51
D. Dakwah Melalui Musik dan Lagu
Menurut Rahmat Hidayatullah, setiap kali mendiskusikan subjek musik dalam kebudayaan Islam, kita selalu saja tidak dapat mengelak dari isu tentang
status hukum musik dalam pandangan Islam. Isu tersebut telah banyak diperdebatkan oleh para ulama dan teolog. Lantaran tidak adanya ayat-ayat al-
Quran yang secara eksplisit melarang atau membolehkan musik, ditambah sengketa tentang otentisitas beberapa Hadis Nabi yang berkaitan dengan musik,
perbedaan pendapat tentang status musik dalam Islam pun terus berkelanjutan sepanjang sejarah Islam. Yusuf al-Qardhawi, dalam al-Halal wa al-Haram,
menghalalkan musik dalam kondisi-kondisi tertentu dengan argumen bahwa beberapa Hadis Nabi
—yang menurutnya lebih otentik—memperkenankan musik. Sebaliknya, Muhammad Nashiruddin al-Albani, dalam Tahrim Alat al-Tharab,
mengharamkan musik dengan argumen bahwa banyak Hadis Nabi —yang
menurutnya lebih otentik —melarang musik.
83
Menurut Abdul Hadi WM, keberatan sejumlah ulama terhadap musik yang mengakibatnya timbulnya larangan dan pengharaman terhadap musik, didasarkan
pada beberapa hadis yang kurang lebih sama banyaknya dengan hadis yang membolehkan penggunaan musik dalam kehidupan sosial dan keagamaan orang
Islam. Oleh karena itu persoalan boleh tidaknya musik dan bagaimana hukumnya dalam Islam menjadi sangat pelik. Para cendekiawan atau ulama yang
menganggap musik sesungguhnya tidak dilarang secara hakiki dalam Islam, mendasarkan pandangannya pertama-tama pada seruan al-
Qur’an bahwa
83
Rahmat Hidayatullah, ―Musik Islam: Kesinambungan dan Perubahan‖, Makalah disampaikan dalam acara 5
th
Session of Ciputat Music Space Offline Series, Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 19 Juli 2013, h. 1.
52 memperindah suara dan lagu dalam menyampaikan ajaran kitab suci sangat
dianjurkan. Selain itu mereka beranggapan bahwa hadis-hadis yang berisi larangan terhadap musik kebanyakan kurang sahih, dan beberapa lagi di antaranya
masih perlu ditafsirkan dengan cara yang berbeda-beda, menggunakan kaidah yang berbeda-beda pula, sebab maksud hadis yang berbeda-beda itu memilki
kepentingan yang berbeda-beda pula. Perbedaan tafsir itu ketara dalam berbagai kitab tafsir al-Qur`an, kitab Fiqih, tafsir Hadis dan risalah Tasawuf yang berbeda-
beda sesuai dengan paham dan mazhab yang dianut penulisnya.
84
Di sisi lain, berbeda dengan sebagian besar ulama fiqih, yang memperdebatkan kehadiran musik dan seni suara dalam lingkungan pemeluk
agama Islam, adalah pandangan para filosof dan sufi yang begitu apresiatif sekaligus kritis. Sejak lama mereka berpendapat bahwa musik al-musiqa dan
seni suara al-handasa merupakan ekspresi jiwa yang penting dalam membangun kebudayaan dan peradaban Islam. Bagi mereka seni musik dan suara adalah
ungkapan keselarasan nada dan suara yang diperuntukkan bagi pendengaran, sebagaimana seni hias dan kaligrafi yang diperuntukkan bagi mata. Dari indera
pendengaran dan penglihatan itu kemudian keselarasan itu dialirkan ke dalam jiwa pendengar atau penikmatnya sebagai hidangan kerohanian yang memberikan cita
keindahan al-lazat tersendiri.
85
Menurut Quraish Shihab, pada dasarnya tidak ada larangan menyanyikan lagu di dalam Islam. Bukankah ketika Nabi SAW pertama kali tiba di Madinah,
84
Abdul Hadi W M, ―Wacana Seni Islam: Musik, Religiusitas dan Spiritualitas‖, dalam
http:ahmadsamantho.wordpress.com20080703musik-dalam-religiusitas-spiritualitas-islam ,
diakses 12 Januari 2014.
