1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi paparan secara berurutan mengenai latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah masa ambang dewasa Hurlock 1990. Pada masa ini remaja mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan
yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa. Clarke-stewart Friedman
Hendrianti 2006 menyatakan pada periode ini, remaja mulai melepaskan secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya
yang baru sebagai orang dewasa. Remaja belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan norma-norma yang berlaku ditempat ia berinteraksi.
Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia tiga belas tahun sampai dengan usia enam belas atau tujuh belas tahun. Akhir dari masa remaja
bermula dari usia enam belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun. Masa remaja disebut juga sebagai masa yang bergejolak, dimana
mereka mengalami perubahan dalam sikap dan perilaku yang sejajar dengan tingkat perubahan fisik.
Perkembangan kepribadian remaja dipengaruhi oleh bagaimana mereka menilai dan menerima dirinya. Konsep diri merupakan inti dari perkembangan
kepribadian remaja yang diungkapkan lewat cara berperilakuberpenampilan dan bagaimana ia menilai dan menerima dirinya. Setiap remaja akan memiliki
konsep diri yang berbeda-beda, ini disebabkan dari hasil interaksi remaja dengan lingkungannya. Konsep diri sepenuhnya didasari oleh persepsi tentang
diri sendiri. Taylor Comb Hendrianti 2006 menyatakan dengan bertambahnya usia, pandangan tentang diri menjadi lebih banyak didasari oleh nilai-nilai yang
diperoleh lewat interkasi dengan orang lain. Pandangan tentang diri mempengarui kondisi dalam kehidupan remaj yang turut membentuk pola
kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri Hurlock, 1990. Seifert dan Huffnung Desmita, 2010, mendefinisikan konsep diri
sebagai suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri. Santrock Desmita, 2010 menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi
bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu Atwater Desmita, 2010 menyebut bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi
persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mendefinisikan konsep diri
atas tiga bentuk. Petama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu
bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self
, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya. Menurut Burns Desmita, 2010, konsep diri adalah hubungan antara
sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Cawagas menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi
fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihan atau kecakapannya, kegagalan, dan sebagainya.
Konsep diri dapat digambarkan sebagai sebuah kemampuan yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang, atau sebagai sistem operasi
yang menjalankan komputer mental yang mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Setelah ter-install, konsep diri akan masuk ke pikiran bawah sadar
dan akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang pada suatu waktu. Semakin baik atau positif konsep diri seseoarang, maka akan semakin mudah ia
mencapai keberhasilan. Sebab dengan konsep diri positif, seseorang akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses dan berani pula
gagal, penuh percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup, serta bersikap dan berpikir positif. Kita berusaha mewujudkan
konsep diri yang positif dalam diri remaja sehingga mamapu menampilkan diri yang positif.
Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak dilahirkan dengan konsep diri tertentu. Bahkan ketika lahir, kita tidak memiliki
konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, kita tidak memiliki pengetahuan tentang diri kita, serta tidak memiliki pengetahuan apapun tetang
diri kita sendiri Desmita, 2010. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa, konsep diri juga
terbentuk berdasarkan persepsi seseorang tentang sikap orang lain tentang dirinya. Selain itu lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orangtua turut
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri seseorang.
Menurut Hurlock 1990 mengemukakan bahwa konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu a konsep diri sebenarnya, merupakan konsep
seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain
terhadap dirinya. b Konsep diri ideal, merupakan gambaran seseorang mengenai ketrampilan dan kepribadian yang didambakannya. Setiap macam
konsep diri mempunyai aspek fisik dan psikologis. Aspek fisik terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan
seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya dimata orang lain, dengan demikkian
diharapkan selain memahami diri dan menerima dirinya, remaja juga diharapkan tidak mudah kehilangan arah dalam hidupnya, tidak mudah
terpengaruh dan shock apabila mengalami perubahan, tetapi mempunyai sebuah tolok ukur dalam bertindak dalam hidup. Gunawan 2007
mengemukakan, jika kita mengerti cara membuat suatu konsep diri yang baru dan lebih baik, maka kita akan berhasil dalam bidang apa saja.
Hasil penelitian Srinarti, dkk tahun 2012 dalam Journal Konseling menggambarkan fenomena yang terjadi pada siswa SMP Negeri 1 Secang
Kabupaten Magelang mengindikasikan gejala konsep diri negatif, hal itu ditunjukkan pada saat proses belajar mengajar tidak mau menjawab pertanyaan
atau mengerjakan soal di depan walaupun sebenarnya bisa, mudah terpengaruh
mode, mempunyai kebiasaan mengerjakan tugas asal-asalan dan merasa ragu dalam mengambil keputusan.
