Sektor Unggulan TINJAUAN PUSTAKA
3. Kesesuaian lahan dimana karakter lahan harus disesuaikan dengan karakteristik sektor tersebut dan ketersediaannya harus mampu menampung laju pertumbuhan
sektor tersebut. Rustiadi et al. 2006 menyatakan bahwa syarat suatu sektor layak dijadikan
sebagai unggulan di dalam perekonomian daerah ialah memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pencapaian tujuan
pembangunan perekonomian daerah serta mempunyai keterkaitan dengan sektor- sektor lainnya baik kedepan dan kebelakang yang besar.
Menurut Saefulhakim 2004 skala prioritas di dalam pembangunan diperlukan atas pemahaman bahwa 1 setiap sektor mempunyai sumbangan
langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan, 2 setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya
dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan 3 aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang
terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan, sosial yang ada. Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam konsep pengembangan
wilayah diharapkan dapat mewujudkan keserasian antar sektor dalam pemanfaatan ruang, mewujudkan keterkaitan antar sektor baik kedepan maupun ke belakang, dan
proses pembangunan yang berjalan secara bertahap kearah yang lebih maju serta menghindari kebocoran dan kemubaziran sumberdaya Anwar dan Hadi 1996.
Salah satu aspek yang penting dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Untuk menentukan suatu sektor
merupakan unggulan bagi suatu daerah dapat dilihat dari berbagai sisi. Dalam penelitian ini, untuk menentukan sektor unggulan digunakan 5 lima kriteria yakni;
a Sektor basis yang dianalisis dengan metode LQ 1, b Sektor yang mempunyai nilai SSA differential shift positif, c Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan
yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang relatif tinggi, d Sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan
yang relatif tinggi dan sektor yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang relatif tinggi, dan e Sektor yang memiliki efek
multiplier yang besar. Jika salah satu sektor mempunyai 3 tiga dari 5 lima
kriteria yang diberikan, maka sektor tersebut dapat dikatakan sebagai sektor unggulan.
2.4
Pengembangan Spasial dan Infrastruktur
Pada dasarnya pengembangan spasial dalam kaitannya dengan pengembangan suatu wilayah dapat dibedakan menjadi dua antara lain adalah yang bersifat
perluasan expansion, yaitu pengembangan spasial dengan melakukan pergeseran ke arah luar dari pusat wilayah, dan yang bersifat penggabungan consolidation,
yaitu melakukan intensifikasi aktivitas sosial-ekonomi pengambilan keputusan spasial dari suatu pusat wilayah Hilhorst 1985. Dalam kerangka pengembangan
wilayah di dalam suatu kawasan, upaya pengembangan spasial perlu didukung dengan adanya pengembangan prasarana wilayah. Prasarana wilayah dalam
pengembangan suatu wilayah seperti dikemukakan oleh Mukti 2002, harus dapat berfungsi secara sosial maupun ekonomi internal dan eksternal antara lain
menyediakan pelayanan jasa kepada masyarakat, mendukung roda perekonomian wilayah, mempromosikan pertumbuhan ekonomi wilayah, menjaga kontinuitas
produksi suatu wilayah, memperlancar distribusi barang dan jasa, meningkatkan aksesibilitas ke wilayah luar, mempromosikan perdagangan antarwilayah dan
internasional, mempromosikan wilayah sebagai daerah tujuan investasi dan wisata, serta meningkatkan komunikasi dan informasi antarwilayah.
Pengembangan prasarana wilayah physical infrastructure memegang peranan penting bagi tumbuhnya perekonomian suatu wilayah. Peran prasarana
wilayah sangat mendukung dalam pengembangan komoditas ataupun sektor unggulan wilayah seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Strategi pengembangan
prasarana dalam mendukung pengembangan wilayah pada umumnya diturunkan dari visi dan misinya. Visinya yaitu tersedianya prasarana wilayah yang andal,
efisien, adaptif, dan antisipatif dalam mendukung perekonomian wilayah, sedangkan misinya adalah mempromosikan untuk wilayah yang mulai berkembang,
untuk daerah yang sudah berkembang adalah sebagai pendukung, dan untuk daerah yang terbelakang adalah membuka akses ke wilayah yang lebih luas Mukti 2002.
Kapasitas pelayanan infrastruktur secara sederhana dapat dilihat dan diukur dari jumlah sarana pelayanan, jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta
14
kualitas sarana pelayanan Rustiadi et al. 2006. Semakin banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial ekonomi mencerminkan
kapasitas wilayah yang tinggi, karena banyaknya jumlah sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan berkorelasi kuat dengan jumah penduduk di suatu
wilayah.
