commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat, pelaksanaan pendidikan perlu ditingkatkan baik pendidikan
nonformal masyarakat, pendidikan formal sekolah maupun pendidikan informal keluarga. Terutama pendidikan formal yang memberikan kontribusi
yang cukup besar pada seseorang dalam hal kemampuan akademis, sehingga berbagai upaya meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas pendidikan sangat
diperlukan. Kalangan dunia pendidikan menyadari bahwa proses pembelajaran akan
lebih efektif apabila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi, siswa akan mengalami, menghayati, dan menarik dirinya untuk
membelajarkan suatu pelajaran. Hasil belajar yang demikian akan lebih baik, disamping tentu saja kualitas siswa dibina dan dikembangkan.
Kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berlangsung dengan baik, apabila ada komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa. Oleh karena itu,
komunikasi harus diciptakan sehingga pesan yang disampaikan dalam bentuk materi pelajaran dapat diterima oleh siswa. Guru diharapkan mampu membimbing
aktivitas dan kreativitas siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran atau pendekatan yang sesuai.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang memiliki ciri objek yang abstrak, pola pikir deduktif dan konsisten, juga tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terbukti dengan banyaknya permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan Matematika
dan pembahasannya. Pentingnya belajar Matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Banyak persoalan kehidupan yang
memerlukan kemampuan menghitung dan mengukur. Menghitung mengarah pada aritmatika dan mengukur mengarah pada geometri merupakan fondasi atau dasar
dari Matematika.Menurut GBPP mata pelajaran Matematika di SD 1994:70, 1
commit to user 2
tujuan khusus pengajaran Matematika yaitu menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari serta
mengembangkan pengetahuan dasar Matematika untuk bekal belajar lebih lanjut. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar
yang masih rendah kemampuan berhitungnya. Berbagai persepsi mengenai mata pelajaran Matematika menjadi beban psikologis yang menjangkiti para siswa di
setiap jenjang pendidikan. Matematika menjadi ditakuti karena dianggap sulit. Hampir semua pokok bahasan dalam mata pelajaran Matematika selalu
ada soal cerita. Sebuah model soal sering menjadi momok bagi sebagian besar siswa. Oleh karena itu, maka setiap guru mata pelajaran Matematika perlu
berusaha mencari gagasan guna mencari solusinya agar siswa tidak merasa kesulitan dalam mengerjakan soal yang berbentuk cerita.
Pada umumnya siswa mengalami hambatan ketika mereka diberi tugas oleh guru untuk menyelesaikan soal cerita. Mereka mengalami kesulitan dalam
memahami soal dan membuat kalimat Matematikanya. Fenomena semacam ini terjadi di SD Negeri 03 Jaten Karanganyar, dari hasil wawancara dengan guru
kelas IV SD Negeri 03 Jaten dan dikuatkan oleh hasil observasi peneliti di kelas IVA menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
pokok bahasan pecahan tergolong masih rendah. Hal ini teridentifikasi dari tahun –
tahun sebelumnya yang menunjukkan nilai yang dicapai siswa masih rendah, dan dikuatkan oleh hasil tes awal yang diberikan guru yang menunjukkan bahwa nilai
rata-rata siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan mencapai 47,18 dan siswa yang tuntas hanya 13 siswa atau 33,33 dari 39 siswa, jadi 26 siswa atau
66,67 masih mendapatkan nilai di bawah KKM Kriteria Ketuntasan Minimal. Fakta diatas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang
dilaksanakan guru masih kurang optimal dan tidak sesuai harapan. Menurut hasil pengamatan peneliti dan wawancara dengan guru di SD Negeri 03 Jaten,
rendahnya kemampuan menyelesaikan soal cerita pada pokok bahasan pecahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu a kesulitan memahami soal cerita yang
terdiri dari kesulitan menentukan yang diketahui dan ditanyakan dari soal pecahan yang disebabkan siswa kurang memahami bahasa soal karena kemampuan bahasa
commit to user 3
yang lemah dan kurangnya diberi latihan soal cerita dengan langkah penyelesainya; b kesulitan membuat kalimat Matematika yang terdiri dari
kesulitan dalam menuliskan langkah penyelesaian yang jelas karena siswa kurang memperhatikan kejelasan langkah jawabannya dan terbiasa menjawab hanya
langsung hitung saja; c kesulitan dalam menyelesaikan soal pecahan yang disebabkan siswa kurang memahami konsep pecahan; d kesulitan menyelesaikan
soal pecahan yang senilai yang disebabkan siswa kurang paham konsep pecahan senilai juga kurangnya latihan soal; dan e guru belum menemukan metode atau
pendekatan yang tepat untuk mengajarkan materi secara menarik dan menyenangkan bagi siswa.
