Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja

Tangerang menjadi pusat perdagangan dan industri. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya penduduk Kabupaten Tangerang yang beralih mata pencaharian yaitu dari pertanian ke sektor non pertanian. Sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor listrik gas dan air bersih, dan sektor pengangkutan dan komunikasi tidak termasuk sektor basis karena memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja di wilayahnya sendiri. Sektor pertanian memiliki nilai LQ kurang dari satu dengan indikator tenaga kerja. Hal ini merupakan suatu indikasi telah terjadi pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Rata-rata kepemilikan luas lahan yang relatif sempit kurang dari 1 Hektar yaitu sekitar 0,4 hektar, telah menyebabkan banyak petani mencari pekerjaan lain yang lebih memberi harapan untuk mencukupi kebutuhan hidup seperti menjadi tukangburuh bangunan, buruh industri atau membuka usaha kecil-kecilan.

6.3.2 Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja

Perhitungan nilai surplus pendapatan dan tenaga kerja digunakan untuk mendukung hasil analisis LQ. Apabila suatu sektor tergolong sektor basis LQ1, maka sektor tersebut akan mempunyai nilai surplus pendapatan yang positif. Apabila suatu sektor tergolong sektor non basis LQ1, maka sektor tersebut akan mempunyai surplus pendapatan yang negatif. Berdasarkan asumsi yang menyatakan bahwa pola permintaan untuk wilayah Kabupaten Tangerang sama dengan pola permintaan propinsi Banten dan sistem perekonomian tertutup, maka kegiatan sektor basis akan memberikan surplus pendapatan pada Kabupaten Tangerang. Pada Lampiran 6 berdasarkan hasil perhitungan surplus pendapatan selama periode 2001-2003, dapat dilihat bahwa terdapat lima sektor ekonomi yang mempunyai nilai surplus pendapatan yang positif yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih, dan sektor keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa kelima sektor tersebut telah mampu mengekspor komoditinya keluar wilayah Kabupaten Tangerang. Selain hampir separuh wilayah Kabupaten Tangerang didominasi oleh lahan pertanian, dalam perkembangannya Kabupaten Tangerang juga berpotensi untuk dikembangkan sektor industri pengolahan. Sektor bangunankonstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa memiliki nilai surplus pendapatan negatif, yang berarti bahwa kegiatan dari masing-masing sektor tersebut belum mampu menghasilkan komoditi yang dapat memenuhi kebutuhan di dalam wilayahnya. Pada tahun 2003, sektor pertanian menduduki peringkat kedua dengan memperoleh nilai surplus pendapatan terbesar yaitu sebesar Rp 6.525,984 juta setelah sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp. 140.982,266 juta. Nilai surplus pendapatan sektor pertanian terbesar diperoleh pada tahun 2002 dengan nilai sebesar Rp. 7.311,545 juta. Hal ini berarti kegiatan kedua sektor tersebut sektor pertanian dan industri pengolahan telah menghasilkan suatu nilai pendapatan yang relatif lebih dibandingkan kegiatan ke tujuh sektor lainnya. Sebagaimana dalam hipotesis diungkapkan bahwa pendekatan pembangunan yang berbasis pengembangan sektor basis akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan wilayah tersebut. Pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa selama periode 2001-2003, nilai surplus pendapatan sub sektor pertanian yang mempunyai nilai suplus pendapatan bernilai positif yaitu sub sektor peternakan. Pada tahun 2003, subsektor peternakan memperoleh nilai surplus pendapatan sebesar Rp 58.038,815 juta sedangkan untuk subsektor lainnya bernilai negatif. Sub sektor tanaman pangan mempunyai nilai surplus pendapatan negatif selama periode 2001-2003, dimana pada tahun 2003 subsektor tanaman memperoleh nilai surplus pendapatan sebesar Rp-33.613,278 juta. Nilai surplus pendapatan yang bernilai negatif untuk subsektor tanaman pangan mengindikasikan bahwa kurang adanya prioritas untuk sub sektor ini, maka diperlukan adanya reorientasi kebijakan dan perhatian dari pemerintah terutama mengenai perubahan penggunaan lahan sawah, baik mengenai pengaturan perencanaan tata ruang wilayah maupun mengenai implementasi dari perencanaan tata ruang wilayah tersebut, yaitu dengan cara penegakkan hukum law enforcement yang jelas dan tegas untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan dalam pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Hal ini penting, selain dikarenakan produk tanaman pangan khususnya padi merupakan kebutuhan pokok, Kabupaten Tangerang yang memiliki luas lahan sawah yang cukup dominan, merupakan potensi yang cukup besar untuk pengembangan sub sektor tanaman pangan. Nilai surplus tenaga kerja sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tangerang selama periode 2001- 2003 tercantum pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil perhitungan surplus tenaga kerja di Kabupaten Tangerang, dapat dilihat bahwa sektor-sektor perekonomian yang berkedudukan kuat mempunyai nilai surplus tenaga kerja positif yaitu sektor industri pengolahan, sektor bangunankonstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Hal ini menunjukkan bahwa kelima sektor tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya tanpa harus mengimpor dari luar daerah Kabupaten Tangerang. Selama periode 2001-2003 nilai surplus tenaga kerja untuk sektor pertanian selalu bernilai negatif tiap tahunnya. Surplus tenaga kerja sektor pertanian pada tahun 2001 yaitu sebesar -15.615 jiwa dan meningkat pada tahun 2003 yaitu menjadi – 22.552 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode tersebut, sektor pertanian di Kabupaten Tangerang belum mampu memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya dari dalam wilayah itu sendiri dan kurang mampu menyerap angkatan kerja yang terdapat di Kabupaten Tangerang. Hal ini diduga selain ketersediaan lahan bagi penggunaan sektor pertanian yang relatif sempit, rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh dari kegiatan sektor pertanian jika dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari kegitan sektor lainnya, juga menjadi faktor pendorong tenaga kerja sektor pertanian untuk alih kerja mobilisasi ke sektor lainnya non pertanian. 6.3.3 Analisis Elastisitas Pertumbuhan Pendapatan dan Tenaga Kerja Elastisitas pertumbuhan pendapatantenaga kerja adalah suatu nilai yang menggambarkan pengaruh perubahan pendapatantenaga kerja terhadap perubahan total pendapatantenaga kerja wilayah. Pada Lampiran 9 disajikan nilai dari elastisitas pertumbuhan pendapatan dari sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tangerang selama periode 2001-2003. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa nilai elastisitas sektor-sektor perekonomian sangat bervariasi. Sektor pertanian memiliki nilai elastisitas positif dan nilai elastisitas terbesar jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 1,723 yang menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan sektor pertanian sebesar 1,00 persen maka pendapatan total wilayah akan mengalami peningkatan sebesar 1,723 persen. Hal ini cukup menarik karena walaupun kontribusi sektor pertanian terhadap total pendapatan wilayah mempunyai kecenderungan menurun, dilain sisi ternyata sektor pertanian mempunyai efek pertumbuhan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tangerang. Hal ini diduga sebagian besar pendapatan yang diperoleh dari kegiatan sektor pertanian dibelanjakan untuk komoditi sektor lain dari dalam wilayah Kabupaten Tangerang. Selain menggunakan indikator pendapatan, penghitungan elastisitas pertumbuhan juga dapat menggunakan indikator tenaga kerja. Adapun nilai elastisitas dengan indikator tenaga kerja selama periode 2001-2003 dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari sembilan sektor perekonomian di Kabupaten Tangerang berdasarkan indikator tenaga kerja, terdapat lima sektor ekonomi yang memiliki nilai elastisitas pertumbuhan tenaga kerja positif yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa memliki nilai elastisitas pertumbuhan tenaga kerja terbesar yaitu sebesar 1,074, yang menunjukkan bahwa apabila terjadi penambahan tenaga kerja sebesar 1,00 persen pada sektor jasa-jasa, maka akan menghasilkan penyerapan total tenaga kerja di Kabupaten Tangerang sebesar 1,074 persen. Sektor ekonomi yang memiliki nilai elastisitas negatif selama periode 2001- 2003 yaitu sektor bangunankonstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan persewaan dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan tenaga kerja pada masing-masing sektor tersebut akan mengakibatkan penurunan total penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Tangerang. Hal ini berarti sektor bangunankonstruksi, sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor keuangan sebagai sektor basis belum bisa menunjukkan efek pertumbuhan yang positif terhadap total penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Tangerang. Nilai LQ yang lebih besar dari satu, nilai surplus pendapatan dan nilai elastisitas yang positif bagi sektor skunder sektor industri pengolahan dan sektor tersier sektor jasa-jasa berdasarkan indikator tenaga kerja, menunjukkan bahwa di Kabupaten Tangerang telah terjadi perubahan struktur ketenagakerjaan, dimana telah terjadi pergeseran struktur tenaga kerja dari sektor primer sektor pertanian dan pertambangan ke sektor skunder dan tersier. Berdasarkan hasil analisis basis ekonomi terhadap struktur perekonomian wilayah Kabupaten Tangerang, dalam penelitian ini ternyata terdapat beberapa sektor yang menjadi unggulan di tingkat Kabupaten. Banyaknya sektor yang menjadi sektor unggulan berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja, merupakan suatu potensi yang cukup baik bagi perkembangan perekonomian wilayah, sehingga diperlukan penerapan arah kebijakan pembangunan yang sejalan dengan strategi dan prioritas pembangunan.

