2. Siklus I
Siklus I dalam penelitian tindakan ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan konsep diri siswa dengan media permainan. Data yang
diperoleh dari pratindakan menjadi fokus untuk perbaikan di siklus I. Alokasi waktu pada siklus I 1 x 55 menit, dan di akhir pertemuan siswa
mengisi angket konsep diri. Kegiatan yang dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Persiapan yang dilakukan pada tahap perencanaan siklus I adalah membuat
susunan kegiatan,
satuan pelayanan
bimbingan, mempersiapkan permainan, lembar evaluasi, skala konsep diri,
dokumentasi, panduan observasi, dan panduan wawancara. Topik bimbingan pada si
klus I ini adalah “Percaya Diri” dan menggunakan media permainan. Pada siklus I ini peneliti mengamati bagaimana siswa-
siswi kelas VIII A mengekspresikan dirinya melalui permainan untuk mengoptimalkan konsep diri mereka.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan bimbingan pada siklus I berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh peneliti. Kegiatan
dilaksanakan pada hari Senin, 10 November 2014 mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 08.55 WIB. Materi yang diberikan adalah
Percaya Diri, yang berkaitan dengan permainan yang telah disiapkan peneliti. Tujuan dari kegiatan ini adalah membantu siswa untuk percaya
diri. Pelaksanaan tindakan siklus I ini, peneliti dibantu oleh dua observer yaitu guru bimbingan dan konseling beserta teman mahasiswa. Berikut
data hasil pelaksanaan tindakan bimbingan dan pengamatan. 1
Kegiatan Awal Peneliti berada di ruang kelas VIII A sebelum waktu
bimbingan dimulai. Peneliti menyambut kehadiran siswa yang baru selesai mengikuti upacara bendera. Peneliti menunggu siswa hingga
semua berkumpul di dalam kelas. Setelah semua siswa berkumpul, peneliti menyapa siswa dengan terlebih dahulu bertanya “apakah
semua sudah siap untuk mengikuti bimbingan pagi ini? Seluruh siswa di kelas menjawab siap. Kemudian ketua kelas menyiapkan anggota
untuk memberi hormat dan sapaan selamat pagi sebagai tanda kegiatan siap dimulai.
Peneliti kemudian mengambil posisi di depan kelas dan memberi sapaan selamat pagi kepada siswa seraya bertanya keadaan
dan perasaan mereka pada hari ini. Siswa-siswi begitu antusias memberi jawaban dan terlihat semangat untuk mengikuti bimbingan
hari ini. Masih terlihat beberapa siswa yang lesu. Ini menjadi catatan bagi peneliti untuk mendekati secara personal di luar kegiatan
bimbingan. Siswa terlihat antusias dengan kegiatan hari ini, terungkap dari keingin tahuan mereka tentang kegiatan yang akan dilaksanakan
pada hari itu.
Peneliti menjelaskan kembali tujuan dari bimbingan klasikal. Peneliti juga menyampaikan bahwa bimbingan klasikal hari ini
berbeda dengan bimbingan pada hari senin lalu. Sebelum memulai bimbingan, peneliti memberikan ice breaking agar siswa-siswi lebih
rileks dan bersemangat. Ice breaking yang digunakan adalah gerakan dan lagu yang berjudul “ Aku, Kamu Ok”. Gerak dan lagu ini cukup
santai namun
dapat melihat
bagaiman siswa-siswa
berani mengekspresikan diri, yakin dengan dirinya dan menghargai orang
lain. Peneliti mengajak siswa-siswi untuk mendengar materi yang dijelaskan peneliti secara singkat. Peneliti kemudian bertanya kepada
siswa-siswi untuk mengetahui kehadiran mereka. Peneliti bertanya tentang apa arti dari percaya diri. Beberapa
siswa menjawab tetapi hanya berbisik-bisik, tidak berani menyatakan dirinya untuk memberi jawabannya. Beberapa siswa ada yang saling
melirik teman dan kelihatan ragu-ragu untuk memberi jawaban, ada yang diam dan menunduk, ada yang pura-pura berpikir. Suasana kelas
tiba-tiba hening untuk beberapa saat. Peneliti kemudian mengajak siswa-siswi untuk tidak takut mengungkapkan pendapatnya.
