Pemakaian Kelambu Penyemprotan Fogging

5.3.4. Pemakaian Kelambu

Persoalan pencegahan anggota keluarga dari gigitan nyamuk DBD memang berbeda-beda. Ibu Diana lain lagi yang dilakukannya agar anak-anaknya terhindar dari gigitan nyamuk. Merasa tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya, terutama selokan, maka dia memasang kelambu untuk setiap kamar tidur. Bahkan, ketika anak-anaknya tidak mau tidur siang di kamar karena udara yang panas dan lebih memilih tidur di ruang tamu, Ibu Diana pun memasang kelambu. Menurut ibu Diana, tindakan yang dilakukannya sebenarnya cukup merepotkan, karena harus memasang dan menggulung kelambu setiap harinya, tetapi dia merasa tidak berdaya dan selalu khawatir salah satu nyamuk yang berada di sekitar rumahnya adalah nyamuk demam berdarah. Dari pengamatan yang saya lakukan, memang di rumah Ibu Diana cukup banyak nyamuk, apalagi menjelang sore hari. Di beberapa titik ruangan rumah memang diletakkan anti nyamuk bakar, tetapi nyamuk-nyamuk tersebut seakan tidak perduli dan tetap saja beterbangan. Selain persoalan selokan yang kurang bersih, karena ada beberapa sampah sehingga alirannya tidak begitu lancar. Di sebelah rumah Ibu Diana, ada tanah kosong yang becek ada genangan air, beserta sampah-sampah plastik di sana-sini.

