APBD dapat dilihat potensi sumber penerimaan suatu daerah seperti Pendapatan Asli Daerah, seberapa besar target yang ingin dicapai untuk membiayai anggaran pengeluaran, selain itu
anggaran penerimaan juga dapat mencerminkan seberapa besar sumber penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai komponen terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah sudah digali atau
sumber penerimaan daerah masih lebih besar disokong oleh transfer pusat. Dari sisi anggaran pengeluaran dapat dijadikan alat evaluasi, yaitu dalam penggunaan dana anggaran tersebut, apakah
penggunaanya sudah mencerminkan kebutuhan daerah atau lebih banyak untuk pen
geluaran belanja aparatur. Untuk itu APBD
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, dan distribusi. Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan kewajiban daerah dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD, dan apabila pemerintah daerah mengalami surplus maka surplus APBD digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah
tahun anggaran berikutnya. Penggunaan surplus APBD untuk membentuk dana cadangan, dan penyertaan modal dalam perusahaan daerah.
2.1.2.1 Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim 2004: 67, “Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.” Menurut UU Republik Indonesia No 33
tahun 2004 mengenai Perimbangan antara Pusat dan Daerah “Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Menurut Mardiasmo 2002:132,” Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah hasil perusahaan milik
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13 2006 adalah terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain- lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut
obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan
yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah BUMN, dan bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan
penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang
mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan,
ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,
pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari
pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran cicilan penjualan.
Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah – daerah yang mengalami kapasitas fiskal
rendah Halim, 2001. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan
proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan pada sektor – sektor yang produktif di daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber diluar Pendapatan Asli Daerah, karena
Pendapatan Asli Daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah sedangkan bentuk pemberian pemerintah nonPAD sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan
peningkatan Pendapatan Asli Daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah Dewi: 2002.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan otonomi daerahdesentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan rumah tangganya. Ciri utama
yang menunjukkan daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangannya. Berkaitan dengan hal tersebut, optimalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Salah satu penerimaan PAD terbesar yaitu melalui pajak daerah dan retribusi daerah. Terkait dengan Pendapatan Asli Daerah, seorang pakar dari
World Bank berpendapat bahwa batas 20 perolehan PAD merupakan batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Sekiranya PAD kurang dari angka 20, maka daerah tersebut akan
kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri.
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah PAD. Proporsi
Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik
rutin maupun pembangunan, dibiayai dari dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari
Pendapatan Asli Daerah Pratiwi, 2007. Wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digunakan sendiri sesuai dengan potensi
daerah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dalam Undang-undang No.34 Tahun 2000 ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan dalam PP No.65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah dan PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan ketentuan daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi Halim,
Pendapatan Asli Daerah PAD setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan
alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
2009. Menurut Brahmantio 2002 pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka pendek dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, namun dalam jangka panjang
dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus bijaksana dalam membuat
peraturan dalam hal pungutan pajak daerah dan retribusi daerah di tengah kewenangan besar yang di limpahkan Pemerintah Pusat untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sehingga tidak
memberatkan pihak-pihak tertentu
2.1.2.2 Dana Bagi Hasil