adanya pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pascasarjana, maka
penelitian dengan judul “Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai di Tinjau dari
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan”, belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat
dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung-jawabkan dari segi isinya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Menurut M. Solehuddin, hakikat dari pemidanaan adalah sebagai tanggung- jawab subjek hukum terhadap perbuatan pidana dan otoritas publik kepada Negara
berdasarkan atas hukum untuk melakukan pemidanaan. Dalam filsafat pemidanaan tersebut mempunyai 2 dua fungsi, antara lain
10
: a.
Fungsi fundamental, yaitu sebagai landasan dan asas normatif atau kaidah yang memberikan pedoman, kriteria atau paradigma terhadap masalah pidana dan
pemidanaan. Maksud dari pernyataan tersebut, bahwa setiap asas yang ditetapkan sebagai prinsip maupun kaidah itulah yang diakui sebagai kebenaran atau norma
yang wajib ditegakkan, dikembangkan dan diaplikasikan.
10
M. Solehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System Implementasinya Jakarta : Raja Grafika Persada, 2003, hal. 80.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
b. Fungsi teori, dalam hal ini sebagai meta-teori. Maksudnya, filsafat pemidanaan
berfungsi sebagai teori yang mendasari dan melatarbelakangi setiap teori pemidanaan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh M. Solehuddin tersebut di atas, maka
Narapidana yang berada dalam ruang lingkup Pemasyarakatan merupakan subjek hukum yang mempertanggung-jawabkan atas segala perbuatan pidana yang telah dilakukannya.
Selain itu, menurut Jerome Hall sebagaimana yang dikutip oleh Teguh Prasetyo membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, antara lain
11
: 1.
Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup. 2.
Pemidanaan memaksa dengan kekerasan. 3.
Pemidanaan diberikan atas nama Negara atau “diotoritaskan”. 4.
Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya dan penentuannya, yang diekspresikan dalam putusan.
5. Pemidanaan diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini
mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika.
6. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan dan
diperberat atau diringankan dengan melihat personalitas kepribadian si pelanggar, motif dan dorongannya.
Ruang lingkup Pemasyarakatan tersebut dikenal adanya pembinaan Narapidana. Menurut C.I. Harsono Hs, Pembinaan Narapidana adalah suatu sistem. Oleh karena itu,
11
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana : Kajian Kebijakan Kriminal dan Diskriminasi, Yogyakarta : Puataka Pelajar, 2005, hal. 74-75.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
maka pembinaan Narapidana mempunyai beberapa komponen yang saling berkaitan dan saling bekerja sama satu sama yang lain untuk mencapai suatu tujuan.
12
Berdasarkan Keputusan Konfrensi Dinas Para Pimpinan Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 yang memutuskan bahwa pelaksanaan pidana penjara di Indonesia
tersebut dilakukan dengan sistem pemasyarakatan, suatu pernyataan di samping sebagai arah tujuan, pidana penjara dapat juga menjadi cara untuk membimbing dan membina
para pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana. Dari hasil Konfrensi tersebut, maka menurut Adi Sujatno dinyatakan beberapa
prinsip untuk membimbing dan melakukan pembinaan bagi Narapidana, antara lain
13
: 1.
Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.
Bekal hidup tidak hanya berupa finansial dan material, tetapi yang lebih penting adalah mental, fisik kesehatan, keahlian, ketrampilan, hingga orang mempunyai
kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum lagi, dan berguna dalam pembangunan negara.
14
2. Penjatuhan pidana adalah bukan tindak balas dendam dari Negara.
Penjatuhan pidana tidak boleh ada penyiksaan terhadap Narapidana baik yang berupa tindakan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita yang
dialami Narapidana hendaknya hanya dihilangkan kemerdekaannya.
15
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan melakukan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan. Bagi Narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma hidup dan
kehidupan, serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau. Narapidana dapat diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk
menumbuhkan rasa hidup ke masyarakatnya.
16
12
C.I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana Jakarta : Djambatan, 1995, hal. 5
13
Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri Jakarta : Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI, 2004, hal.13-14.
14
A. Widiada Gunawan S.A, Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan Bandung : Armico, 1988, hal. 77.
15
Ibid.
16
Ibid.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
4. Negara tidak berhak membuat seseorang Narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari
pada sebelum ia masuk lembaga. Untuk hal tersebut, harus diadakan pemisahan bagi Narapidana antara yang residivis
dan yang bukan, yang tindak pidana berat dan yang ringan, macam tindak pidana yang dilakukan, Narapidana dewasa, dewasa muda dan anak-anak, Narapidana laki-
laki dan Narapidana wanita, serta orang terpidana dengan orang tahanantitipan.
17
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak Narapidana harus dikenalkan kepada
masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Masalah ini memang dapat menimbulkan salah pengertian ataupun dapat dianggap
sebagai masalah yang sukar dimengerti. Hal tersebut pada waktu Narapidana menjalani hilang kemerdekaan, yang menurut paham lama adalah identik dengan
pengasingan dari masyarakat, namun sekarang menurut sistem pemasyarakatan Narapidana tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
18
6. Pekerjaan yang diberikan kepada Narapidana tida boleh bersifat mengisi waktu atau
hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau Negara saja, pekerjaan yang diberikan harus ditunjukkan untuk pembangunan Negara.
Pekerjaan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan ditujukan kepada pembangunan Nasional. Maka harus ada integrasi pekerjaan Narapidana dengan
pembangunan Nasional. Potensi-potensi kerja yang ada di Lembaga Pemasyarakatan harus dianggap sebagai yang intergral dengan potensi pembangunan Nasional.
19
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila.
Setiap bimbingan dan pendidikan yang diberikan kepada Narapidana harus berdasarkan norma-norma yang terkandung di dalam Pancasila.
20
8. Setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia
telah tersesat dan tidak boleh ditujukan kepada Narapidana bahwa ia adalah penjahat. Tidak boleh selalu ditujukan pada Narapidana bahwa ia adalah penjahat. Sebaliknya
ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan sebagai manusia. Oleh sebab itu, petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memakai kata-kata
yang menyinggung perasaannya, khususnya yang bersangkutan dengan perbuatannya yang telah lampau yang menyebabkan ia masuk ke Lembaga Pemasyarakatan.
21
17
Ibid., hal. 78.
18
Ibid.
19
Ibid., hal. 79.
20
Ibid.
21
Ibid., hal. 80.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
Terhadap Narapidana perlu diusahakan supaya mereka mendapat pencaharian untuk kelangsungan hidup keluarga yang menjadi tanggungannya, dengan disediakan
pekerjaan ataupun dimungkinkan bekerja dan diberikan upah untuk pekerjaan tersebut.
22
10. Sarana fisik bangunan lembaga pemasyarakat saat ini merupakan salah satu
hambatan dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Maka perlu kiranya mendirikan lembaga-lembaga Pemasyarakatan yang baru yang
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan, serta memindahkan lembaga-lembaga Pemasyarakatan yang letaknya di tengah-tengah kota ke tempat
yang sesuai dengan kebutuhan proses Pemasyarakatan.
23
Sebagaimana yang telah diutarakan di atas tentang beberapa prinsip untuk membimbing dan melakukan pembinaan bagi Narapidana, maka dari itu ada baiknya
mengetahui tujuan dari Pembinaan Narapidana tersebut. Tujuan dari pembinaan Narapidana tersebut, maka secara tidak langsung berkaitan erat dengan tujuan dari
pemidanaan. Pembinaan Narapidana yang dilakukan sekarang pada awalnya berpijak dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai
dan hakekat hidup yang tumbuh di masyarakat. Pada prinsipnya, Narapidana tersebut juga merupakan manusia biasa yang juga
mempunyai kekhilafan dan kekurangan pada waktu berbuat suatu tindak pidana atau kejahatan, akan tetapi juga mempunyai potensi yang positif untuk dapat dikembangkan
menjadi hal-hal yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan bahkan Negara. Dengan melakukan pembinaan atau menggali potensi yang positif dalam diri seorang
Narapidana, maka diharapkan dapat merubahnya untuk menjadi seseorang yang lebih
22
Ibid.
23
Ibid., hal. 81.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
produktif untuk berkarya dalam hal-hal yang positif setelah Narapidana tersebut selesai menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan dan tidak mengulangi perbuatan
yang buruk dikemudian hari. Sebagaimana yang telah diutarakan di atas, Pembinaan Narapidana berhubungan
dengan Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang dikhususkan terhadap Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat, Pasal 14 ayat 1
huruf k dan l Undang-Undang No. 12 Tahun 1999 Tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa, “Narapidana berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat dan Cuti
Menjelang Bebas”. Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat,
bergantung pada setiap vonis Hakim yang ditetapkan kepada setiap terpidana dan pelaksanaannya dilakukan oleh Pihak Lembaga Pemasyarakatan. Hal tersebut telah
ditetapkan dalam suatu peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yaitu Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan selanjutnya disebut PP No. 32 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan selanjutnya disebut dengan PP No. 28 Tahun 2006
serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01. PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan memberikan sebutan tersendiri terhadap orang-orang yang mendapat bimbingan dan pembinaan baik
di Lembaga Pemasyarakatan maupun di Balai Pemasyarakatan yaitu Warga Binaan Pemasyarakatan.
Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan.
yang dapat dijelaskan di bawah ini
24
: a.
Narapidana Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan.
25
Terpidana
26
adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan
27
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Terhadap Narapidana wanita pembinaannya dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan wanita
28
, namun karena tidak semua daerah ada Lembaga Pemasyarakatan wanita maka
penempatan Narapidana wanita ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan dengan cara memisah blok antara Narapidana pria dengan blok Narapidana wanita.
Pembinaan terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan dengan penggolongan atas dasar, antara lain
29
: a
umur. b
jenis kelamin.
24
Pasal 1angka 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
25
Pasal 1angka 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
26
Pasal 1angka 6 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
27
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang Pengadilan terbuka, yang dapat berupa
pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam segala hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
28
Pasal 12 ayat 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
29
Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
c lama pidana yang dijatuhkan.
d jenis kejahatan.
e kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
Penempatan terpidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 270 KUHAP dan pendaftarannya dilakukan pada saat terpidana diterima
di Lembaga Pemasyarakatan
30
, dengan didaftarnya terpidana di Lembaga Pemasyarakatan maka dengan sendirinya telah mengubah status terpidana menjadi
Narapidana
31
, begitu juga dalam hal pembebasan Narapidana
32
, wajib didaftar di Lembaga Pemasyarakatan.
b. Anak Didik Pemasyarakatan
Anak yang bersalah dalam suatu perkara pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, pembinaannya ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak.
33
Penempatan anak yang bersalah dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap di Lembaga Pemasyarakatan Anak dipisahkan sesuai dengan status anak tersebut masing-
masing yaitu
34
: anak pidana, anak negara dan anak sipil. Perbedaan status anak tersebut menjadi dasar pembedaan pembinaan yang dilakukan.
30
Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
31
Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
32
Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa, “Kepala Lembaga Pemasyarakatan bertanggung-jawab atas penerimaan terpidana dan pembebasan
Narapidana”.
33
Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
34
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
1 Anak Pidana
Anak pidana
35
adalah anak yang berdasarkan putusan Pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai umur 18 delapan belas tahun.
Penempatan Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan wajib didaftar
36
, pendaftaran tidak mengakibatkan berubahnya status Anak Pidana menjadi Narapidana sebagaimana
pencatatan terhadap terpidana menjadi Narapidana, dalam rangka pembinaan terhadap Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak dilakukan penggolongan atas dasar,
antara lain
37
: a
Umur. b
Jenis kelamin. c
Lama pidana yang dijatuhkan. d
Jenis kejahatan e
Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Menurut Romli Atmasasmita, apa yang dilakukan oleh anak sehingga pada dirinya
dipidana merupakan bentuk dari juvenile deliquency yang disebut sebagai perbuatan atau tingkah laku orang di bawah umur dan belum kawin dalam bentuk pelanggaran terhadap
norma-norma hukum serta dapat membahayakan perkembangan pribadi anak yang bersangkutan.
38
Dalam bahasa lain, Romli Atmasasmita menyatakan suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan
35
Pasal 1 angka 8 huruf a Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
36
Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
37
Pasal 20 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
38
Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-Anak Remaja Bandung : Armico, 1983, hal. 40.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan oleh masyarakat dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela.
39
Berdasarkan Pasal 22 ayat 1 UUP yang menyatakan bahwa, “Anak Pidana memperoleh hak-hak yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 kecuali huruf g”.
Anak Pidana menurut ketentuan Pasal 14 kecuali huruf g UUP di antaranya berhak untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Pembebasan
Bersyarat bagi Anak Pidana baru bisa didapatnya setelah Anak Pidana yang bersangkutan menjalani sekurang-kurangnya 23 dua per tiga masa pidananya, dengan
ketentuan 23 dua per tiga tersebut tidak kurang dari 9 sembilan bulan dari masa pidananya.
Sedangkan hak untuk mendapat Cuti Menjelang Bebas bagi Anak Pidana baru bisa didapatkan setelah Anak Pidana yang bersangkutan menjalani lebih dari 23 dua per
tiga masa pidananya dengan ketentuan Anak Pidana tersebut harus berkelakuan baik dan jangka waktu Cuti Menjelang Bebas sama dengan remisi terakhir atau paling lama 6
enam bulan. 2
Anak Negara Anak
Negara
40
adalah anak yang berdasarkan putusan Pengadilan diserahkan pada Negara untuk didik dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama
sampai berumur 18 delapan belas tahun. Anak Negara yang di tempatkan di Lembaga
39
Ibid.
40
Pasal 1 angka 8 huruf b Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pemasyarakatan Anak wajib didaftar.
41
Pendaftaran Anak Negara tersebut tidak mengubah status Anak Negara menjadi Narapidana, dalam rangka pembinaan terhadap
Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak dilakukan penggolongan atas dasar, antara lain
42
: a
Umur. b
Jenis kelamin. c
Lamanya pembinaan. d
Jenis kejahatan e
Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Anak Negara tidak berhak untuk mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan
yang dilakukan dan tidak berhak mendapatkan pengurangan pidana remisi
43
, hal ini dikarenakan :
1. Anak Negara tidak diperkenankan atau tidak diperbolehkan untuk dipekerjakan di
dalam maupun di luar Lembaga Pemasyarakatan Anak selama menjalani hukuman. 2.
Hukuman yang diterima oleh Anak Negara bukanlah hukuman penuh sebagaimana pada Narapidana. Bagi para Anak Negara berlaku hukuman paling lama atau
maksimal 13 satu per tiga dari ancaman hukuman, makanya wajar apabila anak negara tidak mendapat pengurangan masa pidananya remisi.
Terhadap Anak Negara dapat dipindahkan dari 1 satu Lembaga Pemasyarakatan Anak tempatnya pertama sekali ditempatkan dan kemudian dipindahkan ke Lembaga
41
Pasal 25 ayat 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
42
Pasal 27 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
43
Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pemasyarakatan Anak lainnya untuk kepentingan Anak Negara tersebut yang meliputi, antara lain
44
: 1.
Pembinaan. 2.
Keamanan dan ketertiban. 3.
Pendidikan. 4.
Hal-hal lainnya yang dianggap perlu. 3
Anak Sipil Anak
Sipil
45
adalah anak atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan Pengadilan untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama
sampai berumur 18 delapan belas tahun. Penetapan Anak Sipil dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak bukan karena kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh
anak yang bersangkutan, melainkan atas permintaan orang tuanya atau walinya yang sah atas kenakalan anak tersebut.
Orang tua atau wali yang tidak sanggup untuk mendidik anak karena kenakalannya baru bisa menempatkan anak tersebut di Lembaga Pemasyarakatan Anak setelah adanya
penetapan Pengadilan yang membenarkan anak tersebut untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak dan berdasarkan penetapan Pengadilan tersebut, baru pihak
Lembaga Pemasyarakatan Anak bisa menerima anak tersebut untuk dididik.
44
Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
45
Pasal 1 angka 8 huruf c Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Anak Sipil
46
yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak wajib untuk didaftar oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak, pendaftaran tersebut tidak merubah status
Anak Sipil tersebut menjadi Narapidana, karena Anak Sipil tersebut yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak bukan karena perbuatan pidana yang dilakukannya,
melainkan semata-mata agar anak tersebut membuat orang tuanya atau walinya yang sah tidak sanggup lagi untuk mendidiknya.
Penempatan Anak Sipil di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama 6 enam bulan bagi Anak Sipil tersebut yang belum berumur 14 empat belas tahun, dan paling
lama 1 satu tahun bagi Anak Sipil yang pada saat penetapan Pengadilan berumur 14 empat belas tahun dan setiap kali dapat diperpanjang 1 satu tahun dengan ketentuan
paling lama sampai umur 18 delapan belas tahun.
47
Terhadap Anak Sipil, dalam rangka pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak dilakukan penggolongan atas dasar, antara lain
48
: a
Umur. b
Jenis kelamin. c
Lama pembinaan. d
Jenis kejahatan. e
Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Anak Sipil tidak berhak untuk mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang
dilakukan dan tidak berhak mendapatkan pengurangan pidana remisi, mendapatkan
46
Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
47
Pasal 32 ayat 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
48
Pasal 34 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Pembebasan Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas.
49
Hal tersebut dikarenakan Anak Sipil di tempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak bukan karena kejahatan atau
tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang bersangkutan, melainkan atas permintaan orang tuanya atau walinya yang sah atas kenakalan anak tersebut.
c. Klien Pemasyarakatan
Klien Pemasyarakatan
50
yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang yang dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan. Setiap Klien wajib mengikuti secara tertib
program bimbingan yang diadakan oleh Balai Pemasyarakatan serta setiap orang yang mengikuti program bimbingan di Balai Pemasyarakatan wajib untuk didaftar.
51
Balai Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis Pemasyarakatan yang menangani pembinaan Klien Pemasyarakatan yang terdiri dari terpidana bersyarat,
Narapidana yang mendapat Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, serta Anak Negara yang mendapat Pembebasan Bersyarat.
52
Bimbingan Pemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan kepada Klien Pemasyarakatan yang terdiri dari
53
: 1
Terpidana bersyarat. 2
Narapidana dan Anak Negara yang mendapat Pembebasan Bersyarat atau Cuti Menjelang Bebas.
49
Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
50
Pasal 1angka 9 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
51
Pasal 39 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
52
Wagiati Soetodjo, Op. Cit., hal. 49.
53
Pasal 42 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
3 Anak Negara yang berdasarkan Putusan Pengadilan pembinaannya diserahkan
kepada orang tua asuhnya atau badan sosial. 4
Anak Negara berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua
asuhnya atau badan sosial. 5
Anak yang berdasarkan penetapan Pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
Bimbingan Anak Negara yang diserahkan kepada orang tua asuh, wali atau badan sosial dan anak yang dikembalikan kepada orang tua atau walinya yang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat 1 huruf c, d dan e UUP, maka Balai Pemasyarakatan harus melaksanakan beberapa ketentuan, antara lain
54
: 1
Pengawasan terhadap orang tua asuh atau badan sosial dan orang tua atau wali agar kewajiban sebagai pengasuh dapat dipenuhi.
2 Pemantapan terhadap perkembangan Anak Negara dan Anak Sipil yang diasuh.
Jenis bimbingan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan antara lain
55
: 1
Pendekatan agama. 2
Pendidikan budi-pekerti. 3
Bimbingan dan penyuluhan perorangan maupun kelompok. 4
Pendidikan formal. 5
Kepramukaan. 6
Pendidikan ketrampilan kerja. 7
Pendidikan kesejahteraan keluarga. 8
Psikoterapi. 9
Psikiatri terapi. 10
Kepustakaan.
54
Pasal 43 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
55
Wagiati Soetodjo, Op. Cit., hal. 51.
Sri Asmaniah : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas Dan Cuti Bersyarat Di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Di Tinjau Dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, 2009
Teknik bimbingan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan di Indonesia dilakukan melalui beberapa cara, antara lain
56
: 1
Memerintahkan terbimbing untuk datang ke Balai Pemasyarakatan untuk diberikan pengertian.
2 Diadakan kunjungan ke rumah terbimbing untuk melihat kemajuannya, serta situasi
keluarga dan lingkungannya. 3
Mengadakan surat-menyurat demi terjalinnya hubungan baik yang bersifat kekeluargaan tanpa ada jurang pemisah.
2. Kerangka Konsepsi