Berbagai hal yang muncul tersebut terkait dengan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan. Untuk itu perlu diterapkan suatu keadaan yang
membangun motivasi siswa untuk belajar dikarenakan apabila kesulitan siswa tidak diatasi maka siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal
cerita pecahan di jenjang kelas selanjutnya. Salah satu cara untuk membangun motivasi siswa untuk belajar tersebut adalah dengan menerapkan metode atau
pendekatan yang efektif dan dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Metode atau pendekatan pembelajaran yang bermacam-macam
menyebabkan guru harus selektif dalam memilih metode pembelajaran yang digunakan. Metode atau pendekatan yang efektif untuk mengajarkan suatu materi
belum tentu efektif untuk mengajarkan materi lain. Setiap materi mempunyai karakteristik dan turut menentukan metode yang digunakan untuk menyampaikan
materi tersebut. Begitu pula dalam pembelajaran soal cerita pecahan, guru harus bisa memilih dan menggunakan metode atau pendekatan yang sesuai dengan
materi yang diajarkan. Pendekatan Realistic Mathematic Education RME di Indonesia dikenal
dengan istilah Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI. Menurut Supinah Agus D.W 2009:71 secara garis besar PMRI atau RME adalah suatu
teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
commit to user 4
meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.
Pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan yang banyak memberikan harapan bagi peningkatan hasil pembelajaran matematika. Pendekatan ini
didasarkan pada anggapan Hans Freudental dalam Nyimas Aisyah, dkk 2007:7-3 bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan
aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Menurut pendekatan ini kelas Matematika
bukan merupakan tempat memindahkan Matematika dari guru kepada siswa, tetapi tempat siswa menemukan kembali konsep Matematika melalui eksplorasi
masalah-masalah nyata. Masalah ini bukan masalah yang selalu kongkrit dilihat oleh mata tetapi termasuk hal
–hal yang mudah di bayangkan oleh siswa. Siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk
menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Selain itu, dalam penerapannya RME PMR memadukan berbagai pendekatan
pembelajaran lain yang dianggap unggul seperti pemecahan masalah, konstruktivisme, dan pendekatan pembelajaran yang berbasis lingkungan
Suwarsono, 2001: 5-7. RME mampu membuat siswa aktif dan guru hanya berperan sebagai
fasilisator, motivator, dan pengelola kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan. Setiap
siswa bebas
mengemukakan dan
mengkomunikasikan idenya dengan siswa lain. RME sangat membantu siswa untuk berpikir dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak. Hal ini membuat
pemahaman dan penguasaan siswa terhadap suatu konsep matematika dapat ditingkatkan sehingga kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang berkaitan dengan soal cerita Matematika juga akan lebih meningkat. Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa pembelajaran Matematika
perlu diperbaiki guna peningkatan kemampuan menyelesaikan soal cerita. Mengingat pentingnya Matematika dan kompleksitas permasalahan dalam
Matematika. Idealnya usaha ini dimulai dari pembenahan proses pembelajaran yang dilakukan guru dengan menawarkan suatu pendekatan pembelajaran yang
commit to user 5
dapat lebih membuat siswa aktif dalam pembelajaran pada umumnya dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada khususnya. Salah satu
cara menerapkan pendekatan pembelajaran realistik RME Realistic Mathematic Education.
Sehubungan dengan latar belakang di atas, peniliti tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul
“Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Melalui Pendekatan
Realistic Mathematic Education RME Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 03 Jaten
Karanganyar Tahun Pelajaran 20102011”.
B. Perumusan Masalah