16 hasil belajar siswa.
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa,
kedisiplinan sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, dan metode belajar. Masyarakat merupakan faktor eksternal yang juga
berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Masyarakat berpengaruh terhadap proses belajar karena siswa berada dalam lingkungan masyarakat. Untuk dapat
menghadapi faktor-faktor kegagalan belajar tersebut, guru harus melaksanakan pembelajaran sesuai dengan prinsip belajar. Slameto 2010: 27 menyatakan
bahwa, belajar harus sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar tersebut yaitu: 1 Prasyarat yang diperlukan untuk belajar; 2 Hakikat belajar;
3 Materi yang harus dipelajari; dan 4 Syarat hasil belajar. Prinsip prasyarat yang diperlukan untuk belajar, menuntut proses belajar
yang dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan dan mengembangkan diri secara optimal. Prinsip sesuai hakikat
belajar, memberikan pedoman bahwa belajar merupakan proses yang berkesinambungan sehingga perlu dilakukan tahap demi tahap. Prinsip sesuai
materi yang harus dipelajari, menyatakan bahwa dalam belajar, materi harus diberikan dengan cara-cara yang mudah dipahami siswa dan memiliki tujuan.
Prinsip syarat keberhasilan belajar, memberikan pemahaman bahwa belajar memerlukan sarana dan prasarana yang mendukung. Untuk mencapai hasil belajar
yang diinginkan, perlu adanya pengulangan berkali-kali sehingga pemahaman
terhadap apa yang dipelajari menjadi lebih dalam.
17
2.1.2 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran merupakan terjemahan kata instruction Sugandi 2007: 9. Instruction dapat berupa self instruction dari internal dan external instruction
dari eksternal. Self instruction maksudnya adalah belajar dengan diri sendiri. External instruction maksudnya adalah belajar dengan melibatkan pihak lain,
misalnya guru. Jadi, dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang didukung oleh adanya guru sebagai pemberi informasi atau
pengetahuan. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai pembimbing, pendidik,
pelatih, dan juga fasilitator Slameto 2010: 97. Aunurrahman 2012: 13 menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran, guru harus dapat membimbing
dan memfasilitasi siswa agar dapat memahami kelebihan dan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu guru juga harus dapat memotivasi siswa untuk belajar
sebaik mungkin, sehingga dapat mewujudkan keberhasilan berdasarkan minat dan kemampuan yang mereka miliki.
Pembelajaran memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan, sehingga pembelajaran dapat disebut sebagai suatu sistem Sugandi, 2007: 28.
Komponen pembelajaran terdiri dari tujuan, siswa, materi, strategi, media, dan penunjang pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan hal yang ingin dicapai
oleh siswa setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Tujuan dalam pembelajaran biasanya terdiri dari tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajar khusus. Tujuan pembelajaran khusus TPK merupakan efek pembelajaran berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. TPK yang disusun
secara spesifik akan mempermudah guru dalam menentukan rencana kegiatan pembelajaran.
18 Siswa merupakan komponen utama pembelajaran karena berperan sebagai
subjek dan objek belajar Sugandi 2007: 29. Siswa sebagai subjek maksudnya, siswa adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar. Siswa sebagai
obyek maksudnya, siswalah yang akan mengalami perubahan perilaku setelah melaksanakan pembelajaran.
Materi pelajaran akan memberikan warna dan bentuk kegiatan pembelajaran Slameto 2010: 28. Materi pembelajaran harus memiliki struktur yang
komperhensif dan disajikan secara sederhana agar mudah dipahami siswa. Materi pembelajaran yang komperhensif, terorganisasi secara sistematis, dan
dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh terhadap intensitas proses pembelajaran. Materi pembelajaran yang satu tidak dapat disamakan dengan
materi pembelajaran yang lainnya, sehingga penyampaiannya pun membutuhkan strategi yang berbeda.
Gerlach dan Ely 1980 dalam Kasmadi dan Sunariah 2013: 31, menyatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi pembelajaran dalam suatu lingkungan belajar. Guru menentukan strategi pembelajaran dengan memperhatikan tujuan pembelajaran,
karakteristik siswa, materi pelajaran, kondisi guru dan siswa, serta fasilitas yang ada. Dengan demikian guru dapat memilih model, metode dan teknik
pembelajaran yang tepat. Pelaksanaan suatu strategi pembelajaran akan lebih baik, bila guru dapat menggunakan media pembelajaran yang sesuai.
Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan sebagai pendukung kegiatan pembelajaran. Media membantu penyampaian pesan pembelajaran.
19 Media pembelajaran memudahkan guru menyampaikan pengetahuan yang bersifat
abstrak, atau yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh siswa. Proses pembelajaran, selain membutuhkan media juga membutuhkan penunjang lain.
Komponen penunjang terdiri dari fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, dan bahan pelajaran. Komponen pembelajaran yang tersedia dengan baik akan
mendukung terciptanya pembelajaran yang efektif. Keefektivan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah proses
pelaksanaan pembelajaran Tabani 2014: 21. Lince 2001 dalam Tabani 2014: 22 menyatakan bahwa keefektivan mengajar dalam interaksi pembelajaran yang
baik merupakan upaya guru untuk membantu siswa belajar dengan benar. Efektivitas pembelajaran dapat diketahui melalui tes. Hasil tes dapat digunakan
untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pembelajaran. Salah satu aspek pembelajaran adalah strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan cara
yang digunakan oleh guru untuk melaksanakan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai, termasuk pemilihan model pembelajaran. Jadi, secara tidak
langsung hasil tes dapat digunakan untuk mengetahui keefektivan suatu model pembelajaran. Soemosasmito 1988 dalam Tabani 2014: 22 menjelaskan syarat
pembelajaran dikatakan efektif sebagai berikut. ada empat syarat utama suatu pembelajaran dikatakan efektif. Syarat-
syarat tersebut yaitu: 1 persentase waktu belajar siswa yang tinggi; 2 rata-rata pengerjaan tugas yang tinggi; 3 berorientasi pada
keberhasilan belajar; serta 4 suasana belajar yang positif. Guru harus memahami syarat-syarat pembelajaran efektif. Pemahaman
terhadap syarat-syarat tersebut dapat menjadi pedoman bagi guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif.
20
2.1.3 Hasil Belajar
Suprijono 2011: 5 mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan. Menurut Susanto 2013: 5, “Hasil belajar adalah perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomot
or sebagai hasil dari kegiatan belajar.” Kingsley 1998 dalam Sudjana 2012: 22 mengelompokkan hasil belajar
menjadi tiga, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne 1998 dalam Sudjana 2012: 22
mengelompokkan lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.
Sementara menurut Lindgren 1968 dalam Suprijono 2011: 7, menyatakan bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap.