Gambar 2. Peranan Prasarana Wilayah Dalam Meningkatkan Daya Saing Wilayah
2.5
Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Syahidin 2006 tentang “Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa
Tengah” menunjukkan bahwa untuk menentukan sektor - sektor unggulan dilakukan dengan menilai peranan masing- masing sektor terhadap kontribusi
dalam PDRB, pertumbuhan masing - masing sektor dalam PDRB, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan sektor basis yang dilakukan dengan metode
Location Quotient LQ. Untuk mengetahui isu sentral kebijakan pembangunan di Kabupaten Kebumen dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process
AHP. Hasil analisis menunjukkan perencanaan pada umumnya telah diarahkan pada peningkatan perkembangan sektor-sektor unggulan daerah, namun belum
sepenuhnya diimbangi dengan implementasi kebijakan tersebut. Hal ini diindikasikan dengan masih terdapatnya korelasi yang lemah antara beberapa
sektor yang berpotensi sebagai sektor unggulan daerah. Bahkan, sektor pertanian yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PDRB mempunyai korelasi
yang lemah dengan sektor unggulan yang lain. Strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan dan diimplementasikan adalah mengembangkan industri-industri yang
Keunggulan Bersaing Wilayah
Backward KomoditasSektor Unggulan
Forward
Keunggulan Bersaing Wilayah
berbasis pertanian dan membangun keunggulan lokal melalui perkuatan usaha kecil dan mikro, mengingat sebagian besar kegiatan industri di Kebumen adalah
industri kecil dan rumah tangga. Desmawati 2008 melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Sektor
Unggulan dan Arahan Penerapannya untuk Peningkatan Kinerja Pembangunan Wilayah di Jawa Barat”. Pendekatan analisis yang digunakan adalah Location
Quotient, Shift Share Analysis, model input-output 9 sektor dan 86 sektor, laju pertumbuhan PDRB, kontribusi pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran,
Indeks Williamson, Indeks Gini pendapatan dan penguasaan lahan, beberapa analisis indikator pembangunan manusia IKM, IPM, IPJ, IDJ, analisis komponen
utama PCA, bagan pohon industri dan analisis spasial SIG. Hasil analisis 9 sektor ekonomi menunjukkan bahwa sektor industri unggul dalam beberapa
kriteria, yaitu tertinggi dari kontribusinya terhadap PDRB provinsi, sebagai sektor basis, memiliki kontribusi terbesar terhadap total output provinsi, terkuat dalam
keterkaitan sektoralnya dan tertinggi dari angka pengganda pendapatan dan pengganda PDRB setelah sektor bangunan. Namun ditemukan indikasi negatif
bahwa keterkaitan yang kuat pada sektor industri hanya terjadi di dalam kelompok sektornya sendiri dan sangat lemah keterkaitannya dengan pertanian primer. Selain
itu, sektor ini memiliki ketergantungan yang tinggi pada faktor eksternal input impor dan modal asing. Meskipun demikian, tidak semua industri menunjukkan
indikasi negatif tersebut. Analisis I-O 86 sektor dan bagan pohon industri memperlihatkan bahwa industri pertanian unggulan memiliki keterkaitan yang
dekat dengan pertanian primer, lebih kompleks keterkaitan sektoralnya dan sangat rendah ketergantungannya pada faktor eksternal, selain keunggulan lainnya
dampak pengganda pendapatanPDRB dan keterkaitan sektoral. Pengembangan sektor unggulan diarahkan untuk mengoptimalkan keterkaitan sektoral dan
keterkaitan antar wilayah dari sektor unggulan tersebut di masing-masing lokasi pemusatannya. Pembangunan fasilitas urban dan pemberdayaan masyarakatnya
menjadi suatu kebutuhan, agar setiap wilayah dengan kekuatan yang berimbang dan keunggulan basis sumberdaya yang berbeda, dapat saling memperkuat dan menjalin
kerja sama tersebut. Untuk percepatan pembangunan, upaya pengembangan sektor unggulan dapat diterapkan dengan menyesuaikan karakteristik keunggulan suatu
16
sektor dengan permasalahan wilayah. Industri yang memiliki dampak pengganda pendapatan yang tinggi, dapat dikembangkan di pusat-pusat budidaya padi yang
memiliki tingkat kesejahteraan rendah, seperti Cianjur, Garut, Cirebon dan Indramayu. Sementara sektor yang unggul dalam penganda serapan tenaga kerja
dapat diterapkan di wilayah-wilayah dengan tingkat kesejahteraan rendah dan pengangguran tinggi Karawang.
