27
hubungan komplementer dengan peraturan Perundang - undangan terkait K3 agar bisa melakukan kegiatan produksinya.
Menimbang bahwa kenyataan menunjukkan banyak terjadi kecelakaan akibat belum ditanganinya pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja
menyeluruh pada pekerjaan konstruksi bangunan dan dengan semakin meningkatnya pembangunan dengan penggunaan teknologi modern dan juga
sebagai pelaksanaan Undang - Undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja maka diperlukan ketentuan yang mengatur mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja pada pekerjaan Konstruksi Bangunan. Peraturan Perundang - Undangan yang dimaksud contohnya seperti :
1. Permenakertrans No.1 MEN 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan.
2. SKB Menteri Pekerjaan Umun dan Menteri Tenaga Kerja No.174 Men 1986 No.104 KPTS 1986 Tentang K3 Pada Tempat Kegiatan
Konstruksi. 3. Permenaker No.1 MEN 1989 Tentang Kualifikasi dan Syarat - syarat
Operator Keran Angkat. 4. Permenakertrans No.2 MEN 1982 Tentang Kualifikasi Juru Las.
5. Kepmenaker No.51 MEN 1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
6. Permen PU No.9 Per 2008 Tentang SMK3 Kontruksi Bidang Pekerjaan Umum.
28
2.1.9 Permenakertrans No.1 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan
Peraturan perundang - undangan Permenakertrans No.1 1980 Tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan selanjutnya disebut peraturan dibuat pada
masanya berdasarkan ideologi Pancasila. Sistem politik yang berkembang pada masa pembuatan peraturan ini adalah demokrasi pancasila. Demokrasi
Pancasila mempunyai bentuk operasional pada tingkat politis dalam bentuk pembangunan. Peraturan ini dibuat untuk mengakomodir kegiatan
pelaksanaan pembangunan yang sangat pesat sebagai bagian dari program kerja Presiden ke - 2 RI yaitu Presiden Soeharto yang pada jaman itu disebut
dengan Pembangunan Lima Tahun PELITA. Peraturan ini merupakan bentuk kebijakan publik yang terkodifikasi
secara legal dan formal. Pembuatan peraturan ini melibatkan ahli hukum dan ahli yang menguasai masalah berkaitan terutama teknik dan K3. Peraturan ini
bersifat messo yang dibuat di bawah departemen tenaga kerja dan transmigrasi pada masanya dan dapat diimplementasikan.
Peraturan ini bisa dibilang merupakan induk penting pelaksanaan K3 pada kegiatan konstruksi di Indonesia karena memuat banyak hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan konstruksi yaitu tentang tempat kerja dan alat kerja, perancah, tangga dan tangga rumah, alat angkat, kabel baja, tambang,
rantai, peralatan bantu, mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton,
pembongkaran, dan pekerjaan lainnya, serta penggunaan perlengkapan penyelamatan dan perlindungan diri.
29
Sudah 33 tahun berlalu namun peraturan ini masih dipakai sebagai bagian dari persyaratan legal yang harus dipenuhi perusahaan konstruksi
dalam menjalankan kegiatannya dan belum direvisi hingga saat ini. Peraturan ini juga lebih bersifat aplikatif di lapangan dibandingkan peraturan pemerintah
lainnya di bidang konstruksi. Secara regulator pembuatan peraturan ini berada di bawah Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Peraturan ini wajib dilaksanakan oleh perusahaan konstruksi sebagai operator dalam menjalankan proyeknya
termasuk juga sub kontraktor yang ikut bekerja pada proyek tersebut dengan tujuan agar seluruh pekerja dan pengunjung yang berada di lokasi proyek
dapat terhindar dari resiko terkena kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2.2 Implementasi Kebijakan
Menurut Grindle dalam Zaeni 2006 “Implementasi kebijakan pada
dasarnya ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan”. Isi kebijakan menunjukkan kedudukan pembuat kebijakan sehingga posisi kedudukan ini akan
mempengaruhi proses implementasi kebijakan. Konteks kebijakan ini meliputi kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor - aktor yang telibat.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya tidak lebih dan tidak kurang Nugroho, 2008. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik maka ada dua pilihan langkah yang ada