b Aroma
Setelah warna, penilaian suatu makanan atau minuman akan diikuti oleh aroma yang ditimbulkan. Konsumen akan tertarik untuk mencoba suatu makanan
dilihat dari warna dan aroma yang ditimbulkan sehingga tergugah selera untuk mencobanya. Hasil uji sensori panelis terhadap aroma serbuk minuman fungsional
kerang pisau menunjukkan nilai netral hingga agak suka 4,03-5,20 Nilai tertinggi dicapai oleh formula A131 dan nilai terendah pada formula A133 yang
disajikan pada Gambar 9. Hasil uji chi-square dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan
bahwa dengan penambahan konsentrasi kerang pisau dan asam jawa memberikan hasil yang berbeda nyata p0,5 terhadap tingkat panelis dalam menilai aroma
produk minuman serbuk ini, dengan kata lain bahwa penambahan kerang pisau dan asam jawa memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma minuman
fungsional yang dihasilkan. Hasil uji chi-square uji sensori serbuk minuman fungsional kerang pisau terhadap aroma disajikan pada Lampiran 8. Perbedaan
tersebut disebabkan oleh penambahan kerang pisau dan asam jawa yang berbeda pada setiap formula sedangkan kosentrasi jahe merah dan jeruk lemon pada ketiga
formula mempunyai kosentrasi yang sama. Aroma pada minuman fungsional kerang pisau dipengaruhi oleh kandungan
minyak atsiri pada jahe merah dan aroma asam sitrat dari asam jawa yang menghasilkan flavor yang khas sehingga bau amis pada kerang pisau dapat
tertutupi. Hasil uji lanjut multiple comparisons uji sensori dapat dilihat bahwa formula A131 dengan penambahan kerang pisau 30 dan asam jawa 15
berbeda nyata p0,5 dengan formula A133 dengan penambahan kerang pisau 40 dan asam jawa 5. Formula minuman A132 dengan penambahan kerang
pisau 35 dan asam jawa 10 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0,5 pada kedua formulasi minuman fungsional kerang pisau.
c Rasa
Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk dapat menerima atau menolak suatu produk walaupun
atribut penilaian yang lain baik, tetapi jika rasa tidak enak maka produk akan
segera ditolak oleh konsumen Aspiatun 2004. Citarasa hanya terbatas pada lidah dan menimbulkan sensasi manis, asam, asin, pahit, dan umami suatu sensasi rasa
yang diciptakan oleh adanya asam glutamat dan aspartat Reineccius 2006. Menurut Winarno 2008 rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa
kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Hasil uji
sensori panelis terhadap rasa serbuk minuman fungsional kerang pisau menunjukkan nilai 3,9-5 agak tidak suka hingga agak suka. Nilai tertinggi
dicapai oleh formula A131 dan nilai terendah A133 yang dapat disajikan pada Gambar 9.
Penilaian panelis terhadap rasa minuman fungsional pada formulasi A131 tergolong agak suka. Hal ini dikarenakan rasa amis dan bau anyir dari kerang
pisau dapat dinetralisir oleh jahe, asam jawa, dan jeruk lemon. Sebagian panelis yang memang menyukai minuman herbal menyukai minuman formula A131
karena perpaduan asam sitrat dari asam jawa dan jeruk lemon dan rasa pedas hangat yang dihasilkan oleh jahe merah. Jahe memiliki kandungan shogaol dan
zingeron yang menyumbangkan rasa pedas. Sesuai dengan pernyataan Purseglove et al. 1981 bahwa aroma harum khas jahe disebabkan oleh minyak atsiri,
sedangkan rasa pedasnya disebabkan oleh oleoresin yang komponennya mengandung gingerol, shogaol, dan zingeron. Oleoresin merupakan komponen
yang memberi rasa pedas dan khas. Sifat pedas ini tergantung pada umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Selain itu jenis jahe juga
menentukan kandungan oleoresin. Jahe yang rasa pedasnya lebih tinggi yaitu jenis emprit kandungan oleoresinnya lebih tinggi Paimin dan Murhananto 2005.
Kandungan oleoresin pada jahe sekitar 0,4-3,1 tergantung umur panen dan tempat tumbuhnya. Di Australia kandungan oleoresin mencapai maksimum pada
umur 8-9 bulan, sedangkan di Indonesia pada umur 11 bulan Helmi 1976. Hasil uji chi-square dengan menggunakan Kruskal-Wallis menunjukkan
bahwa penambahan kosentrasi kerang pisau dan asam jawa memberikan hasil yang berbeda nyata p0,5 terhadap tingkat penilaian panelis dalam menilai rasa
produk minuman serbuk ini, penambahan kerang pisau dan asam jawa memberikan pengaruh nyata terhadap rasa dari minuman fungsional. Hasil uji chi-
square organoleptik minuman serbuk fungsional kerang pisau terhadap rasa dapat
disajikan pada Lampiran 9. Perbedaan itu disebabkan oleh penambahan konsentrasi asam jawa yang berbeda pada setiap formula sehingga kosentrasi
asam jawa yang sedikit akan menimbulkan after taste yang anyir pada minuman. Hasil uji lanjut multiple comparisons sensori dapat dilihat bahwa formula
A131 dengan penambahan kerang pisau 30 dan asam jawa 15 berbeda nyata dengan formula A133 dengan penambahan kerang pisau 40 dan asam jawa 5.
Sedangkan formulasi A132 dengan penambahan kerang pisau 30 dan asam jawa 10 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0,5 pada kedua formulasi
minuman fungsional kerang pisau.
4.6 Karakteristik Serbuk Minuman Fungsional
Kualitas produk minuman fungsional kerang pisau ditentukan oleh aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan menjadi dasar penentuan formulasi terpilih
selain kualitas sensori produk. Hasil terbaik dari aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional selanjutnya diuji kandungan proksimat, vitamin C, dan asam
amino.
4.6.1 Aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional
Analisis aktivitas antioksidan dilakukan pada sampel serbuk minuman fungsional masing-masing formula dengan pengulangan sebanyak tiga kali.
Berdasarkan kurva standar spektrum absorbansi, larutan DPPH menunjukkan serapan
maksimal pada
panjang gelombang
517 nm
menggunakan spektofotometer UV-VIS Hitachi U-2800 sehingga pengukuran absorbansi
sampel dapat dilakukan pada panjang gelombang tersebut. Aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 menunjukkan bahwa formulasi minuman fungsional berkode A131 mempunyai nilai aktivitas antioksidan tertinggi yang ditandai dengan nilai
IC
50
sebesar 1.107,08 ppm; disusul oleh formulasi A132 dan formulasi A133 yaitu masing-masing 1.544,09 ppm dan 1709,98 ppm. Nilai IC
50
dari formulasi A131, masih lebih tinggi dari nilai IC
50
BHT yang digunakan sebagai standar yaitu 6,54 ppm.
Nilai IC
50
itu sendiri merupakan salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari pengujian DPPH. Nilai IC
50
ini dapat
didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan berkurangnya 50 aktivitas DPPH. Semakin kecil nilai IC
50
berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi Molyneux 2004. Hubungan antara persen inhibisi dengan
konsentrasi formulasi A131 dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11.
Gambar 10 Aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional pada ketiga kerang pisau pada ketiga formulasi.
Aktivitas antioksidan terbaik ada pada formulasi A131 sebesar 1.107,08 ppm dengan formulasi kerang pisau 35, jahe merah 40, asam jawa 15 dan
jeruk lemon 10. Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara antioksidan di dalam campuran formulasi minuman fungsional. Kondisi ini disebabkan oleh
adanya efek sinergis dari senyawa fenol yang terkandung pada bahan tambahan jahe merah, asam jawa dan lemon, kondisi asam pada bahan baku bisa
memberikan efek sinergisme pada serbuk minuman fungsional. Daging buah asam jawa dan jeruk lemon mengandung asam sitrat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Same et al. 2006 bahwa asam sitrat termasuk dalam antioksidan sinergis karena dapat berfungsi sebagai pengkelat logam dalam sistem atau pun dalam sel.
Tokoferol, asam askorbat, dan asam sitrat sering digunakan bersama-sama untuk mendapatkan efek sinergis. Prasad 1990 menyatakan bahwa sinergisitas positif
terjadi jika dua jenis senyawa atau lebih yang digunakan secara simultan akan menimbulkan efek yang lebih baik dibandingkan jika penggunaan senyawa secara
individual.