Bloom 1956 dalam Sudjana 2012: 22-3 menyatakan bahwa, Belajar mencakup kemampuan yang secara garis besar terbagi
menjadi tiga ranah, yakni: 1 Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan
atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; 2 Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi; dan 3 Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil
belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami kegiatan belajar Rifa’i dan Anni 2011: 85. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran, dilakukan evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar
adalah upaya mengumpulkan informasi untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan kemampuan yang telah dicapai oleh siswa pada akhir semester,
21 akhir tahun ajaran, atau akhir pendidikan Hernawan, dkk. 2007: 8.14. Grounlund
1975 dalam Sugandi 2007: 111 mendefinisikan evaluasi hasil belajar sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran
dicapai oleh para siswa. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan alat evaluasi Nasution 2011: 93.
Hasil evaluasi yang tepat membutuhkan alat evaluasi yang baik. Alat evaluasi dikatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat berikut: 1 Syarat kesahihan
validitas; 2 Syarat keterandalan reliabilitas; dan 3 Syarat kepraktisan. Alat evaluasi dikatakan sahih atau valid bila alat evaluasi tersebut tepat sesuai dengan
tujuan evaluasi Sugandi 2007: 112. Kesahihan evaluasi pembelajaran dapat diupayakan melalui penerapan konsep-konsep validitas seperti content validity
dan curricular validity. Upaya meningkatkan kesahihan evaluasi belajar dengan content validity dilakukan melalui penyusunan soal tes hasil belajar yang sesuai
dengan program pembelajaran. Keterandalan alat evaluasi pembelajaran terletak pada kestabilan alat evaluasi atau alat ukur dalam melaporkan hasil evaluasinya.
Alat evaluasi yang handal akan memberikan hasil laporan yang sama meskipun dilakukan dalam situasi yang berbeda.
2.1.4 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Proses pembelajaran yang berdaya dan berhasil guna bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri, akan tetapi berkaitan dengan berbagai faktor yang
saling berhubungan. Salah satu faktor tersebut adalah kemampuan guru dalam memahami siswa dari berbagai dimensinya. Salah satu dimensi penting yang
berkaitan dengan siswa adalah tahap-tahap perkembangan anak Aunurrahman 2012: 80.
22 Pemahaman terhadap tahap-tahap perkembangan anak sangat penting
karena akan membantu guru dalam memahami karakteristik siswa. Seperti diketahui, proses pendidikan di kelas yang berlangsung secara klasikal
sesungguhnya dibangun atas asumsi mengenai adanya kesamaan Iskandarwassid dan Sunendar 2013: 128. Perlakuan klasikal dalam pembelajaran tidak boleh
mengabaikan kenyataan bahwa pada dasarnya siswa secara alamiah memiliki karakteristik berbeda yang perlu diperhatikan oleh pengajar.
Masa sekolah dasar, anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan
di masa dewasa. Anak diharapkan mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu Iskandarwassid dan Sunendar 2013: 140. Keterampilan-keterampilan itu
meliputi: 1 Keterampilan membantu diri sendiri; 2 Keterampilan sosial; 3 Keterampilan sekolah; 4 Keterampilan bermain.
Masa sekolah dasar, anak-anak mampu membantu dirinya sendiri untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Anak-anak mulai dapat memecahkan
masalah sendiri hingga dapat mengintegrasikan diri dengan lingkungan. Anak- anak juga mulai mampu bersosialisasi, baik dengan teman seusianya ataupun
dengan orang yang lebih dewasa. Anak-anak pada usia sekolah dasar mampu untuk bersekolah, mengikuti
pelajaran, dan menyerap pelajaran. Masa usia sekolah dasar disebut juga masa intelektual. Anak yang berada pada masa intelektual mulai memiliki keterbukaan
dan keinginan untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman. Munandar 1986 dalam Mikarsa, dkk. 2007: 3.45 menyatakan bahwa kecerdasan intelektual dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk berpikir abstrak dan menyesuaikan diri. Cahyani 2009: 57 menyatakan,
23 pada masa sekolah dasar, anak-anak memiliki sifat yang khas. Sifat
khas tersebut antara lain: 1 Keadaan jasmani tumbuh sejalan dengan prestasi sekolah; 2 Sikap tunduk kepada peraturan permainan
tradisional; 3 Ada kecenderungan memuji diri sendiri; 4 Suka membandingkan dirinya dengan anak lain; 5 Menganggap apa yang
tidak bisa ia selesaikan merupakan hal yang tidak penting; 6 Menghendaki nilai yang baik tanpa mengingat apakah dirinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak; 7 Minat pada kehidupan praktis sehari-hari; 8 Realistis dan ingin tahu; 9 Ada minat kepada
hal-hal tertentu seperti mata pelajaran khusus; 10 Sebelum umur 11 tahun membutuhkan pengajar atau orang-orang dewasa lainnya untuk
menyelesaikan tugasnya; 11 setelah umur 11 tahun umumnya anak- anak berusaha menyelesaikan tugasnya sendiri.
Piaget 1950 dalam Susanto 2013: 77 menyatakan bahwa secara garis
besar tahapan perkembangan kognitif anak dikelompokkan menjadi empat tahap
yaitu: 1 Tahap sensori motorik usia 0
–2 tahun; 2 Tahap praoperasional usia 2
–7 tahun; 3 Tahap operasional konkret usia 7–11 tahun; 4 Tahap operasional formal usia 11
–15 tahun. Tahap-tahap perkembangan kognitif memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Pada tahap sensori motorik anak belum memasuki usia sekolah. Sementara
pada tahap praoperasional akhir, anak sudah memasuki usia sekolah, tetapi kemampuan skema kognitifnya masih terbatas. Pada tahap ini anak suka meniru
perilaku orang lain khususnya orang tua dan guru yang pernah ia lihat ketika orang lain itu merespon perilaku orang, keadaan, dan kejadian yang dihadapi pada
masa lampau.
Pada tahap operasional konkret siswa sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi. Selain itu, siswa sudah mampu berpikir sistematis mengenai
benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret. Pada tahap operasional formal
siswa sudah menginjak usia remaja, perkembangan kognitif siswa pada tahap ini
24 telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif
baik secara simultan serentak maupun berurutan.
Karakteristik siswa pada penelitian ini sama seperti karakteristik siswa pada umumnya. Siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 masih senang bermain,
bergerak, bekerja dalam kelompok, dan melakukan sesuatu secara langsung. Tahapan berpikirnya termasuk pada tahap operasional konkret. Siswa sudah
mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret.