Kemudian beberapa siswa memberanikan diri untuk memberi jawaban sesuai dengan yang diketahui. Peneliti senang dengan jawaban siswa-
siswi. Ada yang menyatakan percaya diri itu adalah berani untuk tampil, berani berbicara di depan umum dan yakin dengan diri.
2 Kegiatan Inti
Peneliti menjelaskan tujuan dan aturan dari permainan. Mereka masih terlihat asing dengan permainan yang dijelaskan peneliti.
Mereka mendengarkan dan terlihat penasaran dengan permainan yang akan diberikan kepada mereka. Sebelum melakukan kegiatan, peneliti
memberi ilustrasi tentang percaya diri dengan mengeluarkan cermin dan meminta siswa siswi melihat diri mereka didalam cermin. Situasi
yang terjadi adalah banyak siswa siswi yang tidak yakin dengan dirinya, mereka malu melihat dirinya di dalam cermin, ada yang tidak
mau, ada yang melihat namun dengan cepat menghindari cermin, ada yang menutup wajahnya dengan tangan, dan ada yang dengan
yakinnya melihat wajahnya sambil bergaya. Peneliti bertanya kepada siswa apa yang mereka rasakan ketika peneliti meminta siswa untuk
melihat wajah mereka di cermin. Jawaban yang disampaikan oleh siswa adalah malu, wajah jelek, dan ada juga yang mengatakan bahwa
dirinya oke. Peneliti kemudian meminta siswa untuk saling berpasangan
dengan teman satu bangkunya. Saat pembagian kelompok beberapa siswa terlihat malu-malu dan enggan dengan teman satu bangkunya,
dikarenakan ada yang satu bangku dengan teman lawan jenis. Pembagian kelompok teman sebangku membuat siswa-siswi tampak
mengejek dan tidak mau mendekat dengan temannya. Ada pula siswa yang merasa senang karena bersama dengan teman sebangkunya.
Peneliti kemudian menenangkan suasana agar peneliti lebih bisa menjelaskan instruksi selanjutnya. Peneliti dibantu pengamat untuk
menjalankan permainan. Permainan yang diberikan kepada siswa- siswi bernama “Mirror Self”. Peratuan dalam permainan adalah
masing-masing siswa berpasangan dengan pasangannya. Semua siswa keluar dari bangkunya dan mengambil tempat yang sudah ditunjuk
peneliti. Siswa diperkenankan untuk bergeser sesuai dengan gerakan mereka. Selain itu, siswa-siswi menyatukan kedua tangan mereka
untuk membuat setiap gerakan sambil melihat pasangannya. Sebelum melakukan permainan, siswa-siswi harus menentukan siapa yang
menjadi cermin. Siswa yang menjadi cermin akan mengikuti setiap gerakan orang yang bercermin.
Peneliti meyusun permainan dengan dua tahap, pertama bergerak ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang. Tahap
pertama ini dimaksudkan untuk melatih siswa lebih rileks dengan diri dan pasangannya. Tahap kedua, siswa-siswi diberi kesempatan untuk
menentukakan gerak sendiri sampai mereka sungguh-sungguh menyatu dan rileks.
Permainan “Mirror Self” dimulai dengan aba-aba dari peneliti. Permainan ini diberikan waktu selama 15 menit. Tahap
pertama, terlihat siswa-siswi tampak malu-malu dan enggan bersentuhan dengan pasangannya khususnya mereka berbeda jenis
kelamin. Situasi kelas sempat ramai dan siswa-siswi bergerak tidak serius. Melihat situasi ini, peneliti meminta siswa-siswi untuk sejenak
berhenti dan menyadarkan bahwa mereka adalah teman dan mengajak siswa untuk menyadari bahwa mereka sedang melakukan permainan.
