Peranan DPRD Dalam Pengawasan Peraturan Daerah Tentang

Pengawasan yang dilakukan DPRD untuk mengawasi produk hukum yang sudah disahkan. Bentuk pengawasan yang dilakukan DPRD dilakukan dengan cara melakukan dengan pendapat, kunjungan jerja, pembentukan panitia khusus dan pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD. DPRD dalam melaksanakan pengawasan terhadap peraturan daerah berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau waraga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, pemerintah dan pembangunan. Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak permintaan untuk memberikan keterangan dapat dipanggil secara paksa, karena merendahkan martabat DPRD. Hal ini diatur dan dijelaskan pada UU No. 22 tahun 2003 Pasal 66 ayat 1, 2 dan 3 bahwa: 33 1. DPRD Provinsi, melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta pejabat negara, tingkat provinsi, dan DPRD Kota, pejabat pemerintah kabupatenkota, badan hukum, atau warga masyarakat untu memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara. 2. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah provinsi dan kabupatenkota, badan hukum atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPRD sebagaimana dimaksud ayat 1. 33 Sadu Wasistiono, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, h. 149 3. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah provinsi dan kabupatenkota, badan hukum atau warga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dikenakan panggilan paksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Walaupun DPRD tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk memberi sanksi terhadap eksekutif, setidaknya DPRD memiliki kekuasaan yang cukup kuat untuk meminta keterangan dengan pihak-pihak yang sekiranya dapat memberikan masukan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD. Namun kuatnya fungsi pengawasan yang sudah tertera dalam peraturan Negara, tidak bisa di implementasikan dengan baik oleh DPRD Kota Bekasi. DPRD Kota Bekasi kurang memberikan pengawasan terhadap peraturan daerah yang sudah disahkannya. Pengawasan DPRD terhadap peraturan daerah tentang pelayanan publik ini, tidak begitu terkontrol dilakukan. Karena banyaknya perda yang disahkan oleh DPRD tiap tahunnya, membuat DPRD sulit untuk memfokuskan pengawasan pada satu peraturan daerah. Namun cara pengawasan yang dilakukan DPRD dalam peraturan daerah ini dengan melakukan kunjungan kerja ke kelurahan atau ke dinas, Dan selama ini belum terlihat adanya pelanggaran dalam pelaksanaannya. 34 Pengawasan terhadap peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan publik bisa dilihat sangat minim, hanya sebatas 34 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010 pembuatan peraturan daerah dan pengesahannya. Jika DPRD melakukan kunjungan kerja terhadap instansi terkait biasanya instansi tersebut memberikan pelayanan yang prima dan tidak menyimpang, kurangnya pengawasan terhadap peraturan daerah ini, membuat peraturan daerah ini belum dievaluasi dengan baik, dan apakah sudah sesuai dengan masyarakat atau belum. D.1 Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik Rekomendasi dari pansus peraturan daerah pelayanan publik adalah, dibentuknya BPPT dengan asas kinerja satuan pelayanan satu atap, selama ini dalam perijinan masyarakat seperti bola yang kesana dan kemari, karena tidak adanya koordinasi kerja dari instansi terkait. Dan terlalu banyak pihak instansi yang harus didatangi. Setelah adanya peraturan daerah ini kinerja perijinan dirubah. Dalam peraturan daerah ada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk menfasilitasi agar peraturan daerah bisa terlaksana dan berjalan sesuai aturan yang berlaku, dan dalam peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan publik. Pihak yang bertanggung jawab adalah: BPPT yang mengkoordinasi kerja SKPD didalamnya meliputi dinas-dinas dan kecamatan dan kelurahan. Dan juga DPRD yang bertindak sebagai pengawas dalam pelaksanaan perda pelayanan publik. Gambar 1. Bagan Alur Pengurusan perizinan PEMOHON Mengajukan permohonan perijinan dengan melampirkan berkas yang disyaratkan DINAS-DINAS BPPT Sumber: Dinas Perijinan Dalam Bidang IMB Tekhnis perijinan Legalitas perijinan Menerbitkan surat perijinan Meneliti kelengkapan berkas SEKSI PERIJINAN DALAM DINAS Gambar 2. Bagan Alur Pengurusan Pelayanan Kelurahan Dinas kependudukan Kecamatan Sumber: Kantor Kelurahan Jati Luhur D.2. Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik Pelaksanaan peraturan daerah tentang pelayanan publik sudah berlaku pada tanggal yang diundangkan, dan pelaksanaan standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi dan tata cara pengolaan pengaduan yang telah ada pada masing-masing penyelenggara menyesuaikan dengan peraturan daerah ini selambat- lambatnya satu tahun sejak ditetapkan. No Jenis Pelayananperijinan Peraturan daerah pelaksanaan Keterangan 1 Pembuatan KTP 14 hari 14 hari sesuai dengan SPM, namun bisa saja lebih dari 14 hari. dan ada pelayanan khusus atau progresif, yang bisa langsung jadi pembuatannya dalam satu hari pasal 21, pelayanan ini untuk WNA atau masyarakat yang butuh untuk keperluan mendesak. Bisa Sesuai perda, hanya saja persyaratan yang dibawa pada saat kekelurahan sudah komplit. Keterlambatan jadinya KTP, karena kurangnya komputerisasi atau data yang hilang. dalam pembiyayaan sendiri, dalam perda digratiskan, namun tiap kelurahan mempunyai kebijakan berbeda, bisa dikenai biyaya administrasi 10.000. dan untuk progresif dikenakan biaya 100.000 sesuai perda. 2 Surat Domisili 14 hari Surat domisili ini prosesnya hanya dikelurahan saja, sehingga bisa cepat. Biayanya juga gratis jika mengikuti perda, namun terkadang kelurahan memungut biaya untuk administrasi. Tidak sesuai perda, karena prosesnya tidak berpindah instansi. Dalam pemungutan biaya juga tergantung dengan kebijakan kelurahannya. 3 Pelayanan izin mendirikan bangunan 14 hari Kurang lebih sesuai dengan waktu yang ditentukan Sesuai dengan perda,Jika tidak ada masalah dalam tekhnisnya, semua bisa berjalan tepat waktu, namun ada pula oknum yang bermain waktu dengan dikenakan biaya tambahan untuk mempercepat waktunya. Sumber: Table Dibuat Oleh Penulis Dari table diatas bisa diambil kesimpulan bahwa tiap instansi ataupun dinas mempunyai kebijakan tersendiri diluar perda, instansi terkait secara keseluruhan sesuai dengan peraturan daerah hanya saja ada pegawainya yang melakukan pelanggaran. Tiap dinas sendiri dan istansi berbeda kebijakannya. Dalam pelaksanaan pelayanan publik, jika ada keterlambatan jadinya KTP karena kurangnya komputerisasi atau data yang hilang, 35 masyarakat juga tidak diwajibkan kekantor kelurahan untuk pembuatan KTP, bisa langsung kekecamatan ataupun dinas kependudukan, yang penting instansi terkait. Karena dalam perda pun tidak ada peraturan tersebut. Pelaksana peraturan daerah pelayanan publik juga tidak dikenai biaya kepada masyarakat, yang dijelaskan pada pasal 22 yaitu pungutan biaya penyelenggaraan pelayanan publik yang menyangkut hak-hak sipil pada hakikatnya dibebankan kepada daerah dan atau negara dengan tidak menutup kemungkinan ditetapkan pungutan biaya pelayanan kepada penerima pelayanan. Karena biaya penyelenggaraan pelayanan mempertimbangkan, tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat, nilaiharga yang berlaku didaerah atas barang danatau jasa, dan rincian biaya yang jelas dan transparan. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat 35 Wawancara Pribadi Dengan Lurah Jati Luhu Bpk. Jaya Ekosetiawan SH kantor kelurahan yang memungut biaya administrasi, untuk kas keuangan kantor kelurahan. Mental msyarakatpun harus di rubah, banyak terdapat kasus masyarakat yang enggan untuk kekelurahan dan meminta bantuan pegawai instansi terkait, sehingga ada perasaan senggan dan memberikan uang untuk jasanya. 36 .. Penyelenggara pelayanan publik wajib bertanggung jawab atas pelayanan yang dilaksanakannya yaitu: menyusun dan menetapkan standar pelayanan teknis serta tata cara pengelolaan pengaduan dan keluhan dari penerima pelayanan dengan mengedepankan prinsip penjelasan yang tepat dan tuntas, menyiapkan sarana dan prasarana dan fasilitas pelayanan publik secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel, serta berkesinambungan, memberikan pengumuman danatau memasang tanda-tanda yang jelas ditempat yang mudah diketahui terhadap perubahan danatau pengalihan fungsi fasilitas pelayanan publik, dll. 37 Penyelenggara sebagai lembaga yang melanggar kewajiban danatau larangan yang diatur dalam peraturan daerah ini dikenakan sanksi administratif berupa: peringatan, pembayaran ganti rugi, pengenaan denda. Sedangkan aparat penyelenggara yang melanggar dikenakan hukuman: pemberian peringatan, pembayaran ganti rugi, pengurangan gaji dalam waktu tertentu, penundaan atau penurunan pangkat atau golongan, pembebasan tugas dari jabatan dalam waktu tertentu, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat. 36 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010 37 Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kota Bekasi, Pasal 8, h. 9-10 Ganti rugi yang dimaksud diberikan kepada penerima pelayanan yang