2.1.5 Pembelajaran Bahasa Indonesia
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri
Cahyani 2009: 135. Kemampuan berbahasa manusia terus berkembang seiring berjalannya waktu. Gardner 1983 dalam Maksum 2014: 27 mengemukakan,
pada dasarnya ada delapan kecerdasan manusia, yaitu kecerdasan matematika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan
visual, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Setiap anak memiliki
kecerdasan di bidangnya masing-masing, tidak ada seorang anak yang menonjol di semua bidang kecerdasan tersebut.
Kecerdasan bahasa merupakan kecerdasan yang memuat kemampuan
seorang anak untuk menggunakan bahasa secara lisan maupun tulisan untuk mengekspresikan gagasannya. Selain itu, kecerdasan bahasa juga meliputi
kemampuan memanipulasi struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa,
menemonik atau hafalan, eksplanasi dan metabahasa Maksum 2014: 29.
25 Struktur bahasa merupakan susunan unsur-unsur bahasa menjadi kesatuan
bahasa yang berpola Faisal 2008: 4-13. Bahasa Indonesia memiliki struktur fonologi dan struktur morfologi. Fonologi merupakan ilmu bahasa yang
membahas tentang bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana bunyi itu diucapkan oleh alat ucap manusia Santosa 2007: 4.9. Fonologi membahas dua hal, yaitu
fonemik dan fonetik. Fonemik merupakan ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi sebagai pembeda makna. Fonetik merupakan ilmu bahasa yang membahas
tentang bagaimana bunyi dihasilkan oleh alat ucap manusia. Morfologi merupakan ilmu bahasa yang membahas tentang bentuk-bentuk kata.
Semantik merupakan ilmu bahasa yang mengkaji makna suatu kata dan perubahan atau pengembangan makna. Bahan kajian dalam semantik meliputi
diksi, jenis makna, dan perubahan makna. Diksi meliputi kata baku dan tidak baku, kata konkret dan abstrak, sinonim, antonim, homofon, homograf, dan
homonim. Jenis makna meliputi makna leksikal dan gramatikal, makna lugas dan kias, serta makna denotatif dan konotatif. Perubahan makna meliputi penyempitan
makna, perluasan makna, sinestesia, dan asosiasi. Pragmatik merupakan penggunaan ilmu bahasa dalam kehidupan nyata.
Menemonik merupakan teknik pemanfaatan memori untuk menghafal suatu pengetahuan Subijakto, 2013. Menemonik memanfaatkan hubungan kata, teknik
potong, asosiasi cerita, serta penggunaan akronim dan akrostik untuk mengingat. Eksplanasi merupakan pemaparan bahasa yang bertujuan untuk menjelaskan
proses terjadinya suatu fenomena. Eksplanasi berisi jawaban dari pertanyaan bagaimana dan mengapa, sehingga dalam struktur eksplanasi terdapat banyak
26 pernyataan sebab akibat Ridwan 2014. Depdiknas 2008 menyatakan bahwa
metabahasa merupakan bahasa atau perangkat lambang yang dipakai untuk menguraikan bahasa. Maksum 2014: 29 menjelaskan,
beberapa ciri-ciri siswa yang memiliki kecerdasan bahasa, yaitu: 1 Suka menulis kreatif; 2 Suka mengarang kisah khayal atau lelucon;
3 Sangat hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, 4 Membaca di waktu senggang; 5 Mengeja kata dengan tepat dan
mudah; 6 Menyukai pantun lucu dan permainan kata; 7 Suka mengisi teka-teki silang; 8 Menikmati dengan cara mendengarkan;
9 Memiliki kosakata yang luas; dan 10 Unggul dalam mata pelajaran bahasa.
Kecerdasan dasar yang dimiliki siswa harus dikembangkan. Kecerdasan
bahasa berkaitan dengan keterampilan berbahasa. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Perkembangan bahasa siswa selalu
meningkat seiring bertambahnya usia siswa Sumantri dan Syaodih 2006: 2.30.
2.1.6 Menulis
Menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kelada pihak lain Suparno dan Yunus 2006: 1.29. Aktivitas menulis
melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan. Iskandarwassid dan Sunendar
2013: 248 mendefinisikan aktivitas menulis sebagai manivestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang dapat dikuasai paling akhir oleh siswa. Siswa
terlebih dahulu menguasai keterampilan membaca, menyimak, dan berbicara. Setelah penguasaan ketiga keterampilan itu, barulah siswa menguasai
keterampilan menulis. Keterampilan menulis dapat dikuasai oleh siswa setelah ketiga keterampilan berbahasa lainnya karena menulis memiliki tingkat kesulitan
yang lebih tinggi dibanding ketiganya Iskandarwassid dan Sunendar 2013: 248.
27 Tingkat kesulitan menulis yang tinggi menuntut guru untuk memilih
kegiatan pembelajaran yang tepat dan menyenangkan. Santosa dkk. 2007: 6.14, menyatakan bahwa pembelajaran menulis tidak hanya dapat dilakukan di dalam
kelas ketika jam pembelajaran, namun bisa juga di luar jam pembelajaran. Guru dapat memasukkan kegiatan yang disukai siswa agar siswa tidak bosan. Kegiatan
tersebut di antaranya: 1 Bermain-main dengan bahasa dan tulisan; 2 Kuis; 3 Memberi atau mengganti akhir cerita; dan 4 Menulis meniru model.
Selain pada jam pembelajaran, menulis dapat dilakukan di luar jam pembelajaran. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat siswa belajar
menulis, misanya dengan pemberian tugas menulis buku harian. Ketika menulis buku harian, siswa dilatih untuk mengungkapkan pikirannya dengan bebas. Hal
ini akan membuat siswa senang menulis. Pembuatan mading pun dapat menjadi sarana bagi siswa belajar menulis. Banyaknya jenis tulisan di mading akan
membuat siswa berkarya sesuai bakat dan minatnya. Contoh, siswa yang berbakat dan senang menulis puisi akan menulis puisi. Contoh lain, siswa yang senang
sepak bola, akan menulis pengalamannya ketika menonton pertandingan sepak bola. Selain tugas menulis buku harian dan mading, tugas membuat kliping pun
dapat menjadi sarana belajar menulis siswa. Hal tersebut menunjukkan banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk melatih siswa menulis.