5.3.5. Penyemprotan Fogging

Jika ada anggota masyarakat yang terkena DBD maka oleh petugas puskesmas dilakukan penyemprotan. Pada dasarnya semua keluarga ini setuju dengan penyemprotan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Ibu Siska yang anaknya Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 pernah menderita DBD, rumahnya juga di ‘fogging’, hanya saja mereka memiliki pertanyaan yang hampir senada, yaitu: “ Kenapa sih bu, setelah terkena DBD baru dilakukan penyemprotan, kalau sebelum itu disemprotkan gak ada yang kena. Trus kalo disemprot kenapa hanya satu rumah, mengapa tidak satu lingkungan saja. Itu permintaan kami sebagai masyarakat, jangan sudah terjadi baru disemprot, trus kalo ada penyemprotan jangan hanya satu rumah saja tetapi semua rumah di sekitar yang terkena”, kata Bu Siska. Pertanyaan ini untuk sesaat membuat saya menjadi kebingungan bagaimana harus menjawabnya. Ada pandangan-pandangan yang negatif tentang pelaksanaan ‘ fogging’ ini. Salah satunya pandangan dari Bapak Yusuf, seperti berikut: “ Lima rumah dari rumah saya ¯sebut saja rumah Bapak Andi¯, tahun lalu salah seorang anaknya terkena DBD, dirawat di rumah sakit, kemudian sembuh dan pulang ke rumah. Setelah anak Bapak Andi pulang ke rumah, kepala lingkungan melaporkan ke puskesmas. Tetapi tindakan penyemprotan tidak segera dilakukan, masih di proses dan dua hari kemudian baru datang petugas kesehatan menyemprot rumah Bapak Andi”, kata Bapak Yusuf. “ Bisa ibu bayangkan, sudah terbang kemana nyamuk yang menggigit anak Bapak Andi, anak Bapak Andi dirawat empat hari di rumah sakit, jadi ada waktu seminggu barulah rumah itu disemprot, untuk apa lagi bu, kan gak ada gunanya lagi”, katanya. Selain itu, Ibu Diana juga memberikan suatu pandangan tentang pelaksanaan penyemprotan ini. Menurut dia, penyemprotan itu lebih sering dilakukan untuk bagian-bagian luar rumah, sedangkan bagian dalam sepertinya sekedar lewat saja. Senada dengan apa yang disampaikan Ibu Siska, Ibu Diana pun mengatakan penyemprotan jangan dilakukan pada rumah penderita DBD saja, tetapi juga dilakukan untuk beberapa rumah di sekitarnya, supaya nyamuk-nyamuk tersebut benar-benar mati dan tidak menularkannya ke orang lain. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Ibu Siska juga menunjukkan kekesalannya dengan kerumitan urusan untuk segera memperoleh tindakan penyemprotan, seperti ungkapannya ini: “ Susah bu, saya merasakan sendiri, waktu ada keluarga kami yang kena DBD, kami melapor bu tetapi petugasnya bukan terus datang bu. Harus dulu kami melapor ke Kepling, jadi nampaknya lama gitu. Kalo rakyat melaporkan kan maunya harus segera dilayani, gitu lo bu permintaan kami, tapi kadang-kadang gitulah, waktunya itu, harus melapor ini itu, nanti Kepling melapor ke sini, minta surat dokter lah, apakah memang benar kena DBD. Kan gak mungkin kami melapor kalo gak benar kena DBD, cari-cari masalah saja”, kata Bu Siska. Keluarga ibu ina juga tidak melaporkan suaminya yang terkena DBD ke Puskesmas, menurutnya urusannya menjadi panjang dan rumit. Ibu Ina tidak melaporkannya karena tidak terlalu memikirkannya, baginya yang penting suaminya sudah sembuh dari sakit. Tapi, beberapa hari kemudian petugas puskesmas datang dan melakukan ’fogging’ pada bagian luar rumahnya, tetapi bagian dalam rumah tidak di-fogging oleh petugas kesehatan. Menurut petugas kesehatan yang melakukan ’ fogging’ ¯yang disampaikan kepada Ibu Ina¯ fogging tidak dilakukan sampai ke bagian dalam rumah, tetapi bagian luar saja, karena asap penyemprotan akan masuk dengan sendirinya ke dalam rumah dan dapat mematikan nyamuk-nyamuk yang ada di dalam rumahnya. Hal ini saya konfirmasikan langsung dengan petugas kesehatan yang menangani bagian pencegahan dan pemberantasan DBD. Petugas kesehatan tersebut ¯sebut saja Bapak Juan¯ mengatakan kepada saya, bahwa tanggapan masyarakat tentang penyemprotan memang sangat baik. Masyarakat punya satu pemahaman bahwa pencegahan DBD yang paling ampuh hanya dengan penyemprotan. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Masyarakat kurang menyadari bahwa melakukan penyemprotan berarti memberikan racun ke sekitar lingkungannya. Mereka tidak mengetahui bahwa bahan penyemprotan itu mengandung pestisida yang dapat merusak kesehatan. Bapak Juan mengatakan bahwa yang sebaiknya dilakukan masyarakat adalah Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN. Kebersihan rumah dan lingkungan rumah, tidak menyimpan barang-barang yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan tidak membiarkan kain bertumpuk atau bergantungan, adalah langkah yang harus dilakukan masyarakat, sehingga nyamuk penyebab DBD tidak memiliki sarang untuk bertelur dan berkembangbiak. Untuk mencegah gigitan nyamuk, langkah yang paling aman adalah menggunakan kelambu. Tetapi masyarakat memang sulit untuk diajak bekerjasama dalam melakukan pemberantasan PSN, seperti uraiannya berikut: “ Sebenarnya pencegahan DBD yang sebaiknya adalah dengan PSN, bukan dengan penyemprotan atau pemasangan anti nyamuk, baik yang disemprot ataupun anti nyamuk yang dibakar. Tidak mereka sadari itu semua dapat mengganggu kesehatan. Jadi yang sebaiknya memakai kelambu, dan itu tadi, kami selaku petugas kesehatan selalu mengingatkan masyarakat untuk tetap melakukan PSN”, katanya. Bapak Juan melanjutkan, “Kami selalu ingatkan untuk menguras dan menyikat bak mandi, mengubur benda-benda yang dapat menampung air, menutup kontainer-kontainer penampungan air. Tapi masyarakat lebih yakin dengan ’fogging’ tadi. Masyarakat kita sangat sulit untuk diharapkan berinisiatif sendiri dalam penanggulangan DBD. Waktu kita turun, rata-rata masyarakat mengiyakan apa yang kita sampaikan, tetapi kalau kita sudah tidak ada ¯maksudnya sudah tidak turun ke lapangan lagi¯ masyarakat tidak akan bergerak untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan penanggulangan DBD”, ujarnya. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Sebenarnya dari analisis jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat akan DBD sudah cukup baik. Penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan tentang penyebab, gejala dan tindakan pemberantasan DBD, baik secara langsung atau melalui media massa dan media elektronik termasuk berhasil, karena semua keluarga yang saya tanya mengetahuinya. Semua ibu-ibu yang menjadi informan saya mengetahui penyebab DBD adalah karena gigitan nyamuk, tetapi nama nyamuk dan jenisnya memang kurang diketahui mereka. Tanda-tanda seseorang terkena DBD sewaktu ditanya dapat dijelaskan mereka, jawabannya hampir senada seperti jawaban Ibu Siska ini: “ Kalo gejala-gejala orang kena DBD ya bu, panas badannya, gak turun-turun selama 3 atau 4 hari. Trus ada bintik-bintik merah di seluruh badannya. Penyakit ini karena gigitan nyamuk, nyamuk yang sudah menggigit orang yang kena DBD, kemudian terbang ke tempat lain, di situ digigitnya lagi orang lain, kena DBD lah orang itu. Begitu terus bu, makanya yang perlu diberantas ya nyamuknya, ya disemprotlah”, katanya.

5.3.6. Pemberian Bubuk Abate