Penelitian lain yang dilakukan Sukatendel 2007 dengan judul “Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan Dalam Mengoptimalkan
Kinerja Pembangunan Daerah di Kabupaten Bogor”. Metode yang digunakan adalah analisis input-output, analisis kewilayahan, analisis kelembagaan alokasi
anggaran dan pembuatan tema tematik. Hasil penelitian menunjukkan sektor unggulan di Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan, perdagangan, bangunan
dan pertanian tanaman pangan. Sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan lokasinya memusat di wilayah utara Bogor Bagian Tengah dan Bogor
Bagian Timur. Sektor unggulan tanaman bahan makanan pertanian sebagian besar berlokasi di Bogor Bagian Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
dukungan anggaran pembangunan Kabupaten Bogor untuk sektor unggulan masih sangat kurang tidak ada keterkaitan kecuali untuk sektor bangunan. Namun untuk
sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan sebenarnya tidak perlu didukung oleh anggaran pembangunan yang besar karena akan
mengakibatkan semakin besarnya ketimpangan wilayah pembangunan di Kabupaten Bogor. Sedangkan sektor unggulan tanaman bahan makanan masih
perlu di dukung oleh anggaran pembangunan yang besar agar sektor tersebut bisa semakin berkembang sehingga diharapkan dapat mengatasi ketimpangan wilayah
pembangunan di Kabupaten Bogor. Dermoredjo 2001 penelitian yang dilakukan mengenai “Penentuan Prioritas
Sektor untuk Menyumbang Kebijaksanaan Fiskal di Provinsi Jawa Barat”. Salah satu tujuan dari penelitian tersebut yang terkait dengan penelitian ini adalah
”pemanfaatan prioritas sektor terhadap perekonomian wilayah di Provinsi Jawa Barat”. Metoda analisis yang digunakan adalah Analisis Input-Output dan analisis
kinerja pembangunan untuk melihat keragaan pembangunan di Jawa Barat. Analisis I-O dilakukan dengan mengunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat tahun
1999 publikasi pertama dengan klasifikasi 76 x 76 sektor. Dalam analisis optimasinya, 76 sektor ini disederhanakan menjadi 31 sektor. Dari hasil
penelitiannya, Dermoredjo menyatakan bahwa sektor yang dapat dijadikan penyangga struktur ekonomi Jawa Barat adalah sektor agroindustri dan sektor
nonpertanian, khususnya industri nonpertanian bukan migas dan jasa. Hal tersebut karena sektor agroindustri merupakan sektor yang memiliki kaitan dan jasa
memiliki kaitan ke depan murni terbesar. Penelitian Dermoredjo ini murni didasarkan pada koefisien keterkaitan sektor ekonomi hasil analisis input-output.
Jika mengacu pada fakta akan tingginya ketergantungan industri nonpertanian terhadap faktor eksternal serta efek permasalahan yang ditimbulkannya di wilayah
basis industri dan basis pertanian, maka keluarnya industri nonpertanian sebagai industri andalan menjadi hal yang perlu dipertanyakan dan perlu kajian lebih detil
sebelum menjadikannya sebagai sektor penyangga ekonomi Jawa Barat. Dibutuhkan suatu kajian yang lebih detil untuk menentukan sektor unggulan Jawa
Barat yang ditinjau dari berbagai aspek serta menelusuri sektor-sektor yang menerima dampak terbesar dari keterkaitan kuat sektor industri tersebut. Kajian
input-output selama ini pada umumnya tidak menelusuri lebih dalam tentang hal ini. Tanpa penelurusan lebih detil, maka sektor-sektor yang paling besar
mendapatkan dampak tersebut tidak akan pernah terungkap, sementara informasi ini sangat signifikan untuk ketepatan pemilihan sektor unggulan. Salah satu output
lainnya yang dihasilkan dari penelitian Dermoredjo adalah sektor atau komoditas yang dapat diandalkan dalam pendapatan daerah, yaitu: 1 Bahan makanan
lainnya, 2 Peternakan, 3 Perikanan laut, 4 Industri makanan, minuman dan tembakau, 5 Industri tekstil pakaian jadi dan kulit, 6 Industri logam dasar, 7
Industri barang dari logam mesin dan peralatannya, 8 Pertambangan dan penggalian dan 9 Pedagangan, hotel dan restoran.
Kusumawati 2005 melakukan penelitian dengan judul “Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan
Strategis: Studi Kasus Kawasan Kedungsapur di Provinsi Jawa Tengah”. Sektor dianalisis dengan menggunakan analisis input-output, analisis location quotient,
dan analisis shift-share. Karakteristik tipologi wilayah dianalisis dengan analisis komponen utama, analisis kluster dan analisis diskriminan. Pola sebaran spasial
18
potensi sumber daya wilayah dengan menggunakan analisis spasial. Pola interaksi wilayah dilihat dengan mendeskripsikan pola berdasarkan data aliran barang
antarzona wilayah di Kawasan Kedungsapur. Hasil analisis menunjukkan sektor- sektor ekonomi yang mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan
ekonomi Kawasan Strategis Kedungsapur dan berpotensi untuk menjadi sektor unggulan wilayah adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau; sektor
industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki; sektor industri barang dari kayu dan hasil hutan lain; sektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; serta sektor
restoran. Pemusatan aktivitas sektor unggulan di Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Semarang. Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan
potensi sumber daya wilayah yang ada di Kawasan Strategis Kedungsapur menunjukkan tiga kelompok tipologi. Pola sebaran spasial potensi sumber daya di
Kawasan Kedungsapur, menunjukkan bahwa daerah-daerah yang termasuk dalam tipologi I sebagian besar adalah wilayah Kota Semarang dan Kota Salatiga,
sedangkan daerah-daerah yang masuk dalam tipologi II sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kendal, sementara tipologi III
sebagian besar adalah wilayah Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan. Pola interaksi spasial yang ada di Kawasan Kedungsapur belum menunjukkan adanya
keseimbangan interaksi antarwilayah dalam kawasan