Anak mulai menulis angka. Jika belum bisa memegang pensil, anak terus menyempurnakan pemahamannya tentang desimal dengan
memindahkan potongan kertas simbol angka ke gambar yang jumlahnya sesuai. Hanya setelah memahami konsep angka, anak mulai
belajar penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Anak beralih belajar dari konkrit ke simbol. Papan dan meja matematika
memudahkan anak mengerjakan operasi matematika di otak. Anak belajar konsep matematika lain seperti pecahan, aljabar,
geometri dan satuan ukuran.
40
3. Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model secara klasikal, seperti yang biasa kita lihat sehari-hari di setiap sekolah
pada umumnya. Karena pembelajaran tersebut memaksa semua anak mempelajari bahan yang sama menurut kecepatan yang sama dimana para
siswa hanya mendengarkan guru menjelaskan dan menyaksikan guru mendemonstrasikan keahliannya. Dalam pendekatan pembelajaran
konvensional ini siswa diasumsikan memiliki minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Proses pembelajaran konvensional ini lebih berpusat
kepada guru. Menurut Nasution, ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu:
41
1 Bahan pelajajaran disajikan kepada kelompok sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.
2 Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru.
3 Siswa umumnya bersifat pasif, karena terutama harus mendengarkan penjelasan guru.
4 Berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses belajar mengajar.
40
Elizabeth G. Hainstock, Kenapa Montessori ..... hal 91 - 93
41
Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, 1988. h. 209 - 211
5 Siswa semuanya harus belajar menurut kecepatan yang kebanyakan ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.
6 Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakannya ulangan atau ujian.
7 Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai oleh guru secara subyektif. 8 Diharapkan bahwa hanya sebagaian kecil saja akan menguasai bahan
pelajaran sepenuhnya, sebagian lagi akan menguasainya untuk sebagian saja dan ada lagi yang gagal.
9 Pengajar terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan.
Dalam pembelajaran konvensional biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pelajaran dalam bentuk penjelasan dan
penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah metode ceramah. Pembelajaran ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar, karena
komunikasi yang digunakan oleh guru dalam interaksinya dengan siswa adalah komunikasi satu arah. Siswa hanya mendengarkan, mencatat dan
sekali-sekali bertanya mengenai hal-hal apa yang disampaikan oleh guru. Menurut Hartono proses pembelajaran dengan model konvensional
pada umumnya sebagai berikut:
42
1 Berpusat pada guru. 2 Penekanan pada menerima pengetahuan.
3 Pembelajaran kurang menyenangkan. 4 Kurang memberdayakan semua.
5 Cenderung menggunakan metode yang monoton. 6 Kurang banyak media yang digunakan.
7 Tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran konvensional
merupakan pembelajaran dengan cara penyampaian pembelajaran yang dilakukan guru dengan lisan secara langsung terhadap siswa.