dirugikan berdasarkan tata cara yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan yang ada. Peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan publik secara struktural sudah terarah, dengan memperjelas bentuk pelayanan dan bentuk perijinan kepada masyarakat, akan tetapi menjadi cacatan yang sangat penting ketika peraturan ini berbentuk praktek dan aplikasi langsung kepada masyarakat. Ada baiknya pemerintah daerah yang didalamnya ada walikota dan wakil wali kota juga anggota DPRD melakukan evaluasi apakah peraturan daerah ini benar-benara terlaksana dengan baik oleh penyelenggara pelayanan publik dan aparat pemerintahan, karena DPRD terkadang mengabaikan tugasnya selain membuat peraturan daerah dan mengesahkannya, DPRD juga wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah kepada masyarakat. Pemerintah daerah kota Bekasi memang mempunyai target tiap tahun dalam mengembangkan potensi daerahnya, adanya peraturan daerah kota bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan publik juga menjadi bukti bahwa pemerintah ingin memperbaiki fungsi pelayanan yang selama ini jauh dari disiplin, karena belum adanya peraturan standar pelayanan minimum yang sesuai dengan UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, DPRD sebagai lembaga politik kemudian berusaha mewujudkan peraturan daerah kota bekasi tentang penyelenggraan pelayanan publik guna memperbaiki ketidakdisiplinan yang ada dalam instansi yang terkait terhadap pelayanan publik. Dengan harapan semoga adanya peraturan daerah ini pelayanan publik di Kota Bekasi bisa lebih berkualitas dan terarah pada masyarakat. Demikian penjelasan mengenai peraturan daerah Kota Bekasi dari faktor terbentuknya sampai proses dan sosialisasinya peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan publik. Jelaslah kiranya bahwa ada sebuah usaha dalam pemerintah daerah kota bekasi untuk memperbaiki sebuah pelayanan terhadap warganya agar lebih berkualitas. BAB I PANDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 telah mengubah sistem kehidupan berbangsa, bernegara serta berpemerintahan. Perubahan sistem in tercermin pada pergantian UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan daerah menjadi UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Perubahan ini tampak lebih berorientasi pada penyelenggaraan pemerintahan yang partisipatif dan demokrasi dari pada efisiensi administrasi. Meski UU tersebut telah disempurnakan menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, semangat partisipasi masyarakat tetap dipertahankan dengan menekankan perlunya efisiensi dalam penyelenggaraannya. Kini daerah memiliki jumlah dan bobot yang lebih besar dari pada sebelumnya secara politis, dan daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dari pada sebelumnya. 1 Lengsernya Soeharto dengan pemerintahan yang sentralis membawa angin segar bagi perbaikan hubungan daerah dan pusat, karena tuntutan akan adanya otonomi daerah dan perbaikan terhadap sistem pemerintahan daerah di hadirkan dalam UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara campur aduk. Kedua istilah 1 M.R.Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah Malang,Jawa Timur: BayuMedia,2006, Cet. 1, h. 95 tersebut secara akademik bisa dibedakan, namun secara praktis dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Bahkan menurut banyak kalangan, otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri. Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah. 2 Otonomi daerah diartikan sebagai manifestasi desentralisasi. Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri” sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai ‘berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mencapai kondisi tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dari luar. 3 Otonomi daerah diberikan melalui desentralisasi politik dan desentralisasi administratif 4 , desentralisasi politik dimuat dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memperkuat posisi DPRD, yang kemudian di revisi dengan adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satunya di sebutkan mengenai pemilihan kepala daerah dan DPRD secara demokratis melalui pemilu langsung. Sementara itu desentralisasi administratif yaitu pemberian wewenang kepada pemerintah lokal dalam mengurus anggaran daerah dan sumber-sumber daerah. Hal ini semakin mendekatkan pelayanan 2 Dede Rosyada, DKK, Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003, Edisi Revisi, 2003, h. 149 3 Ibid, h. 150 4 Willy R. Tjandra, Praksis Good Governance Sewon Bantul: Pondok Edukasi, 2006, h. 7