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN TANGERANG

7.1 Analisis Regresi Konversi Lahan Sawah ke Non Pertanian Terjadinya transformasi struktur perekonomian yang mengarah pada meningkatnya peranan sektor industri dan jasa, mengubah besaran dan laju penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan lahan antar sektor. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi terhadap perubahan alokasi sumberdaya khususnya sumberdaya lahan. Akibatnya akan terjadi realokasi sumberdaya lahan antar sektor, dimana realokasinya lebih diprioritaskan kepada penggunaan yang memiliki rate of return yang tertinggi yaitu seperti penggunaan untuk kegiatan industri sebagai kegiatan utama yang dapat menarik perkembangan kegiatan lainnya seperti pemukiman, perdagangan dan prasarana lainnya, sehingga konversi lahan pun tidak dapat dielakkan. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian pemukiman, industri dan sarana parasrana lainnya dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil estimasi ternyata cukup konsisten dengan teori. Koefisien determinasi R 2 dari fungsi dugaan mencapai 92.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peubah yang dimasukkan dalam model mampu menerangkan perilaku keragaman dari peubah konversi lahan sawah sebesar 92.5 persen, dengan kata lain bahwa sisanya 7.5 persen dari peubah konversi lahan sawah ditentukan oleh peubah-peubah lain di luar faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan luas lahan sawah di Kabupaten Tangerang digunakan analisis regresi linear berganda. Data