Prosedur Penyelesaian Pembayaran Uang Pengganti

jumlah kepada masing-masing terdakwa dan tidak boleh disebutkan secara jelas dan pasti jumlah kepada masing-masing terdakwa dan tidak boleh disebutkan secara tanggung renteng karena tidak akan memberikan kepastian hukum dan menimbulkan kesulitan dalam eksekusi. Kesulitan eksekusi yang terjadi baik menyangkut jumlah uang pengganti yang harus dibayar oleh masing-masing terdakwaterpidana maupun terhadap terpidana yang tidak membayar atau membayar sebagian uang pengganti sehingga harus menjalani hukuman badan sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti tersebut. 4. Apabila tidak diketahui secara pasti jumlah yang diperoleh dari tindak pidana korupsi oleh masing-masing terdakwaterpidana, maka salah satu cara yang dapat dipedomani untuk menentukan besarnya uang pengganti yang akan digunakan kepada masing-masing terpidanaterdakwa adalah menggunakan kualifikasi “turut serta” dalam pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHAP. 5. Untuk pelaksanaan petunjuk penentuan besaran uang pengganti supaya dilaksanakan secara tertib dengan administrasi yang dapat dipertanggung jawabkan disertai bukti-bukti yang akurat yang dapat dipergunakan sebagai bahan pelaporan hasil penyelamatan kerugian keuangan Negara oleh Kejaksaan Agung. 60

