Sejarah Tjong A Fie

3.4 Sejarah Tjong A Fie

Gambar 3.3 Tjong A Fie Sumber : www.medanku.com, 2013 Tjong A Fie dilahirkan dengan nama Tjong Fung Nam orang Hakka, di Sungkow, Meixian, Guangdong, Tiongkok pada tahun 1860. Ia berasal dari keluarga yang sederhana. Bersama kakaknya Tjong Yong Hian 1850-1911. Tjong A Fie meninggalkan bangku sekolah dan membantu menjaga toko ayahnya. Walaupun hanya mendapatkan pendidikan seadanya, tetapi Tjong A Fie sangat cerdas dan menguasai cara-cara berdagang sehingga usaha keluarganya cukup sukses. Tjong A Fie datang pada tahun kelima sejak dimulanya sejarah pengapalan kuli Cina ke Tanah Deli pada tahun 1875. Sejak itu, pertumbuhan perantau Cina tumbuh pesat di Kota Medan. Pada saat itu, ia baru berusia 18 tahun berbekal 10 dolar perak uang Manchu yang diikatkan ke ikat pinggangnya, Tjong A Fie Universitas Sumatera Utara memutuskan untuk merantau ke Hindia Belanda Indonesia untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Tjong A Fie meninggalkan kampung halamannya, menyusul kakaknya Tjong Yong Hian yang sudah terlebih dahulu datang ke Medan dan tinggal selama 5 tahun. Tjong A Fie adalah seorang yang berwatak mandiri dan tidak mau menggantungkan diri pada orang lain terutama pada kakaknya, Tjong Yong Hian yang pada saat itu sudah menjadi kapitan pemimpin Cina di Medan. Tjong A Fie bekerja di toko milik teman kakaknya yang bernama Tjong Sui Fo. Di toko tersebut, Tjong A Fie bekerja dari memegang buku, melayani pelanggan, menagih hutang serta tugas-tugas lainnya. Ia dikenal pandai bergaul, tidak hanya dengan orang Tionghoa, namun juga dengan warga Melayu, Arab, India, dan Orang Belanda. Ia mulai belajar berbicara dengan bahasa Melayu yang menjadi bahasa perantara masyarakat di Tanah Deli. Tjong A Fie tumbuh menjadi sosok yang tangguh, menjauhi candu, judi, mabuk-mabukan dan pelacuran. Ia menjadi teladan dan menampilkan watak kepemimpinan yang sangat menonjol. Ia sering menjadi penengah jika terjadi cekcok antara orang Tionghoa dengan etnis lain. Di daerah perkebunan milik Belanda sering terjadi keributan di kalangan buruh yang menimbulkan kekacauan. Karena kemampuannya, Tjong A Fie sering diminta Belanda untuk membantu mengatasi masalah-masalah tersebut. Ia lalu diangkat menjadi Letnan Tionghoa dan pindah ke Kota Medan. Tjong A Fie membangun rumahnya di Kesawan, di atas bekas persawahan penduduk lokal yang masih banyak pacet, dan kemudian berkembang menjadi pusat bisnis baru. Universitas Sumatera Utara Karena kejeliannya melihat peluang bisnis, maka pada tahun 1886 Tjong A Fie kemudian memindahkan pusat imperium bisnisnya ke Medan. Kala itu, Medan hanyalah sebuah kampung kecil yang berada diantara Sungai Deli dan Sungai Babura. Di sini ia bekerja keras dan giat membangun relasi, hingga kemudian terkenal sebagai seorang wirausahawan, banker dan industrialis Tionghoa yang paling dihormati di Asia Tenggara. Lebih dari itu, A Fie dianggap sebagai salah satu pendiri Kota Medan. Perusahaannya mempekerjakan lebih dari 10.000 karyawan. Meskipun ia bukan satu-satunya yang terkaya di Medan, tapi kedermawanan dan kepemimpinannya sebagai Kapitan Cina Majoor der Chineezen, membuat namanya istimewa. Di Tanah Deli, Tjong A Fie mempunyai pergaulan yang luas dan terkenal sebagai pedagang yang luwes dan dermawan, ia kemudian membina hubungan yang baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan Tuanku Raja Moeda. Atas kesetiakawanan yang tinggi, maka Tjong A Fie berhasil menjadi orang kepercayaan Sultan Deli dan mulai menangani beberapa urusan bisnis. Pengaruhnya terbentang mulai dari Sumatera, Jawa, Penang, Hongkong, Cina, hingga daratan Eropa. Jabatan Major Cina membuatnya banyak urusan dengan masalah hubungan kerja, persengketaan dan masalah-masalah sosial lainnya. Ia dianggap bijak memberi solusi untuk setiap persoalan yang muncul sebagai akibat pertumbuhan industri di Tanah Deli dan ikutannya ke luar negeri. Dengan demikian ia memperoleh reputasi yang baik dan terkenal di seluruh Deli. Ia terkenal baik di kalangan pedagang maupun orang Eropa, serta pejabat Universitas Sumatera Utara pemerintah setempat. Hubungan yang baik dengan Sultan Deli ini menjadi awal sukses Tjong A Fie dalam dunia bisnis. Sultan memberi konsesi penyediaan atap daun nipah untuk keperluan perkebunan tembakau antara lain untuk pembuatan bangsal. Dengan rekomendasi Sultan Deli, Tjong A Fie menjadi anggota gemeenteraad dewan kota dan cultuurraad dewan kebudayaan selain menjabat sebagai penasehat pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tiongkok. Karena dinilai kaya raya dan punya hubungan baik dengan Sultan Deli, pemerintah Belanda menganugrahinya pangkat Letnan, tercatat pada tanggal 4 September 1885. Ini merupakan jabatan bergengsi bagi orang-orang Cina di Tanah Deli. Tak lama kemudian Tjong A Fie ditunjuk sebagai kepala orang-orang Cina Tanah Deli. Sewaktu menjabat sebagai Kapitan Cina, Tjong A Fie ikut mengoperasikan tempat perjudian yang disahkan pemerintah dan hampir tiga puluh rumah bordil. Di Amsterdam, dia menjadi salah seorang pendiri Institut Kolonial yang kini bernama Institut Tropis Kerajaan Koninklijk Instituut voor de Tropen. Di Propinsi Nanking, Cina, Tjong A Fie membangun sebuah pabrik untuk mendorong perindustrian di sana. Atas jasa-jasanya yang begitu besar pada Kerajaan Cina, Tjong A Fie diangkat menjadi bangsawan dengan gelar Tjie Voe , dan pada tahun 1911 gelar itu dinaikkan lagi menjadi To Thay. Keluhuran budi Tjong A Fie juga diperlihatkannya ketika dia membangun kuburan khusus untuk orang-orang Cina di Medan. Pasalnya, ketika jalur kereta api Medan-Belawan dibangun, Tjong A Fie sering menerima laporan kalau para pekerja sering menemukan tengkorak orang Cina dan untuk menghormati jenasah orang-orang Cina itulah, dia kemudian membangun Universitas Sumatera Utara pekuburan Cina di daerah Pulo Brayan, Medan. Selain itu, Tjong A Fie ternyata punya peran dalam pembangunan Istana Maimoon milik Sultan Deli. Tjong A Fie menjadi orang Tionghoa pertama yang memiliki perkebunan tembakau. Ia juga mengembangkan usahanya di bidang perkebunan teh di Bandar Baru, di samping perkebunan teh si Boelan. Ia juga memiliki perkebunan kelapa yang sangat luas. Di Sumatera Barat ia menanamkan modalnya di bidang pertambangan di daerah Sawah Luntoh, Bukit Tinggi. Ketika masih berada di Tiongkok, Tjong A Fie telah menikahi seorang gadis yang bermarga Lie. Saat tiba di Deli ia menikah dengan Nona Chew dari Penang dan memiliki tiga orang anak, yakni Tjong Kong Liong, Tjong Song-Jin dan Tjong Kwei- Jin. Namun istri keduanya meninggal dunia. Untuk ketiga kalinya dia menikah dengan Lim Koei Yap dari Timbang Langkat, Binjai, putri seorang mandor perkebunan tembakau di Sungai Mencirim. Bersama Lim Koei Yap, Tjong A Fie memiliki tujuh orang anak, yakni Tjong Foek-Yin Queeny, Tjong Fa-Liong, Tjong Khian-Liong, Tjong Kaet Liong Munchung, Tjong Lie Liong Kocik, Tjong See Yin Noni dan Tjong Tsoeng-Liong Adek. Bersama kakaknya Tjong Yong Hian, Tjong A Fie bekerjasama