11
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. Manajemen Laba
Manajemen laba diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan Generally Accepted Accounting Principles, untuk
mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan Assih, 1998 dalam Muid, 2005. Konsisten dengan pernyataan Sulistyanto 2003,
manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan sejauh apa yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Manajer memiliki
beberapa motivasi dalam melakukan manajemen laba, menurut Scott 1997 dalam Wedari 2004 motivasi dilakukannya manajemen laba tersebut adalah
kontrak bonus, stock price effect, faktor politik, faktor pajak, pergantian chief executive officer
CEO, dan penawaran saham perdana. Manajemen laba sering dilakukan dengan memanfaatkan discretionary
accrual. Discretionary accrual adalah suatu cara untuk mengurangi atau
menambah pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual, misalnya dengan menaikkan biaya
amortisasi atau depresiasi, mencatat kewajiban yang besar terhadap potongan harga, dan mencatat persediaan yang sudah usang. Discretionary accrual sering
digunakan sebagai proksi manajemen laba oportunistik dalam beberapa penelitian
sebelumnya sesuai dengan konteksnya masing-masing, tetapi manajer mungkin mempunyai motivasi lain untuk mencatat discretionary accrual yaitu untuk
maksud pemberian sinyal mengenai kinerja manajemen kini, serta yang akan datang Widodo, 2005. Dengan discretionary accrual manajer menyembunyikan,
menunda, atau mengubah informasi yang dapat membuat investor mempunyai persepsi negatif terhadap perusahaan.
Manajemen laba tidak hanya dilakukan perusahaan saat menjelang IPO, bahkan ketika perusahaan tersebut sudah go public manajemen laba masih sering
dilakukan. Friedlan 1994 menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat menaikkan laba akuntansi periode satu tahun setelah IPO.
Syaiful 2002 juga menemukan bukti yang sama untuk BEJ, yakni manajemen laba dilakukan peiode dua tahun setelah IPO.
Dalam perkembangan usahanya setiap perusahaan pasti membutuhkan tambahan dana guna membiayai kegiatan investasi dan operasionalnya. Untuk
mendapatkan tambahan dana tersebut perusahaan dapat melakukan seasoned equity offering
SEO, yakni penawaran sekuritas tambahan seasoned securities yang dilakukan emiten sebagai perusahaan go public kepada masyarakat melalui
pasar modal. Penawaran saham ini dapat dilakukan melalui mekanisme right issue
atau menjual hak right kepada pemegang saham lama untuk membeli saham tambahan tersebut dengan harga tertentu Emery dan Fennedy, 1997.
SEO dimaksudkan sebagai alternatif memperoleh sumber dana dan memperbaiki struktur modal perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan
terkonsentrasi cenderung menggunakan mekanisme right issue untuk memperoleh tambahan dana tersebut. Dengan dikeluarkannya SEO kepada pemegang saham,
maka pemodal akan mengeluarkan uang untuk membeli saham dari SEO. Uang yang didapatkan dari investor melalui SEO akan digunakan oleh perusahaan
untuk memperkuat struktur pendanaan atau untuk kebutuhan investasi. Melalui SEO, perusahaan memperoleh dana dengan cepat dan mudah tanpa memerlukan
jaminan serta tanpa terbebani dengan adanya kewajiban pengembalian yang disertai bunga Brealey, et al., 2001.
Sukwadi 2006 menyatakan bahwa aksi perusahaan melalui mekanisme right issue
bisa ditanggapi investor sebagai suatu sinyal positif ataupun negatif. Perusahaan dengan pertumbuhan kinerja yang tinggi memiliki lebih banyak
kesempatan untuk berinvestasi, maka perusahaan tersebut pasti memerlukan modal dana yang lebih besar, sehingga pengumuman SEO akan diterjemahkan
investor sebagai sinyal positif karena berhubungan dengan prospek earning perusahaan yang bagus di masa depan. Sebaliknya investor mungkin akan
menanggapi suatu pengumuman SEO sebagai sinyal negatif bila terdapat indikasi bahwa investor memandang kinerja perusahaan suram sehingga perusahaan perlu
untuk melakukan penawaran sekuritas tambahan.