Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG

BERUPA UANG PENGGANTI

A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti

Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada tahap kebijakan legislasi, perumusan ketentuan sanksinya banyak dipengaruhi oleh konsep rancangan undang-undang yang diajukan ke legislatif. Menurut Barda Nawawi Arief, strategi kebijakan pemidanaan dalam kejahatan-kejahatan yang berdimensi baru harus memperhatikan hakekat permasalahannya. Bila hakekat permasalahannya lebih dekat dengan masalah-masalah dibidang hukum perekonomian dan perdagangan, maka lebih diutamakan penggunaan pidana denda atau semacamnya. 46 Pasal 17 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Sehubungan dengan ad anya kalimat “dapat dijatuhi pidana tambahan” dalam Pasal 17 tersebut, maka penjatuhan pidana tambahan dalam perkara tindak pidana korupsi sifatnya adalah fakultatif, artinya bahwa hakim tidak selalu harus menjatuhkan suatu pidana tambahan bagi setiap terdakwa yang diadili, melainkan 46 Efi Laila Kholis, Loc.Cit. hal. 16 Universitas Sumatera Utara terserah pada pertimbangannya apakah disamping menjatuhkan pidana pokok, hakim juga bermaksud menjatuhkan suatu pidana tambahan atau tidak. 47 Tujuan adanya pidana uang pengganti adalah untuk memidana dengan seberat mungkin para koruptor agar mereka jera dan memberi efek takut kepada orang lain agar tidak melakukan korupsi. Tujuan lainnya adalah untuk mengembalikan uang negara yang melayang akibat suatu perbuatan korupsi. Pemikiran ini sejalan dengan definisi tindak pidana korupsi. Menurut Undang- Undang, salah satu unsur tipikor adalah adanya tindakan yang “merugikan negara”. Dengan adanya unsur ini, maka setiap terjadi suatu korupsi pasti akan menimbulkan kerugian pada keuangan negara. Merupakan suatu hal yang wajar apabila pemerintah kemudian menerapkan sebuah kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang dalam mengupayakan kembalinya uang negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi. 48 Penjatuhan pidana tambahan dapat dilihat dalam arti sempit maupun luas. Dalam arti sempit, penjatuhan pidana berarti kewenangan menjatuhkan pidana menurut undang-undang oleh pejabat yang berwenang hakim. Dilihat dalam arti luas, penjatuhan pidana merupakan suatu mata rantai tindakan hukum dari pejabat yang berwenang, mulai dari proses penyidikan, penuntutan sampai putusan pidana yang dijatuhkan pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat pelaksanaan pidana. Seperti pidana lainnya, pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti dicantumkan dalam putusan hakim. 49 47 P.A.F. Lamintang, Loc.Cit, hal. 84 48 Efi Laila Kholis, Loc.Cit, hal. 17 49 Ibid., hal 17-18 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa pengumuman putusan hakim yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bukan merupakan pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b.3 KUHP, kecuali dalam putusan hakim tersebut terdapat perintah kepada Jaksa agar putusan hakim diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 KUHP. 50 Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut di atas, maka Pasal 18 ayat 1 huruf b menentukan bahwa pidana tambahan dapat berupa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Terhadap ketentuan tentang pidana tambahan yang berupa uang pengganti sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat 1 huruf b tersebut, maka perlu adanya alat-alat bukti antara lain keterangan ahli sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat 1 huruf b KUHAP yang dapat menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah harta benda yang diperoleh terpidana dari tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Hal ini perlu dilakukan karena penentuan pidana tambahan yang berupa pembayaran uang pengganti hanya terbatas sampai sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh terpidana dari hasil tindak pidana korupsi. 51 Adapun yang dimaksud dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dalam Pasal 18 ayat 1 huruf b tersebut menurut R. Wiyono tidak hanya ditafsirkan harta benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi 50 R.Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 126 51 Ibid., hal. 129 Universitas Sumatera Utara yang masih dikuasai oleh terpidana pada waktu pengadilan menjatuhkan putusannya, tetapi ditafsirkan juga termasuk harta benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi, yang pada waktu pengadilan menjatuhkan putusannya, harta benda tersebut oleh terdakwa sudah dialihkan penguasaannya kepada orang lain. 52 Sehubungan dengan adanya kalimat “selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai pidana tambahan adalah …..dst” dalam perumusan Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa pidana tambahan yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi adalah pidana tambahan yang ditentukan dalam : 1. Pasal 10 huruf b KUHP, yang meliputi : a. Pencabutan hak-hak tertentu, yang menurut ketentuan Pasal 35 ayat 1 KUHP terdiri dari : 1 Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu 2 Hak memasuki angkatan bersenjata 3 Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum 4 Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengawas atas orang yang bukan anak sendiri 5 Hak menjalankan mata pencaharian tertentu. b. Perampasan barang-barang tertentu yang oleh Pasal 39 ayat 1 KUHP ditentukan bahwa dapat dirampas atas : 1 Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan 2 Barang-barang kepunyaan terpidana yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan. 3 Pengumuman keputusan hakim. 2. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yang terdiri dari : a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. 52 Ibid., hal. 130 Universitas Sumatera Utara b. Pembayaran uang pengganti c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 satu tahun. d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. 53

B. Penetapan Uang Pengganti