h. 14 Pengertian Otonomi Daerah

2001 lahirlah UU N0.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan kembali pelaksanaan Otonomi daerah, 6 Jika dimasa lalu kebijakan di tingkat pemerintahan daerah lebih tergantung pada kebijakan pemerintah pusat, atau dominasi pusat heavy excecutive yang menekan dominasi daerah heavy legislatif. Maka dengan adanya UU No.22 Tahun 1999 kewenangan pemerintah daerah menjadi lebih luas dan otonom, dan tidak bergantung pada kebijakan pusat. 7 Menurut E. Erikson dalam Save M. Dagun otonomi secara etimologi diambil dari kata autonomy : yun : autos=sendiri – nomos=hukum terdapat tiga pengertian yaitu: pertama, kemampuan hak manusia untuk mengatur, memerintah dan mengarahkan diri sendiri sesuai kehendaknya tanpa campur tangan orang lain. Kedua, kekuasaan dan wewenang suatu lembaga atau wilayah untuk menjalankan pemerintahan sendiri. Ketiga, keadaan munculnya perasaan bebas-lepas dan kepercayaan diri yang kuat setelah seseorang berhasil melewati rintangan-rintangan masa mudanya. 8 Dalam kamus politik otonomi adalah hak untuk mengatur kepentingan dan urusan internal daerah atau organisasinya menurut hukum sendiri. Otonomi dalam batas tertentu dapat dimiliki oleh wilayah-wilayah dari suatu negara untuk mengatur pemerintahannya sendiri. 9 6 Syaukani, dkk., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan yogyakarta: pustaka Pelajar,

2003, h. 14

7 Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik Fisip Universitas Indonesia Dengan badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam Penelitian Peran Dan Fungsi DPRD Di Era Reformasi Jakarta: Depok, 2003, h. 8 Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara LPKN, 1997, h. 759 9 BN. Marbun, Kamus Politik Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007, h. 350 Otonomi daerah sendiri adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai perundang-undangan yang berlaku. 10 Otonomi daerah sebagai bentuk desentralisasi pemerintahan ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita- cita masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang lebih adil dan makmur, pemberian, pelimpahan dan penyerahan tugas-tugas kepada daerah. M. Turner dan D. Hulme dalam Dede Rosyada berpandangan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusat kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani. Landasan yang menjadi transfer ini adalah teritorial dan fungsional. 11 Pendapat lain di kemukakan oleh Rondinelli yang mendefinisikan otonomi daerah sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan. Manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agenya kepada unit kementrian pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level pemerintah, otoritas pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level pemerintahan, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemeintah dan organisasi nirlaba. 12 10 Save, M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, h. 759 11 Rosyada, dkk., Pendidikan Kewargaan Civic Education Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, h. 151 12 Ibid., h. 151 Negara Indonesia, sebagai negara kesatuan republik, dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan asas desentralisasi, telah menjadi bahan pembicaraan jauh sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, Murtir Jeddawi dalam bukunya mengutip tulisan Mohammad Hatta dalam tulisan ke arah Indonesia merdeka 1933 menyebutkan: “ Oleh karena Indonesia terbagi atas beberapa pulau dan golongan bangsa, mendapat hak menentukan nasib sendiri, asal saja peraturan masing-masing tidak berlawanan dengan dasar-dasar pemerintahan umum” dan ia menegaskan pembentukan pemerintahan daerah pemerintahan yang berotonomi, merupakan salah satu aspek pelaksanaan paham kedaulatan rakyat. 13 Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama yaitu: Politik, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis. Demokratisasi pemerintah juga berarti transparasi kebijakan. Membangun sistem dan pola karir politik dan administrasi yang kompetitif. Juga penguatan DPRD dalam keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah. DPRD juga memiliki hak pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan daerah. Di bidang ekonomi, otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional didaerah, serta terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. Dan dalam bidang sosial dan budaya, 13 Murtir Jeddawi, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Analisis Kewenangan, Kelembagaan, Manajemen Kepegawaian, dan Peraturan Daerah Yogyakarta: Kreasi total Media,

2008, h. 133