yang
dapat diukur dari pengetahuan dan sikap.
2.3.2 Perilaku Terbuka Overt Behavior
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable
behavior ”.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme orang, tetapi dalam memberikan respons sangat
bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama, tetapi respons setiap orang akan
berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan mejadi dua
macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan karakteristik dari orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan seperti ras, sifat
fisik, sifat kepribadian pemalu, pemarah dan penakut, bakat bawaan, tingkat kecerdasan dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi dan politik. Faktor lingkungan sering merupakan faktor yang dominan terhadap perilaku seseorang. Perilaku merupakan totalitas penghayatan atau
aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultan antara faktor internal dan eksternal.
Benyamin Bloom 1908 seperti dikutip Notoatmodjo, membagi perilaku manusia dalam tiga domain ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Urutan
pembentukan perilaku baru khususnya pada orang dewasa diawali oleh domain kognitif. Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan
pengetahuan, selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Pada akhirnya, setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya,
timbul respons berupa tindakan atau keterampilan domain psikomotor.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Menurut Gielen dan McDonald 1996 perilaku seseorang dilandasi oleh latar belakang yang dimilikinya, termasuk pengetahuan mengenai HIVAIDS. Seseorang
yang berpengetahuan HIVAIDS lebih baik diharapkan mempunyai tingkat pemahaman dan kesadaran tentang HIVAIDS yang lebih baik dan akhirnya
diharapkan mempunyai perilaku seksual yang aman yang terhindar dari infeksi HIV. Sementara itu, Cognitive Dissonance Theory dari Festinger 1997 menjelaskan
bahwa pengetahuan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan perilakunya. Menurut teori tersebut seseorang dapat mempunyai kesejajaran dalam pengetahuan,
sikap dan perilaku. Namun demikian, bisa juga seseorang yang mempunyai pengetahuan dan sikap positif tetapi negative di dalam perilakunya.
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang ada pada manusia tersebut
bertujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan manusia yang dihadapi sehari- hari dan digunakan untuk kemudahan-kemudahan. Pengetahuan tentang HIVAIDS
dapat digunakan oleh WPS dalam memahami bagaimana cara mencegahnya agar terhindar penyakit tersebut. Pengetahuan dapat diketahui seseorang melalui melihat,
mendengar atau mengalami suatu kejadian yang nyata, selain itu dapat pula diperoleh
Universitas Sumatera Utara
melalui belajar di bangku pendidikan baik formal maupun informal. Pengetahuan lebih bersifat pengenalan suatu benda atau sesuatu hal secara objektif.
2.4.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri
individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Sarwono 1997 dalam
Maulana sikap merupakan kecenderungan merespons secara positif atau negatif orang, situasi atau objek tertentu. Sikap tidak sama dengan perilaku dan perilaku
tidak selalu mencerminkan sikap seseorang. Individu sering kali memperlihatkan tindakan bertentangan dengan sikapnya.
Dengan sikap secara minimal, masyarakat memiliki pola berfikir tertentu dan pola berfikir diharapkan dapat berubah dengan diperolehnya pengalaman, pendidikan
dan pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono 1997 bahwa sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya
tambahan informasi tentang objek tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya. Sikap dapat terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami
individu. Interaksi disini tidak hanya berupa kontak sosial dan hubungan antarpribadi sebagai anggota kelompok sosial, tetapi meliputi juga hubungan dengan lingkungan
fisik maupun lingkungan psikologis sekitarnya Maulana, 2009. Sikap yang utuh dipengaruhi oleh pengetahuan, keyakinan dan emosi
seseorang. Sebagai contoh seorang WPS yang memperoleh penyuluhan mengenai
Universitas Sumatera Utara
HIVAIDS, bila WPS tersebut telah mendengar mengenai penyebab, akibatbahaya, pencegahan HIVAIDS dan sebagainya, maka pengetahuan ini akan membawa WPS
tersebut untuk berfikir kearah pencegahan HIVAIDS pada dirinya. Dengan demikian WPS ini mempunyai sikap tertentu terhadap obyek berupa pencegahan HIVAIDS.
