Kerang Pisau Solen spp

eksternal di perairan. Hasil penggabungan sel sperma dan sel telur selanjutnya membentuk larva veliger. Larva kerang pisau kemudian mengalami fase planktonik sekitar satu bulan, sebelum akhirnya menetap di substrat. Setelah larva menetap pada substrat, larva akan mengalami perkembangbiakan menjadi juvenil dan selanjutnya akan berkembang menjadi dewasa Breen et al. 2011. Proses reproduksi kerang pisau dipengaruhi oleh variasi musim, kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, dan karakteristik genentik Darriba et al. 2005. Selanjutnya Darriba et al. 2004 melaporkan bahwa reproduksi kerang pisau juga dipengaruhi oleh konsentrasi klorofil-a di perairan. Kerang pisau biasanya disajikan dalam bentuk olahan. Kerang pisau memiliki rendemen kecil, namun pedagang tetap tergiur untuk terus mencari kerang pisau karena nilai jual produknya sangat tinggi. Kerang pisau segar hanya senilai Rp. 8000kg, kerang pisau setengah kering Rp. 80.000kg, dan kerang pisau kering Rp. 280.000kg. Kerang pisau goreng dipasarkan dengan harga sekitar Rp. 300.000kg. Kebutuhan pedagang kerang pisau sebagian besar hanya bisa dipenuhi oleh nelayan dari kerang pisau segar dan setengah kering saja, keuntungan terbesar berada di tangan para pedagang tersebut. Kemampuan produksi pedagang pun tergantung pada hasil tangkap nelayan Ditjen PPHP 2010.

2.2 Komponen Bioaktif Kerang Pisau Solen spp

Kelompok kerang-kerangan mengandung asam amino bebas misalnya ikan dan kelompok crustacea lainnya. Kerang merupakan sumber alternatif asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9 serta menjadi sumber vitamin A, vitamin D, mineral, taurin, prolin, glisina, alanina dan arginina. Kandungan gizi kerang pisau dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi daging kerang pisau Solen spp Jenis gizi Kandungan bb Kandungan bk Protein 9,79 55,34 Karbohidrat 4,95 27,98 Lemak 0,32 1,82 Abu 2,63 14,87 Air 82,31 - Ekstrak kasar kerang pisau mengandung lima komponen bioaktif berupa komponen alkaloid, streroid, flavonoid, karbohidrat, dan asam amino Nurjanah et al. 2012. Alkaloid adalah senyawa alami amina baik pada tanaman, hewan ataupun jamur dan merupakan produk yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder. Senyawa ini berperan dalam sistem saraf pusat dan merupakan komponen pertahanan dalam tubuh, selain itu juga dapat bersifat sebagai antimalaria Sirait 2007. Flavonoid dan beberapa golongan fenol dapat digunakan untuk mengurangi risiko beberapa penyakit kronis dengan kemampuannya sebagai antioksidan, antiinflamasi, detoksifikasi karsinogen, antikolesterol, dan antiproliferasi Chen dan Blumberg 2008; Majewska et al. 2011. Flavonoid juga dapat menghambat secara efektif kerja beberapa enzim, yaitu xanthin oksidase, siklooksigenase, dan lipooksigenase Hoorn et al. 2002 sehingga dapat mengurangi pembentukan radikal superoksida yang dapat menyebabkan peradangan Bodamyali et al. 2002.

2.3 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang terdapat secara alami dalam hampir semua bahan pangan. Menurut Blois 1959 antioksidan merupakan agen yang dapat membatasi efek dari reaksi oksidasi dalam tubuh. Efek yang diberikan oleh antioksidan terhadap tubuh dapat secara langsung, yaitu dengan mereduksi radikal bebas dalam tubuh, dan secara tidak langsung, yaitu dengan mencegah terjadinya pembentukan efek radikal. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Winarsi 2007 bahwa antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif yang akan menghambat kerusakan sel. Berdasarkan fungsinya bagi tubuh, antioksidan dibagi menjadi tiga, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer bekerja untuk mencegah pembentukan senyawa radikal baru, yaitu mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang lebih stabil sebelum senyawa radikal bebas bereaksi. Contoh antioksidan primer adalah superoxide dismutase SOD, glutathione peroxidase GPx, dan protein pengikat logam. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C, dan β-caroten. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier adalah enzim yang memperbaiki DNA dan metionin sulfida reduktase Blois 1959. Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Salah satu metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl DPPH. Diphenylpicrylhydrazyl merupakan radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokalisasi ini ditunjukkan dengan adanya warna ungu violet pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 517 nm. Larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenylpicrylhydrazine yang bersifat non radikal Molyneux 2004. Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 517 nm. Larutan DPPH berwarna ungu tua dalam metanol, ketika ditambahkan senyawa antioksidan maka warna larutan akan berubah menjadi kuning cerah. Penurunan absorbansi yang ditunjukkan dengan berkurangnya warna ungu menunjukkan adanya aktivitas scavenging aktivitas antioksidan Molyneux 2004. Antioksidan akan mendonorkan proton atau hidrogen kepada DPPH dan selanjutnya akan terbentuk radikal baru yang bersifat stabil atau tidak reaktif 1,1-difenil-2- pikrilhidrazin Wikanta et al. 2005. Hal ini dapat digambarkan dalam persamaan berikut: DPPH + AH DPPH-H + A Radikal bebas Antioksidan Netral Radikal bebas baru, stabil, tidak reaktif Warna ungu Warna kuning