Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai masukan untuk menyusun Awareness kesadaran, seseorang menyadari dan mengetahui adanya Trial, mencoba perilaku baru. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, Receiving Me

1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: bagaimana perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah pelayanan Puskesmas Medan Johor Kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue di wilayah pelayanan Puskesmas Medan Johor Kota Medan. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai masukan untuk menyusun

strategi pencegahan dan penanggulangan kasus penyakit DBD baik di desakelurahan endemis maupun di wilayah kerja secara keseluruhan.

2. Bagi Puskesmas Medan Johor sebagai masukan untuk meningkatkan

kegiatan promosi kesehatan sebagai upaya menurunkan kasus penyakit DBD di masyarakat. 3. Bagi masyarakat sebagai bahan informasi menambah pengetahuan tentang pencegahan penyakit DBD melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN di lingkungan tempat tinggal. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD

2.1.1. Pengertian DBD

Demam Berdarah Dengue DBD adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan petechia, ruam purpura. Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi menimbulkan renjatan syok dan kematian Mubin, 2005: 8.

2.1.2. Tanda-Tanda Penyakit DBD

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba. Kadang- kadang kesadarannya menurun Mubin, 2005: 8. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Pembesaran hati hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan di permulaan penyakit. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berat penyakit. Biasanya nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Trombositopeni yaitu jumlah trombosit di bawah 100.000mm 3 biasanya ditemukan diantara hari ketiga sampai ketujuh sakit Soedarmo, 2005: 44.

2.1.3. Vektor Penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan daerah urban sedangkan di daerah pedesaan daerah rural kedua jenis spesies nyamuk Aedes tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam potongan bambu, dalam lipatan daun dan dalam genangan air lainnya Soedarmo, 2005: 18. Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penyimpanan air di dalam atau di sekitar rumah, atau di tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang berhubungan langsung dengan tanah Soedarmo, 2005: 21. Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Tempat Penampungan Air TPA untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki air, tempayan, bak mandiWC, ember dan lain-lain. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 b. Tempat penampungan Air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain. c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu dan lain-lain.

2.1.4. Penularan Penyakit DBD

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penular penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk dalam kelenjar liurnya Depkes RI, 2005: 2. Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa inkubasi selama 4-7 hari viremia yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan kepada orang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang menghisap virus Dengue ini menjadi penular infektif sepanjang hidupnya. Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya probocis, agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur itulah virus Dengue dipindahkan dari Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes aegypti betina umurnya dapat mencapai 2-3 bulan Depkes RI, 2005: 2.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit DBD

2.2.1. Lingkungan

Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal yang diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor penularan DBD antara lain: a. Sumber air yang digunakan Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah merupakan tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD. b. Kualitas Tempat Penampungan Air TPA Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan terjadinya DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak berjentik. c. Kebersihan lingkungan Kebersihan lingkungan dari kalengban bekas, tempurung, dan lain-lain juga merupakan faktor terbesar terjadinya DBD Soegijanto, 2006: 247.

2.2.2. Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Analisis dari Green yang dikutip Notoatmodjo 2007: 178 menyatakan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu, faktor perilaku behaviour causes dan faktor non perilaku non behaviour causes. Sedangkan perilaku itu Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 sendiri, khusus perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh 3 tiga faktor yakni: a. Faktor-faktor predisposisi predisposing factor, yaitu terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari seseorang. b. Faktor-faktor pendukung enabling factor yang terwujud dalam lingkungan fisik. c. Faktor-faktor pendorong reinforcing factor yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnya keluarga dan teman sebaya. Green kemudian berkesimpulan bahwa setiap perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi dari pengaruh kolektif ketiga faktor. Gagasan penyebab kolektif itu penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena yang majemuk.

2.3. Upaya Pencegahan DBD

2.3.1. Partisipasi Masyarakat

Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara individu atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan ialah a menggunakan mosquito repellent anti nyamuk oles dan insektisida dalam bentuk spray, b menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit, c memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah Soedarmo, 2005: 59. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu, keluarga, dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif berkontribusi dalam pembangunan Depkes RI, 2005: 1. Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri Notoatmodjo, 2005: 124. Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat Depkes RI, 2005: 1. Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan dengan mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan perlindungan diri secara memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan program pemberantasan DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta dalam program pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan berbagai jenis penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu peran partisipasi masyarakat dapat Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate secara gratis bagi yang berperan aktif Soegijanto, 2006:7.

