Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4 Kendala tersebut diantaranya, sarana dan prasarana penunjang pembelajaran
yang terbatas. Kendala lainnya yaitu keterbatasan kemampuan sekolah dalam mengelola potensi dan sumber daya yang tersedia. Motivasi dan kreativitas guru
yang rendah juga menjadi kendala pembelajaran. Guru yang tidak kreatif tidak dapat menyelenggarakan pembelajaran bahasa yang menyenangkan. Hal ini
menyebabkan siswa menjadi bosan dan kehilangan semangat belajar. Siswa yang kehilangan semangat belajar tentu tidak akan memperhatikan penjelasan yang
disampaikan oleh guru. Penjelasan guru yang tidak diperhatikan, akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar dan tujuan pembelajaran sulit
tercapai. Keterbatasan kemampuan siswa dalam menguasai keterampilan dasar pun
menjadi salah satu kendala pembelajaran. Keterbatasan kemampuan siswa misalnya dalam hal menulis. Keterbatasan siswa menulis antara lain sulit
menentukan tema, menyusun kalimat, menerapkan ejaan, memilih kata yang tepat, menulis huruf tertentu, dan cepat putus asa. Kendala siswa dalam
mempelajari bahasa dan sastra Indonesia, berasal dari komponen pembelajaran. Komponen pembelajaran terdiri dari tujuan pembelajaran, materi, metode dan
media, evaluasi, siswa, dan guru Riyana 2009: 3. Kendala pembelajaran di atas juga terjadi dalam pembelajaran menulis
puisi. Sari 2010, telah melakukan penelitian tentang kemampuan menulis puisi siswa kelas V SDN Kepuh 2 Sukoharjo. Penelitian tersebut mengungkapkan
bahwa pembelajaran menulis puisi di SD belum mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dari rendahnya kemampuan siswa dalam
5 menulis puisi. Salah satu penyebab rendahnya kemampuan menulis puisi siswa
adalah pembelajaran yang kurang efektif. Ketidakefektifan itu disebabkan oleh kurang tepatnya strategi yang diterapkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
diketahui masih banyak guru beranggapan proses pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang tercipta dengan suasana kelas yang tenang. Siswa hanya
mendengarkan penjelasan guru dengan tertib di tempat duduknya masing-masing. Padahal, kondisi ini menyebabkan siswa pasif dan tidak dapat mengembangkan
kreativitas dalam menulis puisi. Pembelajaran tersebut hanya mengutamakan adanya transfer ilmu. Siswa menerima transfer ilmu dari guru tanpa ada
kesempatan membangun dan mengembangkan pengetahuannya. Demikian pula yang terjadi di SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal dalam
proses pembelajaran menulis puisi di kelas V. Pembelajaran masih berpusat pada guru dan siswa belum aktif membangun pengetahuannya sendiri. Berdasarkan
wawancara yang peneliti lakukan kepada guru kelas V, pembelajaran menulis puisi di SDN Pesurungan Lor 1 tidak bersifat apresiatif produktif, namun
cenderung teoritis informatif. Pembelajaran yang bersifat apresiatif produktif maksudnya adalah pembelajaran yang menekankan pada pengapresiasian dan
pembuatan karya sesuai materi pembelajaran. Pembelajaran yang bersifat teoritis informatif maksudnya adalah proses belajar yang hanya sebatas pemberian
informasi tentang puisi dengan metode ceramah oleh guru. Guru membacakan contoh puisi, kemudian siswa diminta mengamati puisi tersebut. Siswa
selanjutnya ditugaskan membuat puisi dan membacakannya di depan kelas. Proses pembelajaran seperti ini kurang mendapat perhatian siswa.
6 Metode ceramah menuntut konsentrasi penuh siswa. Konsentrasi penuh
mungkin saja didapat dari siswa, namun itu hanya di awal pembelajaran saja. Siswa semakin lama akan kehilangan daya konsentrasi dan merasa jenuh. Metode
seperti itu menyebabkan siswa sulit menemukan ide penulisan. Menulis puisi merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai
siswa. Hal ini dikarenakan menulis puisi merupakan salah satu standar kompetensi lulusan pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Standar Kompetensi
Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik
Cahyani 2009: 6. Kotten 2005 dalam Khafid 2008: 48 berpendapat bahwa guru merupakan
satu-satunya komponen pembelajaran yang dapat mengubah kondisi komponen lainnya. Guru bertugas mendorong, membimbing, dan menyediakan fasilitas
belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran Iskandarwassid dan Sunendar 2013: 158. Oleh karena itu, guru harus memilih strategi dan model
pembelajaran yang tepat. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat menumbuhkan rasa senang siswa terhadap pembelajaran. Siswa akan termotivasi
untuk aktif mengerjakan tugas dan memahami materi sehingga tujuan pembelajaran tercapai Aunurrahman 2012: 142. Pencapaian tujuan pembelajaran
pada materi menulis puisi memerlukan model pembelajaran yang menyenangkan, berpusat pada siswa, dan sesuai karakteristik siswa.
Salah satu model yang sesuai yaitu model Think Talk Write TTW. Model Think Talk Write TTW merupakan model pembelajaran yang dikembangkan
oleh Huinker dan Laughlin 1996. Think Talk Write TTW didasarkan pada
7 pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial Huda 2014: 218.
Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk berpikir, berbicara dan kemudian menuliskannya. Model Think Talk Write TTW memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Proses pembelajaran diawali dengan tahapan berpikir secara individu tentang suatu masalah. Siswa
kemudian melakukan diskusi dengan teman satu kelompok. Siswa berdiskusi tentang pemecahan permasalahan yang diberikan hingga mendapatkan
kesepakatan bersama. Siswa selanjutnya menuliskan penyelesaian masalah tersebut secara individu. Karakter model pembelajaran seperti itu, sesuai untuk
menyampaikan materi menulis puisi pada siswa. Guru, dalam penerapan Think Talk Write TTW, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan
masukan ide menulis puisi dari temannya Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian berjudul
“Keefektifan Model Think Talk Write TTW dalam Pembelajaran Menulis Puisi pada Siswa Kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal”. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen dengan metode kuantitatif.