85
Abdul Hadi W M, ―Wacana Seni Islam: Musik, Religiusitas dan Spiritualitas‖.
53 beliau disambut dengan nyanyian. Ketika ada perkawinan, Nabi juga merestui
nyanyian yang
menggambarkan kegembiraan.
Yang terlarang
adalah mengucapkan kalimat-kalimat, baik yang ketika bernyanyi ataupun berbicara yang
mengandung makna-makna yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.
86
Dalam kenyataannya, sejarah mencatat bahwa para penyebar Islam di Nusantara kerap menggunakan musik dan bentuk-bentuk kesenian lainnya sebagai
media dakwah. Melalui tarekat-tarekat sufi yang aktif sejak abad ke-15, para penyebar Islam di Nusantara mengembangkan beberapa jenis musik dan tarian,
baik yang berakar dari tradisi Arab-Persia maupun tradisi Melayu-Jawa. Jejak- jejak estetika Islam tersebut dapat diidentifikasi dalam Saluang Minang yang
mencerminkan pengaruh tilawah pada musik lokal, tari Seudati Aceh yang tumbuh dari tarian-tarian sufi, tari Pantil di Madura, zikir rebana, zapin dan
rampak yang tumbuh di lingkungan masyarakat Melayu. Demikian pula tembang- tembang suluk dalam bahasa Jawa, Sunda dan Madura; Tâj al-Salâtin, Samrah al-
Muhimmah, Serat Menak, Hikayat Amir Hamzah, Umar Umaya, Menak Cina dan sebagainya. Di Jawa, para Wali Songo seperti Sunan Bonang, Sunan Kalijaga,
Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati dalam dakwahnya sering menggunakan gamelan. Berkat kreativitas para wali inilah estetika Gamelan Jawa, Sunda dan
Madura berbeda dengan estetika Gamelan Bali yang masih meneruskan tradisi Hindu
—Gamelan Jawa dan Degung Sunda cenderung kontemplatif, karena dalam
86
M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama, Bandung, Mizan, 1999, h. 8.
54 estetika Islam yang diutamakan adalah penciptaan suasana khusuk dalam
merenungi Tuhan.
87
Dalam berdakwah, para Wali Songo juga kerap menciptakan lagu sebagai media untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat Jawa. Raden
Paku atau Suna n Giri, yang disebut oleh Belanda sebagai ―Paus dari Timur‖,
merupakan pencipta lagu rakyat Pucung dan Asmarandana. Begitu pula dengan Sunan Kalijaga, beliau adalah pencipta lagu yang paling populer dalam sejarah
rakyat Jawa, Lir-ilir. Sunan Kudus juga memiliki keahlian serupa dalam menciptakan lagu-lagu, seperti Maskumambang dan Mijil. Sementara Sunan
Muria adalah tokoh yang menggunakan gamelan untuk menarik masyarakat agar masuk Islam. Lagu-lagu Jawa Sinom dan Kinanti adalah hasil gubahan beliau.
88
Sumarsam, seorang etnomusikolog Indonesia, pernah mengemukakan tentang relasi intim antara Islam dan kesenian tradisional Jawa, baik dalam
komunitas Islam abad ke-18 dan 19 maupun dalam tradisi pondok pesantren. Dalam kenyataannya, alih-alih menghindari pertunjukan musik musical
performance dan penerimaan musik musical reception, kebanyakan Muslim Indonesia justru merayakan penggunaan musik dan pertunjukan seni lainnya serta
menganggapnya sebagai komponen penting bagi identitas komunitas mereka. Bahkan Wali Songo sendiri kerap diasosiasikan sebagai penemu seni pertunjukan
art performance di Nusantara, baik dalam bentuk aransemen lagu dan melodi, gamelan, dan wayang kulit. Musik gamelan sendiri seringkali dimanfaatkan untuk
87
Rahmat Kemat, ―Tradisi Kesenian Islam Nusantara: Legasi dan Kontekstualisasi‖, dalam
http:rahmat-kemat.blogspot.com201110tradisi-kesenian-islam-nusantara-legasi_26.html ,
diakses 12 Januari 2014.
88
Rahmat Kemat, ―Tradisi Kesenian Islam Nusantara: Legasi dan Kontekstualisasi‖.