45
Kertabhumi. Pada tahun 1478 M, Bhre Kertabumi gugur di perang melawan
Dyah Ranawijaya. Riboet Darmosoetopo: 1993 l.
Masa Pemerintahan Girindrawardhana 1474-1519 M
Dyah Ranwijaya sebelum menduduki tahta menjabat sebagai Bhre di Kling. Kemudian menggantikan ayahnya di Daha dengan gelar Girindrawardhana
Dyah Ranawijaya. Girindrawardhana disebut Paduka Maharaja Bhatara Kling disamping sebutan Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kadiri
Prabhunatha. Pada tahun 1478 M Girindrawardhana melancarkan perang terhadap Bhre Kertabhumi, dan Kertabhumi gugur dalam perang tersebut.
Sehingga raja ini berhasil menduduki Majapahit. Menurut prasastinya dari tahun 1486 M Girindrawardhana kemudian menamakan dirinya raja Wilwatika Daha
Janggala Kadiri. Pada tahun yang sama Ranawijaya mengadakan upacara srada bagi bhre Pandansalas Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana atau
Bhatara ring Dahanapura. Riboet Darmosoetopo: 1993
Penjelasan di atas, dapat diketahui terdapat 12 orang raja atau keturunan pada masa kerajaan Majapahit, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran
3, halaman 102. Menurut Anwar Kurnia dan Moh. Suryana 2001, keruntuhan kerajaan Majapahit diperkirakan sekitar tahun 1519 Masehi, awal mula dari
kemunduran Majapahit didahului oleh beberapa peristiwa penting. Peristiwa tersebut antara lain: meninggalnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk, adanya
perang antar saudara di dalam kerajaan, ada beberapa daerah yang melepaskan diri, serta penyebaran agama Islam yang menyebabkan munculnya kerajaan Islam
di Nusantara.
46
2. Kepercayaan Kerajaan Majapahit
Agama merupakan suatu ajaran atau sistem yang mengatur tata kepercayaan atau keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa,
serta tingkahlaku kepada sesama manusia dan makhluk hidup lainnya. Pada zaman Majapahit, terdapat beberapa agama yang dianut oleh masyarakat antara
lain: 1 agama Hindhu, 2 agama Buddha, 3 agama Siwa-Buddha, dan 4 agama Islam. Teori masuknya agama tersebut pun ada berbagai macam, ada teori
1 Brahmana, 2 Sudra, 3 Waisa, 4 Ksatria, dan 5 arus balik Dodi R Iskandar: 1988. Menurut Chistoper Dawson Kusen, dkk, 1993: 91:
“Agama adalah kunci sejarah. Kita tidak dapat memahami hakekat tata masyarakat tanpa mengerti agama. Kita tidak dapat memahami hasil-
hasil budaya mereka tanpa mengerti kepercayaan keagamaan yang menjadi latar belakangnya. Dalam semua jaman, hasil utama budaya
didasarkan pada gagasan-gagasan keagamaan dan diabadikan untuk tujuan keagamaan.”
Pernyataan Dawson tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi Majapahit pada masa itu, sebab tampak bahwa sebagian hasil budaya materi yang terpenting
dari masa itu menunjukkan latar belakang dan semangat keagamaan yang menonjol. Peninggalan seperti candi, arca dan beberapa jenis artefak lain
menunjukkan fungsinya sebagai benda yang dibuat untuk kepentingan pemujaan atau perlambangan agama tertentu waktu itu. Diperkuat dengan adanya sumber
dari kitab Negarakertagama dan Arjuna Wijaya Kusen,dkk, 1993: 91, “Di kerajaan Majapahit ada tiga pejabat pemerintah yang mengurusi
agama, yaitu Dharmadhyaksa Kasewan yang mengurus agama Siwa, Dharmaddhyaksa Kasogatan yang mengurus agama Buddha, dan
Menteri Herhaji yang mengurus agama Karsyan Supomo, 1977: 63. Kemudian dari prasasti-prasasti dapat diketahui bahwa pejabat-pejabat
di atas dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sejumlah pejabat yang disebut Dharma-upapatti. Di antara upapatti ada yang mengurusi sekte-