1107,08a 1544,09b
1708,98c
200 400
600 800
1000 1200
1400 1600
1800
A131 A132
A133
ppm
Formulasi
Hasil analisis t-test terhadap aktivitas antioksidan serbuk minuman fungsional pada ketiga formulasi minuman fungsional menunjukkan hasil yang
berbeda nyata. Penelitian lain menyangkut sinergisme juga dilakukan oleh Soares et al. 2004 yang menemukan bahwa vitamin C dan asam pitat dapat
menghasilkan dampak sinergis antioksidan dalam menurunkan jumlah flavor teroksidasi pada daging ayam yang dipanaskan. Vitamin C beraksi dengan cara
menghambat inisiasi rantai, kemudian dilanjutkan oleh asam pitat yang memecah propagasi rantai.
Berdasarkan hasil aktivitas antioksidan yang diperoleh, formula minuman terbaik berdasarkan uji sensori oleh panelis dan aktivitas antioksidan terbaik
formula terpilih yaitu formula A131 yang memiliki aktivitas antioksidan yaitu 1.107,08 dan secara organoleptik ketiga atribut sensorinya disukai oleh panelis.
4.6.2 Kandungan proksimat serbuk minuman fungsional
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas minuman serbuk fungsional formula A131 tersebut. Analisis proksimat serbuk minuman fungsional
dari formulasi A131 disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Komposisi proksimat minuman serbuk fungsional
Komponen gizi Lama penyimpanan minuman fungsional
0 hari 60 hari
Air 2,21 ± 0,12
2,45 ± 0,05 Protein
2,82 ± 0,10 2,57 ± 0,17
Lemak 0,23 ± 0,14
0,10 ± 0,01 Abu
1,05 ± 0,07 0,89 ± 0,02
Karbohidrat 93,71 ± 0,06
93,69 ± 0,02
Kadar air dalam produk pangan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas suatu produk. Menurut Winarno 2008 kandungan air
dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan pangan terhadap serangan organisme, misalnya bakteri, kapang, dan khamir. Berdasarkan standar yang
ditetapkan SNI 1996 nilai kadar air untuk serbuk minuman fungsional maksimal 3 Lampiran 4. Kandungan kadar air yang dihasilkan dari serbuk minuman
fungsional dari penelitian ini relatif rendah yaitu 2,21 dengan kadar air yaitu 0,49 pada suhu 30ºC. Rendahnya nilai a
w
tersebut menyebabkan minuman serbuk
ini mengandung total mikroba 1,9x10
3
kolonig jauh dibawah syarat SNI 5x10
5
koloni mL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein serbuk minuman
fungsional sebesar 2,82. Pada produk sejenis, produk minuman fungsional yang terbuat dari lintah laut, kandungan proteinnya adalah sebesar 1,98 Putri 2012.
Kandungan protein dari serbuk minuman fungsional kerang pisau sedikit lebih tinggi jika dibandingkan pada minuman fungsional lintah laut.
Kadar abu merupakan parameter untuk menunjukkan nilai kandungan bahan anorganik mineral yang ada di dalam suatu bahan atau produk. Semakin tinggi
nilai kadar abu maka semakin banyak kandungan bahan anorganik di dalam produk tersebut. Kadar abu yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 1,05.
Nilai kadar abu ini memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI 1996 bahwa nilai maksimal untuk kadar abu pada serbuk minuman tradisional adalah
1,5. Hasil analisis t-test terhadap kandungan proksimat serbuk minuman
fungsional sebelum dan setelah penyimpanan selama 60 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Secara keseluruhan kandungan proksimat serbuk
minuman fungsional yang disimpan selama 60 hari pada suhu 30ºC mengalami penurunan. Pada penyimpanan hari ke-0 kandungan air pada serbuk minuman
fungsional cukup rendah yaitu 2,21 dan mengalami sedikit peningkatan menjadi 2,45. Kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan
bahan pangan terhadap serangan mikroorganisme, contohnya bakteri, kapang, dan kamir Winarno 2002. Kandungan air juga berpengaruh terhadap stabilitas
produk pangan kering. Produk pangan kering dengan kadar air yang tinggi cenderung membuat produk menjadi mudah mengempal dan lengket sehingga
dapat menurunkan kualitas produk. Nilai kadar lemak minuman fungsional kerang pisau mengalami penurunan,
dari 0,23 pada penyimpanan hari ke-0 menjadi 0,10 pada penyimpanan hari ke-60, hal ini karena lemak mengalami oksidasi selama masa penyimpanan dan
selain itu adanya peningkatan pertumbuhan mikroba pada penyimpanan hari ke-60. Menurut Ketaren 2008, penyebab kerusakan lemak diakibatkan karena