2.1.7 Puisi
Suyuti 2002 dalam Rahmawati 2015: 19 menyatakan bahwa puisi adalah pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek-aspek bunyi di
dalamnya, yang mengungkapkan aspek imajinatif. Wahyuni 2014: 12
28 mengartikan puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra yang diwujudkan dengan
kata-kata indah dan bermakna dalam. Kosasih 2012: 97 menyatakan bahwa kata yang bermakna mendalam merupakan bentuk kekayaan makna yang terkandung
dalam puisi. Hal ini disebabkan adanya pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam
komunikasi sehari-hari. Bahasa yang digunakan dalam puisi merupakan bahasa yang ringkas, namun bermakna. Kata-kata yang digunakan dalam puisi adalah
kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian. Kata –
kata yang digunakan pada puisi merupakan kata-kata yang indah. Puisi terdiri dari beberapa unsur. Kosasih 2012: 97 mengelompokkan
unsur puisi menjadi unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik puisi meliputi: 1 Diksi pemilihan kata; 2 Pengimajinasian; 3 Kata konkret; 4 Bahasa figuratif
majas; 5 Rima; dan 6 Tata wajah tipografi. Pemilihan kata dalam menulis puisi memiliki kedudukan yang sangat
penting. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang. Kata berlambang yaitu kata di dalam puisi berupa lambang atau
simbol yang menyatakan maksud tertentu Kosasih 2012: 100. Kata konotasi adalah kata yang bermakna tidak sebenarnya karena kata tersebut telah mengalami
penambahan-penambahan, baik berdasarkan pengalaman, kesan, imajinasi dan sebagainya. Pemaknaan kata konotasi seringkali berbeda satu orang dengan
lainnya. Kosasih 2012: 99 menyatakan, penyebab perbedaan pemaknaan kata konotasi antara satu orang
dengan yang lain yaitu: 1 adanya perbedaan tingkat pemahaman
29 terhadap setiap kata yang ada dalam puisi tersebut, 2 intensitas
pergaulan seseorang dengan puisi, 3 pengalaman pribadi, serta 4 penguasaan terhadap teori sastra.
Pengimajinasian adalah kata- kata yang dapat menimbulkan khayalan atau
imajinasi Rahmawati 2015: 19. Daya imajinasi membantu pembaca seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penulis.
Pengimajinasian dalam puisi membuat pembaca seolah-olah mendengar suara imajinasi auditif, melihat benda-benda imajinasi visual, serta meraba dan
menyentuh benda-benda imajinasi taktil. Kata konkret maksudnya kata yang diperjelas agar mudah membangkitkan imajinasi pembaca. Jika penulis mampu
memperkonkret kata-kata maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan penulis.
Bahasa figuratif majas merupakan bahasa yang digunakan penulis puisi untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkannya dengan benda atau
kata lain. Majas ada banyak macamnya, seperti personifikasi, ironi, metafora, dan lain sebagainya. Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan adanya
rima, suatu puisi menjadi indah. Makna yang ditimbulkan pun menjadi lebih kuat. Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama.
Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf melainkan berbentuk bait. Selain unsur-unsur fisik di atas, menurut Kosasih 2012: 105, ada empat
unsur batin puisi yaitu: 1 Tema sense; 2 Perasaan penyair feeling; 3 Sikap penyair terhadap pembaca tone; dan 4 Amanat. Tema sense merupakan
gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya Kosasih 2012: 105. Sebagai gagasan pokok, tema berperan sebagai landasan utama seorang penulis
30 dalam menulis puisinya. Untuk selanjutnya dibuat kerangka pengembangan puisi.
Secara umum, tema-tema dalam puisi dikelompokkan menjadi tema ketuhanan, tema kemanusiaan, tema patriotisme kebangsaan, tema kedaulatan rakyat, dan
tema keadilan sosial. Perasaan penyair feeling sebagai unsur puisi maksudnya adalah puisi
merupakan karya sastra yang mewakili ekspresi perasaan penulis. Suasana hati dan pemikiran seorang penulis puisi ketika berkarya dapat terbaca dari hasil
karyanya. Nada tone dan suasana merupakan sikap penulis puisi terhadap suatu hal. Seorang penulis puisi mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca. Apakah
penulis ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas saat menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penulis puisi
terhadap pembaca disebut nada puisi. Amanat yang hendak disampaikan oleh penulis puisi dapat ditelaah setelah
pembaca memahami tema, rasa, dan nada puisi. Amanat merupakan hal yang mendorong penulis untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-
kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Pada dasarnya, puisi memiliki ciri-ciri yang berbeda menurut perkembangan
zamannya. Akan tetapi, ada kesamaan yang dapat dikategorikan sebagai ciri-ciri umum puisi. Wahyuni menyatakan bahwa,
Ciri-ciri puisi yakni sebagai berikut: 1 Menggunakan bahasa yang konsentrif dan indah; 2 Menggunakan dua macam bahasa, yakni bahasa denotasi bahasa yang
bersifat sebenarnya dan konotasi bahasa yang bersifat bukan sebenarnya atau yang berarti kiasan; 3 Memiliki rima yang dapat memberikan efek musikalisasi
sehingga mudah diingat dan dihafal; 4 Menggunakan diksi pilihan kata yang tepat; serta 5 Setiap bait dapat menyentuh perasaan atau membangkitkan rasa
emosional dalam bentuk kegembiraankebahagiaan, kepuasan, kesedihan, penyesalan, dan sebagainya.
31 Setiap penulis puisi memiliki cara yang berbeda dalam mengungkapkan
perasaanya. Perbedaan cara penyampaian ini menyebabkan jenis puisi yang ada tidak hanya sejenis. Berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi yang hendak
disampaikan, puisi terbagi ke dalam jenis puisi naratif, puisi lirik, puisi deskriptif, dan puisi kontemporer Kosasih 2012: 109.
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penulis tentang suatu hal. Puisi naratif terbagi menjadi dua macam, yaitu balada dan romansa. Balada
adalah puisi yang berisi cerita tentang orang-orang perkasa ataupun tokoh pujaan. Contohnya adalah “Balada Orang-orang Tercinta” dan “Blues untuk Bonnie”
karya W.S. Rendra. Romansa adalah puisi naratif tentang kisah percintaan berbahasa romantis namun diselingi perkelahian dan petualangan.
Puisi lirik terbagi ke dalam beberapa macam, seperti elegi, ode, dan serenada. Elegi adalah puisi yang mengungkapkan perasaan duka. Serenada
adalah sajak percintaan yang dapat dinyanyikan. Ode adalah puisi yang berisi pujaan terhadap seseorang, suatu hal, atau keadaan.
Penulis puisi deskriptif, mengungkapkan kesan terhadap peristiwa, benda, atau suasana yang menarik perhatiannya. Puisi yang termasuk jenis deskriptif
yaitu satire, puisi yang bersifat kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik. Satire adalah puisi yang mengungkapkan perasaan tidak puas penulis terhadap suatu
keadaan, namun diutarakan dengan cara menyindir atau menyatakan keadaan sebaliknya. Puisi kritik sosial adalah puisi yang juga menyatakan ketidaksenangan
penyair terhadap keadaan atau seseorang, namun diungkapkan dengan membeberkan kejelekan dari keadaan atau seseorang itu secara langsung. Penulis
tidak lagi menggunakan sindiran seperti satire.