Mendengar himbauan dari peneliti, satu siswa mengajak teman- temannya untuk serius.
Peneliti kemudian bertanya kepada siswa siswi apakah masih mau melanjutkan kegiatan. Mereka merespon dengan positif dan
permainan dilanjutkan kembali. Siswa-siswi mulai bermain dengan serius walaupun beberapa diantar mereka ada yang tetap malu-malu
dan sesekali menunduk lalu tertawa. Peneliti bersama pengamat menglihat siswa-siswi ketika bermain. Tahap pertama diakhiri dengan
waktu 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua. Setiap pasangan menentukakn gerakan mereka. Tahap kedua ini terlihat
semakin serius, siswa-siswi bergerak pelan dan sudah berani melihat temannya. Peneliti melihat masih ada beberapa siswa yang masih
malu-malu, bergerak bila di lihat pengamat, kurang membuat variasi gerakan namun ada siswa yang sudah bergerak dengan rileks, lentur
dan membuat gerakan bervariasi. Setelah 10 menit, peneliti meminta siswa untuk kembali duduk di tempat duduk mereka. Peneliti
kemudian berdiri di depan kelas mengevaluasi dan merefleksi permainan yang telah dimainkan. Peneliti bertanya kepada peserta
didik, apa yang mereka dapatkan setelah bermain Mirror Self. Jawaban yang disampaikan mereka adalah percaya diri, berani melihat
pasangannya, kompak, dan tidak boleh malu-malu.
Setelah siswa-siswi memberi jawaban mereka, peneliti kemudian mengaitkan refleksi permainan dalam kehidupan siswa
sehari-hari, lalu peneliti bertanya lagi kepada peserta didik, apa makna permainan percaya diri tadi dalam kehidupan mereka. Sejenak situasi
kelas tenang karena siswa-siswi diam dan saling melihat, kemudian muncul jawaban dari siswa yang mengatakan percaya diri, dengan
percaya diri dapat membantu untuk berani tampil dengan apa adanya, dan mencapai cita-cita yang diimpikan. Peneliti memberi dukungan
atas jawaban siswa tersebut, kemudian mengakhiri kegiatan dengan kesimpulan yang didapatkan dari hasil refleksi bersama.
3 Kegiatan Penutup
Pada kegiatan penutup, peneliti mengajak anak untuk menyadari perasaan yang mereka rasakan dan memberi waktu 3 menit
untuk sejenak merasakannya. Setelah waktu yang ditentukan selesai, peneliti kembali memberi penjelasan tentang percaya diri sebagai
peneguhan dari sharing, refleksi yang ditemukan setelah melakukan permainan. Setelah kegiatan selesai, peneliti membagikan angket
konsep diri kepada siswa-siswi untuk mereka isi. Pertemuan ditutup dengan ucapan terima kasih dari peneliti dan kemudian mengingatkan
siswa-siswi untuk tetap hadir pada pertemuan berikutnya. Seluruh siswa memberi respon positif dan menjawab dengan semangat.
Setelah itu ketua kelas memberi komando bagi seluruh siswa di kelas VIII A untuk memberi salam dan hormat.
4 Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan dari keseluruhan tindakan bimbingan pada siklus I, masih ditemukan permasalahan-
permasalahan yang perlu dicari penyelesaiannya, yaitu: a
Masih ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapat b
Kurang bersungguh-sungguh dalam permainan c
Belum semua mengikuti arahan yang diberikan oleh peneliti. Berdasarkan hasil refleksi yang diperoleh selama pelaksanaan
siklus I, peneliti menjadikannya sebagai catatan untuk melaksanakan siklus II agar dapat lebih mengoptimalkan konsep diri siswa-siswi SMP
Kanisius Kalasan kelas VIII A.
3. Siklus II