42
Hartono, “ Strategi Pembelajaran Active Learning”, Dari: http:edu-articles.com , 30 Juli 2007, 11:45 WIB
Tabel 2.1 Perbedaan pembelajaran menggunakan Model pendidikan montessori
dengan Pembelajaran Model Konvensional
43
Montessori Konvensional
Perhatian lebih kepada perkembangan kognitif
Perhatian lebih kepada perkembangan sosial
Guru mempunyai peran sangat sedikit dalam proses belajar
mengajar Guru adalah sebagai pusat
pembelajaran dikelas
Lingkungan dan metode mendorong kepada kemandirian
Guru adalah pelaksana utama dari semua ilmu atau pengajaran
Sebagian besar siswa belajar sendiri Umumnya pembelajaran
dilakukan bersama – sama
Usia anak berbeda – beda dalam satu
kelas Usia murid relatif sama
Kebersamaan mendorong siswa untuk belajar dan menolong satu
sama lain Umumnya pembelajaran
dilakukan hanya oleh guru
Anak –anak bebas memilih
pekerjaannya Di atur oleh kurikulum yang telah
ditetapakan Anak
– anak mencoba menemukan berbagai konsep dengan
mempelajari setiap materi Anak
– anak selalu dibantu oleh guru dalam menemukan konsep
Siswa memilki waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikan tugas
Umumnya waktu yang diberikan terbatas
Siswa bisa bergerak kemanapun asalkan tidak menganggu teman
yang lain. Siswa hanya duduk dibangku,
mendengarkan pelajaran selama proses belajar berlangsung
43
R.C Orem, Montessori Her Methode and The Movement What You Need To Know New York: G.P Putnam’s Sons hal 89-90
Selain perbedaan diatas, hal yang membedakan model pendidikan montessori dengan model pembelajaran konvensional adalah model
pembelajaran montessori membiarkan anak memilih aktifitas sendiri, menikmati dan juga mendapatkan keuntungan. Anak bisa berlari
– lari dikebun kemudian dapat kembali keruang kelas. Kenikmatan bereksplorasi
dan menemukan hal baru memacu kreatifitas yang tidak didapatkan dalam pembelajaran konvensional.
Sedangkan hal yang membedakan pembelajaran matematika dengan model pendidikan montessori dibandingkan dengan model
pembelajaran konvensional adalah misalkan model pembelajaran konvensional mengajarkan angka cukup dengan namanya. Misal, satu
untuk simbol angka 1, sepuluh untuk simbol angka 10. Model pendidikan montessori membantu anak memahami konsep jumlah. Pertama, sajak
anak – anak dan permainan membekali anak perbendaharaan kata dan
belajar berhitung dalam suasana yang menyenangkan. Lantas konsep numerik diajarkan melalui alat peraga yang konkrit seperti batang angka,
sebelum anak disuruh mengerjakan simbol numerik yang abstrak. Setelah mengetahui gagasan angka, anak bisa menghitung angka hingga 1000.
B. Kerangka Berpikir
Seperti kita ketahui bahwa proses pembelajaran itu adalah upaya penataan lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh
dan berkembang secara optimal. Didalamnya ada peran guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.
Oleh karena itu, harus kita pahami bahwa keberhasilan proses pembelajaran itu bukan hanya bergantung dari salah satu aspek saja. Misalnya
seperti yang selama ini masih berkembang dalam dunia pendidikan di Indonesia yang pada umumnya faktor guru-lah yang satu-satunya yang sangat
menentukan. Tetapi, mungkin sebenarnya faktor guru pendidik yang harus kita pahami di sini adalah bagaimana seorang guru tersebut dapat menyajikan
sebuah proses pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat dapat diadaptasi oleh siswa dengan efektif. Dan bagaimana guru dapat memanfaatkan
karakteristik lingkungan pembelajaran yang beragam dan perbedaan individual siswa yang beragam pula. Sehingga siswa merasa jenuh dan bosan dalam
proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran matematika yang selama ini siswa pada umumnya masih menganggap bahwa matematika itu sulit dan
menakutkan. Isu sentral yang kerap kali mewarnai pembelajaran matematika adalah
seputar rendahnya hasil belajar matematika. Penafsiran tentang kualitas ini ada yang melihatnya dari produk yang diperoleh suatu lulusan berupa kemampuan
intelektual matematika dan ada pula yang menafsirkannya sebagai suatu kesalahan berantai yang tidak hanya melihat dari hasilnya saja, tetapi meliputi
juga prosesnya. Salah satu pembelajaran yang dapat menyajikan proses pembelajaran
matematika lebih aktif dan kreatif yaitu model pendidikan Montesorri. Sebuah model pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa melakukan
aktifitas belajar yang potensial melalui penyelesaian masalah yang menuntut siswa mencari solusi yang tidak segera ditemui. Karena dengan instruksi yang
berpusat pada masalah akan menstimulir usaha siswa belajar, sehingga siswa akan tertantang membangun hasil belajar matematikanya sendiri dengan cara