32 Puisi kontemporer yaitu puisi yang menonjolkan bentuk grafis dan kekuatan
bunyi daripada makna. Namun demikian, bentuk grafis puisi akan membentuk makna sendiri sehingga pembaca dapat mengerti makna puisi. Puisi kontemporer
belum diperkenalkan pada pembelajaran puisi di sekolah dasar. Puisi yang diajarkan di SD merupakan puisi anak. Huck 1987 dalam
Cahyani 2009: 292 menyebutkan bahwa ada tujuh jenis puisi anak yaitu: 1 Balada; 2 Puisi naratif; 3 Liris lyrican; 4 Limerik; 5 Puisi bebas; 6
Haiku; dan 7 Puisi konkret. Balada merupakan puisi naratif yang telah diadaptasi untuk dinyanyikan. Puisi naratif merupakan puisi yang bercerita
tentang suatu kejadian. Liris merupakan puisi yang bersifat deskriptif tanpa ditetapkan panjang dan strukturnya, namun memiliki unsur melodi.
Lumerik merupakan puisi lima baris. Baris pertama dan kedua berima, baris ketiga dan keempat bersifat persetujuan, serta baris kelima berisi pengakhiran.
Puisi bebas merupakan puisi yang tidak memiliki rima. Haiku merupakan puisi yang terdiri dari tujuh belas suku kata. Baris pertama dan ketiga berisi lima suku
kata dan baris kedua terdiri dari tujuh suku kata. Puisi konkret yaitu puisi yang mengutamakan bentuk grafis atau tata wajah yang disusun menyerupai sebuah
gambar. Jenis puisi yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah puisi bebas.
Menulis puisi bebas merupakan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa
Indonesia kelas V semester 2 materi menulis puisi. 2.1.8
Menulis Puisi
Kosasih 2012: 124 menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis puisi, yaitu: 1 Puisi diciptakan dalam suasana
33 perasaan intens yang menuntut pengucapan jiwa yang spontan dan padat; 2 Puisi
mendasarkan masalah atau berbagai hal yang menyentuh kesadaran manusia; dan 3 Penulis puisi harus memikirkan cara penyampaiannya.
Menulis puisi lama tidak sama dengan menulis puisi baru. Puisi lama terikat oleh berbagai ketentuan, seperti banyak bait, suku kata tiap larik, dan pola rima
Kosasih 2012: 125. Menulis puisi baru tidak terikat pada ketentuan-ketentuan tertentu seperti halnya menulis puisi lama. Penulis puisi baru tidak perlu
memperhatikan jumlah baris tiap bait, banyaknya suku kata pada setiap larik maupun pola rimanya.
Meskipun memiliki kebebasan dalam kepenulisan namun puisi baru tetap memiliki ciri yang membedakannya dari jenis karangan lain. Ciri puisi baru
tersebut yaitu: 1 Puisi merupakan karangan yang padat makna; 2 Banyak menggunakan kata-kata konotasi; 3 Mengutamakan keindahan kata-kata; 4
Disajikan dalam bentuk monolog; 4 Dibentuk dalam bait-bait, bukan paragraf. 2.1.9
Model Pembelajaran Kooperatif
Hernawan, dkk. 2007: 6.14 mengartikan pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil untuk menumbuhkan kerja
sama yang maksimal. Kerja sama tersebut berupa penyelesaian tugas bersama dan saling belajar satu dengan yang lainnya. Sementara itu Roger 1992 dalam Huda
2014: 29 menyatakan, Cooperative learning is group learning activity organized in such a
way that learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held
accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of others.
Maksud pernyataan di atas ialah bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
34 aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa
pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajaran yang di dalamnya setiap pembelajar
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Huda 2014: 46 berpendapat bahwa ada beberapa elemen dasar yang membuat pembelajaran kooperatif menjadi produktif. Elemen-elemen tersebut
antara lain: 1 Interpedensi positif positive interpedence; 2 Interaksi promotif promotive interaction; 3 Akuntabilitas individu individual accountability; 4
Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil interpersonal and small group skill; dan 5 Pemrosesan kelompok group processing.
Interpedensi positif merupakan bentuk ketergantungan antar anggota kelompok. Ketergantungan tersebut mendorong siswa untuk bertanggung jawab
terhadap teman satu kelompoknya. Siswa harus bertanggung jawab pada dua hal, yakni mempelajari materi yang ditugaskan dan memastikan bahwa semua anggota
kelompoknya juga mempelajari materi tersebut. Interpedensi positif muncul ketika siswa merasa bahwa mereka terhubung dengan semua anggota kelompok
dan tidak akan berhasil mencapai tujuan belajar bila ada anggota lain yang tidak mengerjakan tugas pembelajaran.
Interaksi promotif merupakan suatu interaksi dalam kelompok. Interaksi tersebut mengarahkan setiap anggota kelompok saling mendukung untuk dapat
mencapai tujuan bersama Huda 2014: 51. Tujuan bersama kelompok dalam pembelajaran ialah penyelesaian tugas. Interaksi promotif hanya terjadi bila
35 semua anggota kelompok berperan aktif dan saling bertukar pikiran serta timbal
balik. Akuntabilitas individu atau tanggung jawab individu merupakan tujuan lain
dari pembelajaran kooperatif, selain melatih kerja sama. Semua anggota kelompok harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi di kelompoknya.
Untuk menilai tanggung jawab siswa terhadap tugas yang telah diberikan, guru perlu melakukan penilaian. Nilai seorang siswa dalam pembelajaran kooperatif
sama dengan nilai kelompoknya Sanjaya 2006: 249. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil merupakan elemen
keempat dari pembelajaran kooperatif. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil tidak tercipta secara instan, namun butuh proses. Siswa harus belajar
keterampilan sosial untuk dapat berinteraksi dengan anggota kelompoknya. Elemen kelima dari pembelajaran kooperatif adalah pemrosesan kelompok.
Keefektifan suatu kerja sama dalam kelompok tergantung bagaimana anggota kelompok merefleksikan proses kerja sama tersebut. Pemrosesan kelompok
biasanya berlangsung dalam dua level, yaitu level kelompok kecil dan level seluruh kelas. Hernawan, dkk. 2007: 6.14 menyatakan,
ada empat hal yang harus ditunjukkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu: 1 Cooperative behavior perilaku kerja sama antar anggota
kelompok; 2 Incentive structure memberikan suatu insentif kepada semua orang dalam kelompoknya; 3 Cooperative task structure
saling membantu dan bekerja sama antara yang berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan rendah dalam satu kelompok; dan 4
Cooperative motives mengembangkan motif atau budaya kerja sama yang baik.