Fakta lain yang yang menjadi sorotan yang cukup memprihatinkan yang jika ditelaah memiliki kaitan erat dengan kurangnya pemahaman remaja
terhadap konsep diri dan pemanfaatan waktu untuk melakukan tindakan positif, yaitu kasus NAPZA. Berdasarkan data badan Narkotika Nasional BNN,
mengatakan bahwa pada tahun 1998-2005 adalah 50.401 orang, dimana pada tahun 2005 ada 70 berusia 15- 19 tahun. Peluang waktu yang dimiliki remaja
tidak dimanfaatkan untuk aktifitas yang berguna, hal ini dikarenakan pemahaman konsep diri yang kurang www.bkkbn.go.id,2005.
Permasalahan di atas membuat peneliti tertarik untuk menggali lebih banyak lagi tentang konsep diri siswa di SMP Kanisius Kalasan. Berdasarkan
data yang didapat dari hasil observasi peneliti di SMP Kanisius Kalasan, terlihat perilaku yang mengarah pada konsep diri yang negatif yang ditandai
dengan kurangnya daya juang dalam mengerjakan tugas, memandang diri lemah, tidak berani untuk sharing pengalaman didepan kelas saat mata
pelajaran berlangsung, berbicara tidak sopan, mengikuti mode lewat penampilan diri.
Data peneliti diperkuat dengan hasil wawancara peneliti dengan guru BK, maka peneliti memperoleh data bahwa siswa SMP Kanisius Kalasan kelas
VIII A menunjukkan gejala konsep diri yang negatif. Hal itu ditunjukkan dengan: 1 pada saat proses belajar mengajar siswa cenderung tidak mau
menjawab pertanyaan atau mengerjakan soal di depan kelas walaupun
sebenarnya bisa, 2 mempunyai kebiasaan mengerjakan tugas asal-asalan, 3 merasa ragu dalam mengambil keputusan, 3 ketidak yakinan akan
kemampuan dalam pelajaran yang mendorong untuk menyontek saat ujian,4 tidak bisa tenang, 5 tidak berani berinisiatif untuk tampil atau berbicara di
depan orang, 6 kebiasaan saling merendahkan, 7 bicara tidak sopan dan mudah terpengaruh mode penampilan, potongan rambut. Keadaan di atas
apabila dibiarkan akan menghambat kesuksesan siswa baik di bidang pribadi, sosial, belajar maupun karir.
Bimbingan dan konseling merupakan suatu proses bantuan secara ilmiah, memiliki pendekatan, teknik dan strategi serta bidang layanan untuk
membantu siswa mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Salah satu strategi bimbingan dan konseling adalah bimbingan klasikal PMPTK, 2007.
Geltner dan Clark 2005 menyatakan bimbingan klasikal classroom guidance
merupakan bagian yang penting diberikan dalam kurikulum bimbingan, yaitu sekitar 25 sampai dengan 35. Layanan bimbingan
klasikal merupakan cara yang paling efektif dalam mengidentifikasi siswa yang membutuhkan perhatian ekstra Myrick, 2003; Geltner dan Clark, 2005.
Dalam kaitannya dengan pengertian bimbingan klasikal, Gysber Henderson 1998 menyatakan bahwa bimbingan klasikal merupakan bentuk kegiatan
yang diselenggarakan dalam guidance curriculum. Meskipun kurikulum bimbingan merupakan inti dari kegiatan layanan, namun hanya terdapat 24
studi yang dilakukan pada area ini. Review terhadap 12 hasil studi yang dilakukan oleh Whiston Sexton tentang bimbingan klasikal menunjukkan
bahwa: delapan studi yang meneliti tentang keberhasilan bimbingan klasikal dalam meningkatkan harga diri self esteem dan konsep diri self concept.
Ada berbagai media yang bisa diterapkan bagi siswa untuk meningkatkan konsep diri, salah satunya adalah memalalui permainan. Media
permainan dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mendengar, berbahasa, melihat, mengamati, berimajinasi, berpikir kreatif,
mengingat, berkonsentrasi, berhitung, bersosialisasi kemampuan motorik, dan lain-lain. Media permainan mengarah pada penyelesain konflik dan membantu
siswa untuk mengerti pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian tindakan Bimbingan dan
Konseling mengenai upaya peningkatan konsep diri melalui layanan bimbingan
klasikal dengan bantuan media permainan pada siswa kelas VIII SMP Kanisius Kalasan.
B. Rumusan Masalah