Sikap Keluarga dalam Pencegahan DBD

ketidaktahuan bahwa pakaian bekas pakai yang digantung dapat menjadi tempat peristirahatan dari nyamuk penyebab DBD.

5.2. Sikap Keluarga dalam Pencegahan DBD

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya. Menurut Campbell, 1950 dalam Notoadmotjo, 2005: 52 mengatakan, ”An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Dengan pengertiannya bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, tetapi sikap belum tentu terwujud dalam tindakan. Sikap ibu pada masing-masing keluarga ada yang sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi juga ada yang berbeda bahkan bertentangan dengan pengetahuannya. Seperti dengan Ibu Ina, di belakang pintu kamar ada banyak pakaian bekas pakai yang digantung beserta dengan tas-tas sekolah anak-anaknya. Ibu Ina paham dan cukup mengerti bahwa pakaian yang digantung dapat menjadi sarang nyamuk demam berdarah, sambil tertawa dia berkata: “ Macam mana ya bu, aku memang tahu bahwa menggantung pakaian seperti ini ¯sambil menunjukkan pakaian-pakaian yang tergantung¯ bisa menjadi tempat sarang nyamuk. Tapi, macam mana lagi bu, pakaian itu memang digantung karena besok-besok masih bisa dipake lagi, sayang kalo langsung dicuci dan juga mau Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 di tarok di mana lagi pakean itu. Nggak ada tempat lagi, lemari pun cuma satu, ya akhirnya digantung ajalah pakeannya, karena masih bisa dipake bu”, ujar Ibu Ina. Narasi ini menggambarkan bahwa informan memiliki pengetahuan bahwa menggantung pakaian merupakan tempat peristirahatan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti, tetapi karena ketiadaan tempat maka informan tetap membiarkan hal itu terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang positif tidak menjamin terjadinya sikap dan tindakan yang positif pada seseorang, ada hal lain seperti sarana dan prasarana yang dapat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan bertindak. Sepertinya teori Lawrence Green dapat menjadi suatu pegangan, di mana seseorang berperilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Tersedianya sarana dan prasarana merupakan faktor pemungkin untuk seseorang melakukan perilaku kesehatan Notoatmodjo, 2005: 60. Masih menurut Notoatmodjo, 2005: 144 bahwa sikap Ibu Ina ini hanya mencapai tahap receiving menerima pengetahuan bahwa perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD dapat terjadi karena kain-kain yang digantung, tetapi tidak mencapai tingkatan responding atau merespon, menghargai bahkan mau bertanggung jawab untuk bertindak melakukan pencegahan DBD dengan tidak menggantung pakaian- pakaian bekas pakai. Begitu juga dengan Ibu Yati, yang ternyata seorang kader posyandu. Ia paham dan mengerti bahwa membiarkan barang-barang bekas dan kaleng-kaleng bekas berserakan bisa menjadi tempat nyamuk untuk bertelur. Kaleng-kaleng itu bisa menyimpan air dan menjadi tempat hidup jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti. Tetapi, Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 di setiap kamar mandi di rumahnya tampak berserakan barang-barang bekas seperti tempat sabun colek yang sudah habis isinya dan mangkok-mangkok yang tidak terpakai lagi. Rak piring tergantung dipojok, di bawah rak piring juga ada beberapa mangkok-mangkok yang dibiarkan tergeletak begitu saja, tetesan air dari rak piring akan tertampung di mangkok-mangkok tersebut. Ini juga bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi nyamuk penyebab demam berdarah. Sewaktu ditanya mengapa barang-barang tersebut tidak dibuang saja, dengan tersenyum malu-malu Ibu Yati menjawab: “ Nanti ajalah bu dibuang, gak terpikir untuk membuangnya, karena kadang-kadang kami pake juga bu. Memang itu bisa jadi sarang nyamuk bu, saya kan kader posyandu juga, pernah saya dengar dari petugas puskesmas, di TV juga pernah saya lihat iklannya. Karena itulah kalo tidur kami pake kelambu, jadi sudah amanlah, gak digigit nyamuk lagi”, katanya. Ungkapan Ibu Yati ini semakin memperjelas bahwa pengetahuan, sikap bisa berbeda dengan tindakan. Jadi, ada banyak hal mempengaruhi seseorang untuk dapat bertindak sesuai dengan pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Dalam narasi di atas menjelaskan bahwa faktor “barangbenda yang masih digunakan lagi sehingga sayang untuk dibuang”, merupakan faktor yang membuat keluarga Ibu Yati tetap membiarkan benda-benda tersebut walaupun menyadari adanya bahaya dengan keberadaan benda-benda tersebut. Untuk dapat “ membenarkan” tindakan tersebut, maka pemakaian kelambu menjadi suatu “alasan” agar dapat terhindar dari bahaya yang mengancam. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Demikian juga dengan Ibu Ita, perilaku sehari-hari menggantung pakaian bekas pakai di kamar mandi dan di dalam rumahnya, telah menjadi kebiasaan hidup mereka sehari-hari. Alasan “masih bisa dipakai sehingga sayang untuk dicuci” untuk menghemat pemakaian air dan sabun cuci, merupakan pembenaran dalam melakukan tindakan menggantung pakaian bekas pakai. Ibu Ita beserta suaminya tidak mengetahui bahwa pakaian bekas pakai dan digantung merupakan tempat aman bagi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat. Hal ini dapat dijelaskan melalui narasi berikut: “ Aku gak tau kalau pakaian digantung bisa jadi tempat nyamuk hidup, saya tau nyamuk hidup di tempat kaleng-kaleng bekas, air tergenang. Tapi bu, aku dan suami serta anak-anak kalau mau tidur pakai autan kok, jadi sudah amanlah dari gigitan nyamuk. Juga tempat tidur kami pake kelambu”, kata Ibu Ita. Pemahaman yang senada juga ada pada Ibu Arni. Ketika saya menanyakan mengenai pakaian-pakaian kotor yang banyak bergantungan di dalam rumah yang dapat menjadi “rumah” bagi nyamuk penyebab demam berdarah, Ibu Arni mengatakan: “ Pakaian-pakaian itu memang kotor, saya udah bilang sama anak- anak dan suami saya supaya dimasukkan ke dalam ember, tetapi tetap saja pakaian itu digantung. Memang saya mencuci pakaian sekali 2 hari, karena saya kan jualan goreng, jadi gak sempatlah kalo setiap hari mencuci pakaian’, ujarnya. Ibu Arni melanjutkan,” memang kalo aku mau nyuci dan merendam kain-kain kotor yang bergantungan itu, maka banyak nyamuk beterbangan, tapi gak masalah lah bu, karena kami tidur pake obat nyamuk ¯anti nyamuk lotion¯ jadi nyamuk gak datang menggigit kami karena nyamuk itu tidak suka dengan bau obat nyamuk oles itu”, kata Ibu Arni. Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 Jadi, di sini tampak Ibu Arni memang menyadari adanya bahaya dari perilaku menggantung pakaian-pakaian kotor. Tetapi ibu Arni tidak memiliki ketegasan sikap terhadap anggota keluarganya untuk ikut serta bersama-sama berperan dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Ibu Arni mencoba menutupi ketidakberdayaan dan rasa bersalahnya dengan menggunakan tameng lain yaitu penggunaan anti nyamuk lotion. Sikap yang seperti ini tampaknya memang masih ada pada masyarakat. Dalam penelitian ini, sikap ini tidak hanya ada pada keluarga Ibu Yati, Ibu Ita dan Ibu Arni, namun terjadi juga pada keluarga Ibu Hani. Ibu Hani dan anaknya Anto pernah sama- sama menderita DBD di akhir tahun 2008. Telah pernah menderita penyakit ini tidak menjadi suatu jaminan timbulnya sikap yang lebih baik dalam upaya pencegahan penyakit DBD. Di rumah Ibu Hani, pada bagian pojok teras rumah terlihat ada tumpukan barang-barang bekas yang tidak dipakai lagi. Bapak Anto mengatakan barang-barang tersebut kadang-kadang masih dapat digunakan ¯meskipun barang- barangnya sudah rongsokan¯ sehingga sayang untuk membuangnya. Hal lain menyangkut kebiasaan sehari-hari Ibu Hani sekeluarga. Kebiasaan yang dimiliki keluarga ini adalah kebiasaan untuk tidak membuang atau membersihkan tempat pembuangan air kulkas secara rutin. Bapak Anto menjelaskan bahwa ia membuang air tersebut jika wadah penampungannya telah penuh. “Kalo dihitung-hitung ya baru 3 bulan sekalilah bu saya buang dan bersihkan, kadang- kadang saya pun lupa bu. Biasanya kalo air buangan kulkas itu sudah penuh dan mengalir ke lantai, baru saya ingat untuk membuang airnya”, kata Bapak Anto. Dari Rotua Sumihar Sitorus : Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Medan Johor Kota Medan Tahun 2009, 2009 USU Repository © 2008 apa yang disampaikan Bapak Anto ini, saya dapat mengambil suatu pemahaman bahwa Bapak Anto tidak mengetahui atau tidak pernah terpikirkan olehnya tentang air buangan kulkas juga dapat berpotensi sebagai tempat induk nyamuk meletakkan telur-telurnya. Induk nyamuk Aedes aegypti sangat menyenangi air bersih, jernih dan dangkal serta suasana gelap dan lembab sebagai tempat meletakkan telur-telurnya. Menurut Soedarmo 2005: 59, cara yang harus dilakukan terus-menerus untuk meniadakan Aedes aegypti adalah membuang secara baik kaleng, botol, ban dan semua yang mungkin menjadi tempat nyamuk bersarang. Vas bunga seminggu sekali ditukar airnya. Dinding bagian dalam bak mandi dan tempat penyimpanan air lain digosok secara teratur pada saat permukaan air rendah untuk menyingkirkan telur nyamuk.

5.3. Tindakan Keluarga dalam Pencegahan DBD