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk bekerja sama dengan siswa
36 lain. Guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator dalam kegiatan
berkelompok. Roger dan Johnson 1981 dalam Lie 2008: 31 mengutarakan, hasil yang maksimal dalam pembelajaran kooperatif memerlukan
adanya lima hal yang harus diterapkan, yaitu: 1 Saling ketergantungan positif antar anggota kelompok; 2 Tanggung jawab
perseorangan; 3 Tatap muka; 4 Komunikasi antar anggota; dan 5 Evaluasi proses kelompok.
Guru yang menerapkan pembelajaran kooperatif harus memahami kelima
hal di atas. Pemahaman yang baik akan membantu guru dalam menerapkan kelima hal tersebut. Penerapan rasa saling ketergantungan positif, tanggung
jawab, tatap muka, komunikasi, dan evaluasi proses akan mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran kooperatif.
2.1.10 Model Think Talk Write TTW
Think Talk Write TTW merupakan tipe model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin 1996. Model Think Talk Write
TTW didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Dalam model pembelajaran ini, siswa didorong untuk berpikir, berbicara,
kemudian menulis tentang suatu topik permasalahan. Think Talk Write dapat melatih keterampilan menulis siswa. Pembelajaran model Think Talk Write
dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi, hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi,
dan kemudian membuat laporan hasil presentasi Suyatno 2009: 66. Huinker dan Laughlin 1996 dalam Apripudin 2012 menyatakan,
“The think-talk-write strategy builds in time for thought and reflection and for the organization of ideas and the testing of those
ideas before students are expected to write. The flow of communication progresses from student engaging in thought or reflective dialogue
37 with them selves, to talking and sharing ideas with one another, to
writing”. Pernyataan di atas mengandung arti bahwa model Think Talk Write TTW
membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasikan ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum siswa diharapkan untuk menulis. Alur model Think
Talk Write TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan
temannya, sebelum siswa menulis. Shoimin 2014: 215 menyatakan, model Think Talk Write TTW memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya yaitu: 1 Mengembangkan pemecahan masalah yang bermakna dalam memahami materi pembelajaran; 2 Mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa, karena permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran biasanya bersifat open ended;
3 Mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran karena adanya diskusi kelompok; dan 4 Membiasakan siswa untuk berpikir
dan berkomunikasi dengan teman, guru, dan diri mereka sendiri. Selain memiliki kelebihan-kelebihan di atas, model pembelajaran Think
Talk Write TTW juga memiliki beberapa kelemahan. Aqib, dkk. 2009: 40 menyatakan bahwa ada beberapa kelemahan dari model Think Talk Write TTW.
Kelemahan model Think Talk Write terdapat pada kegiatan bekerja secara berkelompok yang dapat menimbulkan dominasi siswa berkemampuan tinggi.
Dominasi tersebut dapat menyebabkan siswa berkemampuan rendah semakin kehilangan kemampuan dan kepercayaan diri. Selain itu, penerapan model Think
Talk Write TTW membutuhkan persiapan yang matang dari guru sehingga saat kegiatan pembelajaran tidak mengalami kendala.
Model Think Talk Write TTW memiliki tiga tahap pelaksanaan, yaitu tahap berpikir think, berbicara talk, dan menulis write. Langkah think-talk-
write telah disusun dengan tepat untuk membantu siswa menemukan dan
38 membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, hasil pembelajaran yang
didapat siswa akan lebih bermakna. Siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau metode
penyelesaian dalam tahap berpikir think. Siswa membuat catatan-catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya.
Catatan yang dibuat menggunakan bahasa siswa sendiri. Mencatat merupakan bagian penting dalam tahap ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Iskandarwassid dan
Sunendar 2013: 162, bahwa untuk menjadi siswa yang baik dan mencapai tujuan pembelajaran, seorang siswa melakukan tugas tertentu yaitu membaca dan
membuat catatan. Tahap talk berbicara memberi kesempatan kepada siswa untuk
merefleksi, menyusun, dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Tahap talk berbicara memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Pada tahap
ini siswa akan berlatih komunikasi dengan anggota kelompoknya secara lisan. Siswa saling bertukar pikiran menggunakan bahasa mereka sendiri. Masalah yang
didiskusikan adalah permasalahan yang telah dipikirkan pada tahap think berpikir. Peran guru dalam tahap ini hanyalah sebagai pemandu dan fasilitator
agar siswa benar-benar mendapatkan manfaat dari proses diskusi. Pada tahap menulis siswa belajar berkomunikasi secara tertulis.
Berdasarkan hasil diskusi, siswa diminta untuk menuliskan penyelesaian dan kesimpulan dari masalah yang telah diberikan. Apa yang siswa tuliskan pada
tahap ini mungkin berbeda dengan apa yang siswa tuliskan pada catatan individual tahap think. Hal ini terjadi karena setelah siswa berdiskusi ia akan memperoleh
ide baru untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan. Pemecahan yang
39 ditulis siswa pada tahap ini diharapkan lebih kaya makna karena telah mendapat
gagasan baru.
2.1.11 Penerapan Model Think Talk Write TTW
Model Think Talk Write TTW memiliki tiga tahap pokok, yaitu tahap think berpikir, tahap talk berbicara, serta tahap write menulis. Pelaksanaan ketiga
tahap pokok tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi pembelajaran. Huda 2014: 220, menyatakan bahwa,
Langkah-langkah pembelajaran dengan model Think Talk Write terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu:
1 Siswa membaca teks permasalahan dan membuat catatan dari
hasil bacaan secara individual think. Catatan kecil tersebut berisi hal-hal yang siswa ketahui dan yang tidak siswa ketahui. Siswa
selanjutnya mencoba memecahkan permasalahan tersebut secara individu.
2 Siswa mendiskusikan catatan kecil mereka secara berkelompok talk. Dalam diskusi tersebut siswa menggunakan bahasa dan
kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-idenya. Diskusi yang dilakukan siswa bertujuan untuk membantu siswa
menemukan solusi dari persoalan yang diberikan.
3 Siswa membangun pengetahuan dalam bentuk tulisan secara individu write, dengan bahasa mereka sendiri. Tulisan tersebut
berisi kesimpulan dari ide-ide yang muncul ketika diskusi dilaksanakan.
4 Secara bergantian, masing-masing kelompok menyajikan jawaban dari persoalan yang diberikan dan kelompok lain menanggapi.
Selanjutnya siswa membuat refleksi dan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.
Pembelajaran menulis puisi yang menerapkan model Think Talk Write TTW mengembangkan langkah-langkah pembelajaran di atas menjadi sebagai
berikut: 1 Guru membagikan gambar kepada siswa.
2 Siswa mengamati gambar dan membuat catatan kecil. Siswa menuliskan hal- hal yang diketahui dan yang tidak tentang informasi dari gambar.