2.4.3 Tindakan
Praktik atau tindakan adalah merupakan salah satu dari tiga perilaku berbentuk perbuatan action terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perbuatan
atau praktik tidak sama dengan perilaku, melainkan hanya sebagian dari perwujudan perilaku. Perwujudan dari perilaku yang lain dapat melalui pengetahuan dan sikap.
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam sutu tindakan, untuk terwujudnya suatu sikap agar menjadi tindakan perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain seperti fasilitas dan dukungan dari pihak lain: sebagai contoh disini adalah penggunaan kondom pada WPS, dalam hal ini perlu
biaya untuk membeli kondom dan dukungan dari pengasuh ataupun pelanggan. Tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tiga tingkatan menurut kualitasnya,
yaitu : a. Praktik terpimpin guided response, apabila subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme mechanism, apabila subjek atau seseorang
telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut
praktik atau tindakan mekanis. c. Adopsi adoption, Adopsi adalah suatu tindakan
atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekadar
Universitas Sumatera Utara
rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya tingkat emosional, jenis kelamin, tingkat
kecerdasan. b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
2.5. Model Green
Faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 tiga faktor utama, yaitu :
2.5.1 Faktor-faktor Predisposisi Predisposing Factors
Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan.
a. Pengetahuan
Penelitian yang dilakukan Soelistijani Tahun 2003 di Bali menyatakan bahwa pengetahuan tentang HIVAIDS menunjukkan hubungan yang bermakna dengan
perilaku responden dalam penggunaan kondom p = 0,008. Hasil analisis multivariat diperoleh nilai OR = 2,923 artinya responden yang
mempunyai pengetahuan baik tentang HIVAIDS berpeluang 2,923 kali berperilaku selalu menggunakan kondom dibandingkan responden dengan kategori pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
kurang tentang HIVAIDS. Desain penelitian tersebut adalah cross sectional study dengan jumlah sampel sebanyak 227 responden.
Hasil penelitian yang dilakukan Evianty terhadap PSK di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008 menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan
terhadap tindakan Pekerja Seks komersial PSK menggunakan kondom p = 0,005.
b. Sikap
Hasil penelitian yang dilakukan Lokollo Tahun 2009 di PUB dan Karaoke, Café dan Diskotek di Kota Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar WPS
Tidak Langsung mengakui bahwa mereka termasuk dalam kelompok resiko tinggi akan tetapi pengetahuan, dan praktik mereka terhadap upaya pencegahan IMS dan
HIVAIDS masih kurang. Walaupun mereka setuju dengan pemakaian kondom sebagai upaya
pencegahan yang baik, akan tetapi dalam prakteknya ketika beraktivitas seksual tidak selalu kondom mereka gunakan.
2.5.2 Faktor-faktor Pemungkin Enabling Factors
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, yaitu dalam hal ini :
a. Ketersediaan Kondom
Hasil penelitian yang dilakukan Mardjan di lokalisasi Singkawang Propinsi Kalimantan Barat Tahun 1996 membuktikan bahwa ketersediaan kondom dan sikap
pelanggan merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi penggunaan kondom di
Universitas Sumatera Utara
kalangan para WTS pada lokalisasi Singkawang Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat.
2.5.3 Faktor-faktor Penguat Reinforcing Factors
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, yaitu dalam hal ini :
a. Dukungan Petugas Kesehatan
Hasil penelitian yang dilakukan Evianty terhadap PSK di Lokalisasi Teleju Kota Pekan Baru Tahun 2008 menunjukkan bahwa ada pengaruh dukungan petugas
kesehatan terhadap tindakan Pekerja Seks komersial PSK menggunakan kondom. Menurut STBP frekuensi kontak dengan petugas lapangan meningkatkan
kemungkinan penggunaan kondom konsisten. Selain itu, penggunaan kondom konsisten dipengaruhi adanya aturan penggunaan kondom.
b. Dukungan Mucikari