Model Pembelajaran Konvensional Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar Matematika

 Anak mulai menulis angka. Jika belum bisa memegang pensil, anak terus menyempurnakan pemahamannya tentang desimal dengan memindahkan potongan kertas simbol angka ke gambar yang jumlahnya sesuai. Hanya setelah memahami konsep angka, anak mulai belajar penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Anak beralih belajar dari konkrit ke simbol. Papan dan meja matematika memudahkan anak mengerjakan operasi matematika di otak.  Anak belajar konsep matematika lain seperti pecahan, aljabar, geometri dan satuan ukuran. 40

3. Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model secara klasikal, seperti yang biasa kita lihat sehari-hari di setiap sekolah pada umumnya. Karena pembelajaran tersebut memaksa semua anak mempelajari bahan yang sama menurut kecepatan yang sama dimana para siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan dan menyaksikan guru mendemonstrasikan keahliannya. Dalam pendekatan pembelajaran konvensional ini siswa diasumsikan memiliki minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Proses pembelajaran konvensional ini lebih berpusat kepada guru. Menurut Nasution, ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu: 41 1 Bahan pelajajaran disajikan kepada kelompok sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual. 2 Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru. 3 Siswa umumnya bersifat pasif, karena terutama harus mendengarkan penjelasan guru. 4 Berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses belajar mengajar. 40 Elizabeth G. Hainstock, Kenapa Montessori ..... hal 91 - 93 41 Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, 1988. h. 209 - 211 5 Siswa semuanya harus belajar menurut kecepatan yang kebanyakan ditentukan oleh kecepatan guru mengajar. 6 Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakannya ulangan atau ujian. 7 Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai oleh guru secara subyektif. 8 Diharapkan bahwa hanya sebagaian kecil saja akan menguasai bahan pelajaran sepenuhnya, sebagian lagi akan menguasainya untuk sebagian saja dan ada lagi yang gagal. 9 Pengajar terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan. Dalam pembelajaran konvensional biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pelajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah metode ceramah. Pembelajaran ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar, karena komunikasi yang digunakan oleh guru dalam interaksinya dengan siswa adalah komunikasi satu arah. Siswa hanya mendengarkan, mencatat dan sekali-sekali bertanya mengenai hal-hal apa yang disampaikan oleh guru. Menurut Hartono proses pembelajaran dengan model konvensional pada umumnya sebagai berikut: 42 1 Berpusat pada guru. 2 Penekanan pada menerima pengetahuan. 3 Pembelajaran kurang menyenangkan. 4 Kurang memberdayakan semua. 5 Cenderung menggunakan metode yang monoton. 6 Kurang banyak media yang digunakan. 7 Tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dengan cara penyampaian pembelajaran yang dilakukan guru dengan lisan secara langsung terhadap siswa. 42 Hartono, “ Strategi Pembelajaran Active Learning”, Dari: http:edu-articles.com , 30 Juli 2007, 11:45 WIB Tabel 2.1 Perbedaan pembelajaran menggunakan Model pendidikan montessori dengan Pembelajaran Model Konvensional 43 Montessori Konvensional Perhatian lebih kepada perkembangan kognitif Perhatian lebih kepada perkembangan sosial Guru mempunyai peran sangat sedikit dalam proses belajar mengajar Guru adalah sebagai pusat pembelajaran dikelas Lingkungan dan metode mendorong kepada kemandirian Guru adalah pelaksana utama dari semua ilmu atau pengajaran Sebagian besar siswa belajar sendiri Umumnya pembelajaran dilakukan bersama – sama Usia anak berbeda – beda dalam satu kelas Usia murid relatif sama Kebersamaan mendorong siswa untuk belajar dan menolong satu sama lain Umumnya pembelajaran dilakukan hanya oleh guru Anak –anak bebas memilih pekerjaannya Di atur oleh kurikulum yang telah ditetapakan Anak – anak mencoba menemukan berbagai konsep dengan mempelajari setiap materi Anak – anak selalu dibantu oleh guru dalam menemukan konsep Siswa memilki waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikan tugas Umumnya waktu yang diberikan terbatas Siswa bisa bergerak kemanapun asalkan tidak menganggu teman yang lain. Siswa hanya duduk dibangku, mendengarkan pelajaran selama proses belajar berlangsung 43 R.C Orem, Montessori Her Methode and The Movement What You Need To Know New York: G.P Putnam’s Sons hal 89-90 Selain perbedaan diatas, hal yang membedakan model pendidikan montessori dengan model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran montessori membiarkan anak memilih aktifitas sendiri, menikmati dan juga mendapatkan keuntungan. Anak bisa berlari – lari dikebun kemudian dapat kembali keruang kelas. Kenikmatan bereksplorasi dan menemukan hal baru memacu kreatifitas yang tidak didapatkan dalam pembelajaran konvensional. Sedangkan hal yang membedakan pembelajaran matematika dengan model pendidikan montessori dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional adalah misalkan model pembelajaran konvensional mengajarkan angka cukup dengan namanya. Misal, satu untuk simbol angka 1, sepuluh untuk simbol angka 10. Model pendidikan montessori membantu anak memahami konsep jumlah. Pertama, sajak anak – anak dan permainan membekali anak perbendaharaan kata dan belajar berhitung dalam suasana yang menyenangkan. Lantas konsep numerik diajarkan melalui alat peraga yang konkrit seperti batang angka, sebelum anak disuruh mengerjakan simbol numerik yang abstrak. Setelah mengetahui gagasan angka, anak bisa menghitung angka hingga 1000.

B. Kerangka Berpikir

Seperti kita ketahui bahwa proses pembelajaran itu adalah upaya penataan lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Didalamnya ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Oleh karena itu, harus kita pahami bahwa keberhasilan proses pembelajaran itu bukan hanya bergantung dari salah satu aspek saja. Misalnya seperti yang selama ini masih berkembang dalam dunia pendidikan di Indonesia yang pada umumnya faktor guru-lah yang satu-satunya yang sangat menentukan. Tetapi, mungkin sebenarnya faktor guru pendidik yang harus kita pahami di sini adalah bagaimana seorang guru tersebut dapat menyajikan sebuah proses pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat dapat diadaptasi oleh siswa dengan efektif. Dan bagaimana guru dapat memanfaatkan karakteristik lingkungan pembelajaran yang beragam dan perbedaan individual siswa yang beragam pula. Sehingga siswa merasa jenuh dan bosan dalam proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran matematika yang selama ini siswa pada umumnya masih menganggap bahwa matematika itu sulit dan menakutkan. Isu sentral yang kerap kali mewarnai pembelajaran matematika adalah seputar rendahnya hasil belajar matematika. Penafsiran tentang kualitas ini ada yang melihatnya dari produk yang diperoleh suatu lulusan berupa kemampuan intelektual matematika dan ada pula yang menafsirkannya sebagai suatu kesalahan berantai yang tidak hanya melihat dari hasilnya saja, tetapi meliputi juga prosesnya. Salah satu pembelajaran yang dapat menyajikan proses pembelajaran matematika lebih aktif dan kreatif yaitu model pendidikan Montesorri. Sebuah model pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa melakukan aktifitas belajar yang potensial melalui penyelesaian masalah yang menuntut siswa mencari solusi yang tidak segera ditemui. Karena dengan instruksi yang berpusat pada masalah akan menstimulir usaha siswa belajar, sehingga siswa akan tertantang membangun hasil belajar matematikanya sendiri dengan cara