40 3 Siswa membuat puisi berdasarkan gambar secara individu.
4 Siswa berkelompok dan berdiskusi tentang catatan kecil dan puisi yang telah dibuat.
5 Siswa membuat puisi secara berkelompok. 6 Siswa mewakili kelompok membacakan puisi di depan kelas.
7 Siswa menanggapi hasil karya kelompok lain.
2.2
Kajian Empiris
Kajian empiris merupakan kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang hendak dilakukan. Ada beberapa penelitian yang relevan
dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai kajian empiris pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ambari, Zulkarnaeni,
Asmoro, Juliasih, dan Maulidah. Ambari 2012 melakukan penelitian
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Think Talk Write Berbantuan Media Gambar terhadap Hasil Belajar
IPA Siswa Kelas IV Gugus 1 Kecamatan Tegallalang”. Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dengan M = 51,13
tergolong pada kategori tinggi dan hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol dengan M =39,54 tergolong pada kategori sedang. Adanya perbedaan yang
signifikan ditunjukkan dengan nilai uji-t = 12,46 ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Think Talk Write lebih berpengaruh positif
terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
41 Zulkarnaeni 2011 melakukan penelitian
berjudul “Model Kooperatif Tipe Think Talk Write TTW untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan
Deskripsi dan Berpikir Kritis”. Pengujian rata-rata nila tes akhir menunjukkan jika kemampuan berpikir kritis kedua kelas memperoleh nilai signifikan 0,001. Nilai
tersebut lebih kecil dari nilai signifikan alpha α =0,05. Berdasarkan analisis hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe Think Talk Write sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis dalam mengorganisasikan isi secara sistematis pada keterampilan menulis karangan deskripsi.
Asmoro 2014 melakukan penelitian berjudul “Peningkatan Keterampilan
Membaca Pemahaman Melalui Penerapan Strategi Think Talk Write TTW”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman melalui penggunaan strategi Think Talk Write TTW. Hasil analisis
data yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar sebesar 35,72 dari tahap prasiklus sebesar 35,71 menjadi 71,43 pada
siklus I. Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian tersebut, disimpilkan bahwa penerapan Think Talk Write TTW dapat meningkatkan keterampilan
membaca pemahaman siswa kelas V SD Negeri Palur 5 Mojolaban Sukoharjo tahun ajaran 20132014.
Juliasih 2012 melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Think Talk Write TTW Berbantuan Media Konkret terhadap Hasi Belajar IPA S
iswa Kelas IV SD”. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang menerapkan model Think Talk Write
42 TTW berbantuan media konkrit dan yang menerapkan model konvensional.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas IV SD di Gugus V Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 20122013. Hasil penelitian menunjukkan
perbedaan hasil belajar antara siswa yang menerapkan model Think Talk Write TTW berbantuan media konkret dan yang menerapkan model konvensional.
Kesimpulan penelitian tersebut yaitu, model pembelajaran Think Talk Write TTW berbantuan media konkret berpengaruh terhadap hasil belajar IPA pada
siswa kelas IV di Gugus V Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 20122013.
Maulidah 2013 melakukan penelitian berjudul “Think Talk Write untuk
Mengajar Menulis Deskripsi ”. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
keefektifan strategi Think Talk Write TTW terhadap pengajaran menulis dalam menyusun karangan deskriptif pada siswa kelas dua Sekolah Menengah Pertama
SMP. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari pengamatan dan penggambaran kondisi kelas yang terjadi secara alami.
Untuk memperoleh data digunakan beberapa teknik pengumpulan data. Instrumen yang digunakan meliputi lembar pengamatan aktivitas siswa dan keterlaksanaan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, lembar respon siswa, dan karangan deskriptif siswa. Data dianalisa menggunakan rumus matematika sederhana.
Penggunaan data yang berbentuk angka hanya untuk mendukung data utama. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa strategi Think Talk Write TTW
efektif untuk digunakan sebagai strategi alternatif dalam pengajaran menulis deskripsi.
43 Penelitian yang dilakukan peneliti memiliki kesamaan dan perbedaan
dengan beberapa penelitian di atas. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ambari 2012, Zulkarnaeni 2011, Asmoro 2014, Juliasih
2012, dan Maulidah 2013 yaitu kelimanya menerapkan model pembelajaran yang sama dengan peneliti berupa model pembelajaran Think Talk Write TTW.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ambari 2012 yaitu mata pelajaran yang diteliti. Peneliti menggunakan mata pelajaran bahasa
Indonesia, sedangkan Ambari 2012 menggunakan mata pelajaran IPA. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Zulkarnaeni 2011 yaitu pada materi
ajarnya. Materi ajar dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah menulis puisi, sedangkan dalam penelitian Zulkarnaeni 2011 yaitu menulis deskriptif.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Asmoro 2014 yaitu pada penelitian ini materi ajar yang digunakan adalah menulis puisi
sedangkan pada penelitian Asmoro adalah membaca pemahaman. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Juliasih 2012 yaitu pada mata pelajaran yang
diteliti. Penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran bahasa Indonesia, sedangkan Juliasih melakukan penelitian pada mata pelajaran IPA. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian Maulidah 2013 yaitu pada materi pembelajarannya. Materi pembelajaran pada penelitian ini yaitu menulis puisi, sedangkan pada penelitian
yang dilakukan Maulidah yaitu menulis deskriptif.
2.3
Kerangka Berpikir
Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang mencakup
44 empat keterampilan dasar berbahasa yaitu membaca, menyimak, berbicara dan
menulis. Keempat keterampilan tersebut harus dapat dikuasai siswa dengan baik. Menulis merupakan salah satu keterampilan dasar yang memiliki peran penting.
Seseorang dapat mengungkapkan gagasan melalui tulisan. Salah satu materi menulis di sekolah dasar adalah menulis puisi. Siswa membutuhkan latihan dan
proses pembelajaran yang baik agar memiliki kemampuan menulis puisi. Proses pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan
oleh guru. Model Think Talk Write TTW merupakan salah satu model pembelajaran
yang memberikan ruang kepada siswa untuk dapat berkreativitas dan mengembangkan potensi dirinya. Penerapan model ini melatih siswa untuk
bekerja sama dengan teman-temannya serta saling mengungkapkan gagasan dalam diskusi kelompok. Siswa diharapkan dapat bertukar pikiran dan berbagi
kosa kata yang mereka miliki, sehingga siswa dapat menambah kosa kata yang dimilikinya. Diskusi dengan teman satu kelompok akan membuat siswa
mendapatkan gagasan-gagasan baru. Gagasan baru tersebut dapat memperkaya ide ketika mereka menulis puisi. Guru, dalam pembelajaran, hanya berperan sebagai
fasilitator. Guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber informasi. Guru mengarahkan pembelajaran agar berpusat pada siswa dan efektif.