2.3.2. Kebijakan Pemerintah

Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan melalui pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat elemen yang mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam kebijakan karena memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh suatu keputusan Koban, 2005: 9. Adapun elemen tersebut antara lain adalah: 1. Kebijakan publik Undang-UndangPeraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan dan Pejabat Pemerintah. 2. Pelaku kebijakan kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah, pemimpin terpilih. 3. Lingkungan kebijakan geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi. 4. Sasaran kebijakan masyarakat. Elemen-elemen tersebut secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Sumber: Koban, 2005: 10. Gambar 2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program pemberantasan virus Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan perundang-undangan tentang penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan ini memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang diperlukan saat terjadi wabah atau KLB di masyarakat Koban, 2005: 8. Penyusunan undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting dalam program pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes aegypti, yaitu mengkaji ulang dan mengevaluasi efektifitas undang-undang, dirumuskan berdasarkan perundang-undangan sanitasi yang telah diatur oleh Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah sebagai pelaksana, mencerminkan koordinasi lintas sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi lingkungan, mencerminkan kerangka administrasi hukum yang ada dalam konteks administrasi secara nasional dan sosialisasi undang-undang kepada masyarakat. Di Indonesia PELAKU KEBIJAKAN KEBIJAKAN PUBLIK LINGKUNGAN KEBIJAKAN Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 kelompok kerja pemberantasan DBD disebut dengan POKJANAL DBD dan POKJA DBD tingkat DesaKelurahan Koban, 2005: 8. Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada peraturan dan kepastian hukum law enforcement yang mengikat dan mewajibkan setiap anggota masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di lingkungan keluarga dan masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan sanksihukuman yang sesuai dengan peraturan yang berlaku Koban, 2005: 8.

2.4. Pemberantasan Vektor

Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya. Menurut Soedamo 2005: 60 jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penularan DBD meliputi:

2.4.1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa, dilakukan dengan cara penyemprotan pengasapanfogging dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida golongan organophosphat, misalnya malathion, fenitrothion, dan pyretroid, sintetik misalnya lambda sihalotrin dan permetin Soedamo, 2005: 60. Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentiknya agar Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 populasi nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga apabila ada penderita DBD tidak dapat menular kepada orang lain Soedamo, 2005: 61.

2.4.2. Pemberantasan Larva Jentik

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN dilakukan dengan cara Depkes RI, 2005: 14: a. Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik larvasida. Ini dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules sand granules. Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gr  1 sendok makan rata untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golonga insect growth regulator. b. Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila merah Oreochromosis niloticus gambusia sp., ikan guppy Poecillia reticulata, dan ikan grass carp Etenopharyngodonidla. Selain itu dapat digunakan pula Bacillus Thuringiensis var Israeliensis BTI atau golongan insect growth regulator. c. Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M Menguras, Menutup, Mengubur. Menguras bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga tempayan, drum dll, mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas kaleng, ban dll. Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Apabila PSN ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka diharapkan nyamuk Aedes aegypti dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan penularan penyakit. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat Depkes RI, 2005: 14.

2.5. Perilaku

Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif tanpa tindakan nyata atau konkret dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau konkret Notoatmodjo, 2007: 139. Perilaku adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan afeksi, pemikiran kognisi, dan predisposisi tindakan konasi seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula Azwar, 2003: 5, 9. Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya Azwar, 2003: 10. Menurut ilmu sosiologi, perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Sesuai dengan batasan perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan Sarwono, 2007: 1. Sementara itu ilmu antropologi menyatakan perilaku merupakan ganjaran dari perilaku atau tingkah laku yang tidak disukai, sehingga ancaman dari penyakit tersebut memainkan peranan penting dalam masyarakat untuk mempertahankan aturan-aturan yang ada. Dengan demikian perilaku yang menyimpang dari pola-pola Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 umum yang berlaku dalam hubungan antar pribadi, baik antara sesama manusia atau antara manusia dengan makhluk lain Anderson, 2006: 54.

2.5.1. Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo 2007: 140, perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa berpendapat, berpikir bersikap dan sebagainya untuk memberikan respons terhadap situasi di luar subjek. Perilaku dapat dijabarkan dalam tiga bentuk operasional, yaitu: a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui reaksi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Secara umum sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses sebagai berikut:

1. Awareness kesadaran, seseorang menyadari dan mengetahui adanya

stimulus. 2. Interest, mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation, menimbang-nimbangmengevaluasi baik tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya.

4. Trial, mencoba perilaku baru.

5. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 b. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek, sehingga alam itu sendiri akan mencetak sendiri perilaku manusia yang ada di dalamnya sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup Notoatmodjo, 2007: 144. Tingkatan sikap adalah:

1. Receiving Menerima, seseorang subject mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan object 2. Responding Merespon, meresponmengerjakan tugas yang diberikan. 3. Valuing Menghargai, mengajak orang lain untuk mengerjakan mendiskusikan sesuatu masalah.

4. Responsible Bertanggung-jawab, bertanggung-jawab atas sesuatu yang

telah dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya. c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit, yaitu berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar. Menurut Notoatmodjo 2007: 145 tindakan adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Tindakan terdiri dari empat tingkatan yaitu:

1. Perception Persepsi, mengenal dan memilih berbagai object sehubungan