C. Prosedur Penyelesaian Pembayaran Uang Pengganti

Jika pengadilan sudah menjatuhkan putusannya mengenai pembayaran uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 1 huruf b, kepada terpidana diberi tenggang waktu untuk membayar uang pengganti seperti yang ditentukan dalam Pasal 18 ayat 2 yaitu “paling lama dalam waktu 1 satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Terhadap tenggang waktu tersebut, jaksa sebagai pelaksana dari putusan pengadilan Pasal 270 KUHAP, tidak dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran uang pengganti, tidak seperti halnya jaksa dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran denda, yaitu yang ditentukan dalam Pasal 273 ayat 2 KUHAP, karena pembayaran uang pengganti berbeda dengan pembayaran denda. 60 Ibid, hal. 20-21. Universitas Sumatera Utara Dalam hal hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti maka terpidana diberi tenggang waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap untuk melunasinya, jika dalam waktru yang ditentukan tersebut telah habis maka jaksa sebagai eksekutor Negara dapat menyita dan melelang harta benda terdakwa Pasal 18 ayat 2 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 61 Pembayaran uang pengganti merupakan pidana tambahan, sedangkan denda merupakan pidana pokok, sehingga akibatnya ketentuan-ketentuan mengenai pidana denda yang antara lain terdapat dalam Pasal 273 ayat 2 KUHAP, tidak dapat demikian saja diberlakukan untuk pembayaran uang pengganti. Meskipun jaksa tidak dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran uang pengganti, tetapi mengingat perumusan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat 2 menggunakan kalimat “paling lama dalam waktu 1 satu bulan”, maka menurut R. Wiyono, jaksa masih dapat menentukan tahap- tahap pembayaran uang pengganti, tetapi dengan syarat tahap-tahap tersebut tidak dapat melebihi tenggang waktu 1 satu bulan. 62 Jika tenggang waktu untuk pembayaran uang pengganti sudah lewat dan terpidana ternyata tidak membayar uang pengganti, tindak lanjutan adalah seperti yang ditentukan dalam Pasal 18 ayat 2 yaitu “…maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilel ang untuk menutupi uang pengganti tersebut”. 63 Ketentuan yang merupakan tindak lanjut dari akibat terpidana tidak membayar 61 R.Wiyono, Loc.Cit, hal. 22 62 Ibid., hal. 132 63 Ibid. Universitas Sumatera Utara uang pengganti tersebut, perlu diberikan penjelasan, yaitu mengenai apa yang dimaksud dengan kalimat “harta bendanya” dan kalimat “dapat disita” dalam Pasal 18 ayat 2 tersebut. Penyitaan dan pelelangan bersifat fakultatif, yaitu baru dilakukan dalam hal terpidana belum atau tidak membayar uang pengganti sejumlah yang ditentukan dalam putusan dalam waktu yang telah ditentukan seperti diatas. Penyitaan terhadap harta benda kepunyaan terdakwa tidak perlu terlebih dahulu mendapat izin dari ketua Pengadilan Negeri setempat karena penyitaan ini bukan dalam rangka penyidikan tetapi dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan. 64 Menurut R. Wiyo no yang dimaksud dengan kalimat “harta bendanya” dalam Pasal 18 ayat 2 adalah harta benda kepunyaan terpidana yang bukan merupakan harta benda hasil dari tindak pidana korupsi danatau harta benda kepunyaan terpidana yang bukan dipergunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi, karena jika memang terbukti di sidang pengadilan, bahwa harta benda kepunyaan terpidana tersebut merupakan harta benda hasil tindak pidana korupsi danatau dipergunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi, maka pengadilan sudah tentu akan menjatuhkan pidana tambahan berupa perampasan barang- barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 1 KUHP atau Pasal 18 ayat 1 huruf b, sehingga jaksa tidak perlu sampai melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang dimaksud dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. 65 Dengan dipergunakannya kalimat “dapat disita” dalam Pasal 18 ayat 2, maka menurut hemat penulis, penyitaan yang dilakukan oleh jaksa terhadap harta 64 Efi Laila Kholis, Loc.Cit., hal 23 65 Ibid, hal. 133 Universitas Sumatera Utara benda kepunyaan terpidana tersebut sifatnya adalah fakultatif. Penyitaan terhadap harta benda kepunyaan terpidana dan kemudian harta benda tersebut dilelang, baru dilakukan oleh jaksa sebagai pelaksana putusan pengadilan Pasal 270 KUHP jika ternyata terpidana belum atau tidak membayar uang pengganti yang jumlahnya seperti yang dimuat pada putusan pengadilan dalam tenggang waktu yang ditentukan. Penyitaan terhadap harta benda kepunyaan terdakwa tersebut tidak perlu terlebih dahulu meminta izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk mendapatkan persetujuan karena penyitaan ini dilakukan bukan dalam rangka penyidikan tetapi dalam rnagka pelaksanaan putusan pengadilan. Jaksa dalam melakukan penyitaan terhadap harta benda kepunyaan terdakwa tersebut harus dapat memperkirakan harga dari benda yang disita, yang jika dilelang sudah dapat menutupi jumlah uang pengganti seperti yang dimuat dalam putusan pengadilan. Diharapkan jangan sampai terjadi beberapa kali dilakukan penyitaan harta benda kepunyaan terpidana, karena salah memperkirakan harga dari harta benda yang disita, yang setelah dilelang ternyata tidak dapat menutupi jumlah uang pengganti yang harus dibayar. Jika diperhatikan perumusan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 ayat 1 huruf a, tidak salah kalau semua ada yang mempunyai pendapat bahwa cara menghitung jumlah uang pengganti yang harus dibayar oleh terpidana disamakan saja dengna harta benda yang diperoleh terpidana pada waktu atau selama melakukan tindak pidana korupsi. Pendapat tersebut dapat diikuti, jika seandainya pada waktu terpidana mulai melakukan tindak pidana korupsi sampai dengan pada waktu pengadilan Universitas Sumatera Utara menjatuhkan putusannya, nilai mata uang tetap stabil, tetapi jika seandainya pada waktu terpidana mulai melakukan tindak pidana korupsi sampai pada waktu pengadilan menjatuhkan putusannya, terjadi penurunan bahkan kemerosotan nilai mata uang, maka menurut hemat penulis pendapat itu perlu dipikirkan kembali. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 bahwa pembayaran uang pengganti harus dilaksanakan oleh terpidana paling lama dalam waktu 1 satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan ketentuan tersebut selanjutnya jaksa selaku pelaksana putusan pengadilan Pasal 270 KUHAP akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Terpidana akan dipanggil untuk membicarakan masalah pembayaran uang pengganti. 2. Melakukan negosiasi mengenai kesanggupan pembayaran uang pengganti dengan cara pembayaran yang dilakukan oleh terpidana secara bertahap 3. Melakukan penelusuran dan penyelidikan terhadap harta benda milik terpidana yang diduga diperoleh dari tindak pidana korupsi. 4. Apabila dalam waktu yang telah disepakati antara jaksa dan terpidana, pembayaran uang pengganti tidak dilaksanakan oleh terpidana, maka jaksa akan melakukan penyitaan terhadap harta benda milik terpidana dan mengajukan permohonan kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara KP2LN untuk melakukan lelang eksekusi terhadap barang yang disita tersebut. 5. Uang pengganti yang telah dibayarkan oleh terpidana atau hasil dari lelang eksekusi selanjutnya oleh jaksa disetorkan kepada Kantor Kas Negara atau Bank yang telah ditunjuk oleh negara sebagai penerimaan negara dari pembayaran uang pengganti. 6. Setelah semua penyelesaian pembayaran uang pengganti telah dilaksanakan oleh jaksa, maka kemudian jaksa membuat laporan tentang penyelesaian pembayaran uang pengganti yang disampaikan kepada pengadilan. 66 Apabila dalam praktiknya Uang Pengganti tersebut yang telah ditetapkan dan diputuskan pihak pengadilan tetapi terdakwa tidak dapat melaksanakan pembayaran Uang Pengganti sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, maka akan dikenakan hukuman pengganti yaitu penambahan hukuman penjara sesuai dengan perhitungan pengganti sesuai dengan jumlah Uang Pengganti yang belum dibayarkan. Apabila si terpidana meninggal dunia sebelum Uang Pengganti 66 Wawancara dengan Bapak Arfan Halim, SH, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara dibayarkan maka pihak keluarga dan ahli waris terpidana tersebut bertanggung jawab atas pengembalian Uang Pengganti terpidana apabila terbukti bahwa ada harta dari keluarga atau ahli waris yang ternyata merupakan hasil dari Tindak Pidana Korupsi. 67 67 Ibid. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN