Karakteristik Syariah Marketing Syariah Marketing

dan penggunaannya antara unsur satu dengan unsur yang lain dalam bauran pemasaran. 2 Integrasi, terdapat hubungan yang harmonis diantara unsur-unsur dalam bauran pemasaran. 3 Leverage pengungkit, hal ini berhubungan dengan pengoptimllan kinerja tiap unsur bauran pemasaran secara lebih professional sehingga lebih mendukung bauran pemasaran untuk mendapatkan daya saing. 21

3. Syariah Marketing

Syariah marketing adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholder, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah bisnis dalam islam. 22

a. Karakteristik Syariah Marketing

Ada 4 karakteristik syariah marketing yang dapat menjadi panduan bagi para pemasar sebagai berikut: 23 1 Teistis Rabbaniyyah Salah satu ciri khas syariah marketing yang tidak terdapat dalam pemasaran konvensional adalah sifatnya yang religius diniyyah. Kodisi yang tercipta karena ketidak terpaksaan, tetapi berangkat dari kesadaran akan nilai-nilai religius, yang dippandang penting dan mewarnaktivitas pemasaran agar tidak terperosok ke dalam perbuatan yang dapat merugikan orang lain. 21 Ibid., h. 76. 22 Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006, Cet. III, h. 26. 23 Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006, Cet. III, h. 28. Seorang syariah marketer akan segera mematuhi hukum- hukum syariah, dan segala aktivitasnya sebagai seorang pemasar. Mulai dari melakukan strategi pemasaran, memilah milih pasar segmentasi, kemudian memilih pasar mana yang harus menjadi fokusnya targetting, hingga menetapkan identitas perusahaan yang harus senantiasa tertanam dalam benak pelanggannya positioning. Begitu pula marketing mix-nya dalam mendesain produk, menetapkan harga, penempatan dan melakukan promosi senantiasa harus diwarnai oleh nilai-nilai religius. 24 2 Etis Akhlaqiyyah Syariah marketing merupakan konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika, tidak peduli apapun agamanya. Karena nilai-nilai moral dan etika adalah nilai bersifat universal, yang diajarkan oleh semua agama. 25 3 Realistis Al-W aqi’iyyah Syariah marketing bukanlah konsep yang ekslusif, fanatis, anti modernitas, dan kaku. Syariah marketing adalah konsep pemasaran yang fleksibel, sebagaimana keluasan dan keluwesan syariah islamiyah yang melandasinya. Pedoman yang dapat diterapkan untuk para prilaku bisnis ialah konsep kelonggaran fleksibel. Fleksibilitas kelonggaran sengaja diberikan oleh 24 Ibid., h. 29. 25 Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006, Cet. III, h. 32. Allah SWT agar penerapan syariah senantiasa realisistis dan dapat mengikuti perkembangan zaman. 26 4 Humanitis Al-Insaniyyah Pengertian humanistis al-insaniyah adalah bahwa syariah diciptakan untuk manusia agar derajatnya terangkat, sifat kemanusiaannya terjaga dan terpelihara, serta sifat kehewanannya dapat terkekang dengan panduan syariah. 27

C. Perilaku Konsumen 1. Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan prduk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. 28 Menurut Engel, Blackwell dan Miniard pemahaman mengenai perilaku konsumen mencakup pemahaman terhadap tindakan yang langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. 29 Menurut Hawkins perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi dan proses yang dilakukan untuk memilih, mengamankan, menggunakan dan menghentikan produk, 26 Ibid., h. 36. 27 Ibid., h. 38. 28 Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada, 2010, Cet. IV, h. 2. 29 Tatik Suryani, Perilaku Konsumen Implikasi pada Strategi Pemasaran, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008, Cet. I, h. 6