dengan Tio Tiaw Siat alias Chang Pi Shih, paman sekaligus konsul Tiongkok di Singapura mendirikan perusahaan kereta api The Chow-Chow Swatow Railyway Co.Ltd. di daerah Tiongkok Selatan yang menghubungkan kedua kota tersebut. Untuk jasanya mereka sempat bertemu muka dengan ibu suri Tsu His di Beixing. Universitas Sumatera Utara Pada 4 Februari 1921, Tjong A Fie meninggal dunia karena apopleksia atau pendarahan otak, di kediamannya di Jalan Kesawan, Medan. Seluruh Kota Medan gempar dan turut berkabung, ribuan orang pelayat datang berduyun-duyun bukan saja dari Kota Medan, tetapi dari berbagai kota di Sumatera Timur, Aceh, Padang, Penang, Malaysia, Singapura dan Pulau Jawa. Upacara pemakamannya berlangsung dengan megah dan penuh kebesaran sesuai dengan tradisi dan kedudukannya pada masa itu. Karena kedermawanannya, tnpa membeda-bedakan bangsa, ras, agama dan asal-usul, Tjong A Fie telah menjadi legenda dan namanya dikenang oleh penduduk Kota Medan dan sekitarnya. Empat bulan sebelum meninggal dunia, Tjong A Fie telah membuat surat wasiat di hadapan notaris Dirk Johan Facquin den Grave. Isinya adalah mewariskan seluruh kekayaannya di Sumatera maupun di luar Sumatera kepada Yayasan Toen Moek Tong yang harus didirikan di Medan dan Sungkow pada saat ia meninggal dunia. Yayasan yang berkedudukan di Medan diminta untuk melakukan lima hal. Tiga diantaranya untuk memberikan bantuan keuangan kepada kaum muda yang berbakat dan berkelakuan baik serta ingin menyelesaikan pendidikannya, tanpa membedakan kebangsaan. Yayasan ini juga harus membantu mereka yang tidak mampu bekerja dengan baik karena cacat tubuh, buta, atau menderita penyakit berat. Juga yayasan diharapkan membantu para korban bencana alam tanpa memandang kebangsaan atau etnisnya. Tjong A Fie dikenal sangat berjasa dalam membangun Kota Medan yang saat itu dinamakan Deli Tua, terutama kawasan pemukiman etnis Tionghoa Pecinan. Universitas Sumatera Utara Beberapa jasanya dalam usaha mengembangkan Kota Medan adalah menyumbangkan menara lonceng untuk Gedung Balai Kota Medan yang lama. Bangunan yang didirikan tahun 1908 ini didesain oleh Hulswit Fermont Weltevreden bersama Ed Cuypers Amsterdam. Pembangunannya diikuti oleh pembangunan Kantor Pos Besar pada tahun 1909-1911, yang didesain oleh Snuyf, Kepala Departemen Pekerjaan Umum. Pada tahun 1910, Javasche Bank yang juga didesain Hulswit Fermont Weltevreden + Ed Cuypers Amsterdam, berdiri, pembangunan Istana Maimoon, Gereja Uskup Agung Sugiopranoto, Kuil Buddha di Brayan , Kuil Hindu untuk warga India, Batavia Bank, Deli Bank, Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin serta mendirikan rumah sakit Tionghoa pertama di Medan bernama Tjie On Jie Jan. Ia dikenal pula sebagai pelopor industri perkebunan dan transportasi kereta api pertama di Sumatera Utara, yakni Kereta Api Deli DSM, yang menghubungkan Kota Medan dengan Pelabuhan Belawan. Tjong A Fie dikenal dermawan dan sangat dekat dengan masyarakat pribumi dan Tionghoa Kota Medan sehingga ia disenangi orang-orang. Sebagai dermawan, ia banyak menyumbang untuk warga yang kurang mampu. Ia sangat menghormati warga muslim, bahkan berperan serta dalam mendirikan tempat ibadah yakni Masjid Raya Al-Mashum dan Masjid Gang Bengkok serta ikut merayakan hari-hari besar keagamaan bersama mereka. Nama Tjong A Fie pernah akan dijadikan sebagai nama sebuah jalan di Kota Medan, tapi dibatalkan dan jalan itu menjadi Jalan K.H. Ahmad Dahlan. Universitas Sumatera Utara

3.5 Sejarah Sastra Melayu Tionghoa