Pembelajaran yang efektif ditampakkan dari hasil belajar yang dicapai. Untuk mengetahui keefektifan penerapan model Think Talk Write TTW,
dilakukan dengan membandingkan hasil belajar siswa antara yang menerapkan model Think Talk Write TTW dan yang menerapkan model konvensional.
Model Think Talk Write diterapkan di kelas eksperimen, sedangkan model
45 konvensional diterapkan di kelas kontrol. Kedua kelas tersebut harus memiliki
kondisi yang relatif sama. Kondisi yang relatif sama tersebut meliputi kemampuan awal siswa, sarana dan prasarana belajar, dan suasana belajar. Jumlah siswa dalam
kelas tersebut pun tidak boleh jauh berbeda. Selain itu, kualifikasi guru yang mengajar kedua kelas tersebut juga harus relatif sama. Kemampuan awal siswa
diketahui dari tes awal. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dibaca pada bagan 2.1.
Bagan 2.1. Kerangka Berpikir
Populasi
Sampel
Pembelajaran dengan model Think Talk Write TTW
Pembelajaran dengan model konvensional
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Tes Awal Tes Awal
Tes Akhir Tes Akhir
Membandingkan hasil tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol kontrol
Ada perbedaan hasil belajar atau tidak antara siswa yang menerapkan model Think Talk Write TTW dan yang menerapkan
model konvensional
46
2.4
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara rumusan masalah. Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
Ho
1
: Tidak terdapat perbedaan pada hasil belajar menulis puisi pada siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 antara yang mendapat model
pembelajaran Think Talk Write TTW dan yang mendapat model pembelajaran konvensional. µ
1
= µ
2
Ha
1
: Terdapat perbedaan pada hasil belajar menulis puisi pada siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 antara yang mendapat model pembelajaran Think
Talk Write TTW dan yang mendapat model pembelajaran konvensional. µ
1
≠ µ
2
Ho
2
: Hasil belajar menulis puisi pada siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal yang menerapkan model pembelajaran Think Talk Write
TTW tidak lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. µ
1
≤ µ
2
Ha
2
: Hasil belajar menulis puisi pada siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal yang menerapkan model pembelajaran Think Talk Write
TTW lebih baik dibandingkan hasil belajar siswa yang menerapkan model pembelajaran konvensional. µ
1
≥ µ
2
47
47
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab tiga akan menguraikan metode penelitian. Prosedur dalam metodologi penelitian terdiri dari pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. Pada
metodologi penelitian akan diuraikan: 1 populasi dan sampel, 2 desain penelitian, 3 variabel penelitian, 4 data penelitian, 5 teknik pengumpulan
data, 6 instrumen penelitian, dan 7 analisis data.
3.8 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian
ditarik kesimpulan Sugiyono 2013: 119 . Sampel menurut Sugiyono 2013: 81 adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh sebuah populasi.
Populasi dan sampel dalam penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut.
3.1.3 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Pesurungan Lor 1 Kota Tegal. Anggota populasi terdiri dari dua kelas, yaitu kelas V A dan
kelas V B. Kelas V A memiliki 34 siswa, sedangkan kelas V B memiliki 32 siswa. Jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu 66 siswa.
3.1.4 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling, khususnya teknik proportionate stratified random sampling.
48
48 Probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel Sugiyono 2013: 122. Pengambilan sampel pada teknik proportionate stratified
random sampling dilakukan secara acak random. Jumlah sampel ditentukan dengan tabel Krecjie, dengan taraf kesalahan 5. Jumlah sampel dihitung
menggunakan rumus berikut.
Jumlah populasi penelitian 66 siswa. Sampel pada tabel krecjie untuk populasi sejumlah 66 adalah 58. Penghitungan sampel dengan rumus di atas
memperoleh jumlah sampel dari masing-masing kelas. Sampel yang di ambil dari kelas VA sebanyak 30 siswa dan sampel dari kelas VB sebanyak 28 siswa.
Peneliti melakukan pengundian pada kedua kelas untuk menentukan kelas kontrol dan eksperimen. Kelas VA terpilih sebagai kelas kontrol, dan VB sebagai kelas
eksperimen. Daftar nama siswa yang dijadikan sampel penelitian dapat dibaca pada lampiran 5 dan 6.
3.9 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi experimental, yang merupakan pengembangan dari true experimental design. Menurut Sugiyono
2013: 116, desain quasi experimental memiliki kelas kontrol meskipun tidak dapat sepenuhnya berfungsi sebagai pengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi penelitian. Jenis penelitian ini dipilih karena peneliti tidak akan sepenuhnya mampu mengontrol hal-hal yang mempengaruhi variabel penelitian.
Sampel tiap kelas =
siswa a a as
u asi
× sampel dalam tabel Krecjie
49 Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu nonequivalent control
design. Desain nonequivalent control group design memiliki dua kelompok kelas, yaitu kelas kontrol dan eksperimen. Kelas kontrol dan eksperimen pada desain
nonequivalent control group design diberi tes awal terlebih dahulu, untuk mengetahui perbedaan kemampuan kedua kelas. Menurut Sugiyono 2013: 114,
kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Quasi
experimental design jenis nonequivalent control group design dapat digambarkan sebagaimana pada bagan 3.1.
Bagan 3.1. Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Keterangan:
E : Kelas eksperimen
K : Kelas kontrol
O
1
: tes awal kelas eksperimen O
2
: tes akhir kelas eksperimen X
: perlakuan yang diberikan berupa penerapan model Think Talk Write TTW.
O
3
: tes awal kelas kontrol O
4
: tes akhir kelas kontrol Sugiyono 2013: 118
E O
1
X O
2 ................................................
K O
3
O
4
50
3.10 Variabel Penelitian
Setiap masalah dalam penelitian mempunyai variabel. Variabel dalam penelitian akan memberikan informasi tentang masalah dalam penelitian. Variabel
penelitian juga memberikan informasi tentang bagaimana pemecahan masalah yang tepat pada penelitian. Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas
dan terikat. Variabel bebas dan terikat pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
3.3.3 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab berubah atau timbulnya variabel terikat Sugiyono 2013: 64. Variabel bebas dapat
dilambangkan dengan X. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pembelajaran materi menulis puisi dengan menerapkan model pembelajaran Think Talk Write
TTW. 3.3.4
Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas Sugiyono 2013: 64. Variabel terikat dapat
dilambangkan dengan Y. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa kelas V SDN Pesurungan Lor I pada pembelajaran bahasa Indonesia materi
menulis puisi.
3.11 Data Penelitian
Menurut Sugiyono 2013: 187 salah satu hal yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian adalah kualitas pengumpulan data. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut.