Rating Factor dan Allowance

tugasnya dari hari ke hari walaupun terdapat gangguan-gangguan kecil dalam proses produksinya atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa, waktu standar adalah waktu yang diperlukan oleh seorang karyawan normal guna menyelesaikan satu unit pekerjaan dari hari ke hari tanpa menimbulkan akibat yang negatip kepadanya Agus, 1981 ; 173 Adapun rumus yang digunakan ialah: WB = WN + 1 Dimana : 1= kelonggaranallowance

3.7 Rating Factor dan Allowance

Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab- sebab seperti ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar. Jika pengukur mendapatkan harga rata- rata siklus perelemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian. Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata Universitas Sumatera Utara dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas normal terlalu cepat maka harga p akan lebih besar dari satu p1, sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu p1, jika operator bekerja dengan wajar maka harga p akan sama dengan satu p=1. Beberapa sistem untuk memberikan rating yang umumnya diaplikasikan didalam aktivitas pengukuran kerja, yaitu: 1. Skill dan Effort Rating Sekitar tahun 1916, Charles E. Bedaux memperkenalkan suatu sistem untuk pembayaran upah atau pengendalian tenaga kerja. Sistem yang diperkenalkan olehnya ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang ada yang dinyatakan dengan angka “Bs”. Prosedur pengukuran kerja yang dibuat oleh Bedaux meliputi juga menentukan rating terhadap skill dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh seorang operator. Dengan kata lain, yang harus dicapai oleh seorang operator yang bekerja dengan kecepatan normal diharapkan akan mampu mencapai angka 60 Bs per jam, dan pemberian intensif dilakukan pada tempo kerja rata-rata sekita 70 sampai 85 Bs per jam. Sebelum Bedaux memperkenalkan sistemnya, performance rating biasanya dilaksanakan dengan jalan menganalisa langsung dari data waktu yang diperoleh dari pengukuran stop-watch, sehingga apabila seorang operator bekerja dengan tempo yang cepat, maka waktu kerjanya akan tercatat dicatat diatas waktu waktu rata-rata yang ada dan sebaliknya. Jelas bahwa sistem Bedaux ini akan memperbaiki metode yang umum dipakai sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 2. Westing House System Rating Westing House Company 1927 juga ikut memperkenalkan sistem yang dianggap lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang dilaksanakan oleh Bedaux. Disini selain kecakapan dan usaha yang telah dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi performance manusia, maka Westing House menambahkan lagi dengan kondisi kerja, dan keajegan konsistensi dari operator didalam melakukan kerja. Untuk ini Westing House telah berhasil membuat suatu tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk menormalkan waktu yang ada maka hal ini dilakukan dengan jalan mengalikan waktu yang diperoleh dari hasil pengukuran kerja dengan jumlah keempat rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator. Contoh penilaian empat faktor keadaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Penentuan Rating Factor Operator Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan Superskill Excelent Good Average Fair A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 + 0,15 + 0,13 + 0,11 + 0.08 + 0,06 + 0,03 + 0,00 − 0,05 − 0,10 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1. Penentuan Rating Factor Lanjutan Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan Poor F1 F2 - 0,16 - 0,22 Usaha Excessive Excellent Good Average A1 A2 B1 B2 C1 C2 D + 0,13 + 0,12 + 0,10 + 0.08 + 0,05 + 0,02 + 0,00 Fair Poor E1 E2 F1 F2 − 0,04 − 0,08 − 0,12 − 0,17 Kondisi Kerja Ideal Excellenty Good Average Fair Poor A B C D E F + 0,06 + 0,04 + 0,02 + 0,00 − 0,03 − 0,07 Konsistensi Perfect Excellent Good Average Fair Poor A B C D E F + 0,04 + 0,03 + 0,01 + 0,00 − 0,02 − 0,04 Universitas Sumatera Utara Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan cici-ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini : SUPER SKILL: 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya 2. Bekerja dengan sempurna 3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik 4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti. 5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. 6. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya. 7. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik. EXCELLENT SKILL: 1. Percaya pada diri sendiri. 2. Tampak cocok dengan pekerjaanya 3. Terlihat telah terlatih dengan baik 4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan. 5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan.. 6. Menggunakan peralatan dengan baik. 7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu. 8. Bekerjanya cepat tapi halus Universitas Sumatera Utara 9. Bekerja berirama dan terkoordinasi GOOD SKILL: 1. Kualitas hasil baik. 2. Bekerjanya tanpak lebik baik daripada kebanyakan pekerjaan pada umumnya 3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah. 4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan.. 6. Tiada keragu-raguan. 7. Bekerjanya ”stabil” 8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik 9. Gerakan-gerakanya cepat AVERAGE SKILL: 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2. Gerakannya cepat tapi tidak lembut 3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang terencana. 4. Tampak sebagai pekerja yang cakap. 5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukan tiadanya keragu-raguan. 6. Mengkoordinasikan tangan dengan pikiran dengan cukup baik. 7. Tamnpak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya 8. Bekerjanya cukup teliti Universitas Sumatera Utara 9. Secara keseluruhan cukup memuaskan FAIR SKILL: 1. Tampak cukup terlatih tapi belum cukup baik. 2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya 3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan. 4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup. 5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama. 6. mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin. 7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri 8. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah 9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya POOR SKILL: 1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. 2. Gerakan-gerakannya kaku 3. Kelihatan ketidakyakinannya pada urut-urutan gerakan.. 4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara 5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya. 6. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja. 7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan 8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri Untuk usaha Westinghouse juga membagi kedalam kelas-kelas masing- masing. Berikut ini ada enam kelas usaha dengan ciri-cirinya: EXCESSIVE EFFORT: 1. Kecepatan sangat berlebihan. 2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya. 3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja. EXELENT EFFORT: 1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi. 2. Gerakan-gerakan lebih ”ekonomis” dari pada operator-operator biasa. 3. Penuh perhatian pada pekerjaanya. 4. Banyak memberi saran-saran. 5. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang 6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu. Universitas Sumatera Utara 7. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari 8. Bangga atas kelebihannya. 9. Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali 10. Bekerjanya sistematis 11. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat. GOOD EFFORT: 1. Bekerja berirama. 2. Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya. 4. Senang pada pekerjaannya. 5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari 6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu. 7. Menerima saran-saran dan penunjuk-penunjuk dengan senang 8. Dapat memberikan saran-saran untuk perbaikan kerja. 9. Tempat kerja diatur baik dan rapi 10. Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik 11. Memelihara dengan baik kondisi peralatan. Universitas Sumatera Utara AVERAGE EFFORT: 1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik daripada poor. 2. Bekerja dengan stabil. 3. Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya. 4. Set up dilaksanakan dengan baik. 5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan FAIR EFFORT: 1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal. 2. Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya. 3. Kurang sungguh-sungguh. 4.Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku 6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik 7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya 8. Terlampau hati-hati. 9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja 10. Gerakan-gerakan tidak terencana POOR EFFORT: 1. Banyak membuang-buang waktu. 2. Tidak memperhatikan adanya minat kerja. Universitas Sumatera Utara 3. Tidak menerima saran-saran. 4. Tampak malas dan lambat bekerja. 5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan-bahan 6. Tempat kerjanya tidak diatur rapih. 7. Tidak peduli pada cocokbaik tidaknya peralatan yang dipakai 8. Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur. 9. Set up kerjanya terlihat tidak baik Untuk faktor kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu ideal, excelent, good, average, fair dan poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja dirasakan fair atau bahkan poor bagi pekerja yang lain. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal pekerja. Sebaiknya kondisi poor adalah kondisi lingkuingan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performance yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan bagaimana yang disebut ideal, dan bagaimana yang disebut poor perlu dimiliki penilaian terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat dilakukan dengan seteliti mungkin. Universitas Sumatera Utara Pada faktor konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu : Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat. Secara teori mesin atau pekerja yang waktunya dikendalikan mesin merupakan contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi. Sabaliknya konsistensi poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaianya berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang ” letaknya”jauh”. 3. Synthetic Rating Synthetic rating adalah metoda untuk mengevaluasi tempo kerja operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan telebih dahulu predetermined time value. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur ini dengan waktu penyelesaian elemen kerja sebelumnya sudah diketahui data waktunya. Perbandingan ini akan merupakan indeks performance atau rating factor dari operator untuk melaksanakan elemen kerja tersebut. Rasio untuk menghitung indeks performance atau rating factor ini dapat dirumuskan sebagai: A P R  Dimana: R = Rating Factor P = Predetermined time untuk elemen kerja yang diamati Universitas Sumatera Utara A = rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur 4. Performance Rating atau Speed Rating Didalam praktek pengukuran kerja maka metode penetapan rating performance kerja operator adalah didasrkan pada satu faktor tunggal yaitu operator speed, space, atau tempo. Sistem ini dikenal sebagai Performance Rating atau Speed Rating. Rating Factor ini umumnya dinyatakan dalam persentase atau angka desimal, dimana performance kerja normal akan sama dengan 100 atau 1. Rating Factor pada dasarnya seperti yang telah diuraikan diaplikasikan untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh daridari pengukuran kerja akibat tempo atau kecepatan kerja operator yang berubah-ubah. Untuk maksud ini, maka waktu normal dapat diperoleh dari rumus berikut: Waktu Normal = Waktu Pengamatan × 100 RF Dimana: RF = Rating Factor Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiga faktor tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap- cakap dengan teman sekerja sekadar untuk menghilangkan ketegangan dalam kerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti Universitas Sumatera Utara itu berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang berbeda-beda. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. 2. Kelonggaran untuk menghilangkan fatique Rasa lelah tercerminn antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah lelah. Bila hal ini terus berlangsung maka anggota tubuh yang bersangkutan tidak akan dapat melakukan kerja sama sekali walaupun diinginkan. Adapun hal-hal yang diperlukan pekerja untuk menghilangkan lelah adalah melakukan peregangan otot, pergi keluar ruangan untuk menghilangkan lelah dan lain sebagainya. 3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Perhitungan kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan dilakukan dengan suatu teknik sampling tersendiri karena besarnya hambatan untuk kejadian semacam ini sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain. Beberapa contoh keterlambatan yang tak dapat dihindarkan antara lain: menerima petunjuk dari pengawas, melakukan penyesuaian mesin, mengasah peralatan potong, dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara

3.8. Penetapan Waktu Baku

Dokumen yang terkait

Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Beban Kerja pada Bagian Finishing di PT. High Steelindo Eranusa Kota Kisaran Timur Kabupaten Asahan

3 47 144

Penentuan Tenaga Kerja Yang Optimal Pada Bagian Packing Dengan Menggunakan Waktu Standar Pada PT. Adimulia Sarimas Medan

1 36 150

Penghitungan Waktu Standard Dan Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Pada Bagian Pengepakan PT. Sinar Oleochemical International (PT. SOCI)

0 39 81

Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Pengukuran Waktu Dengan Menggunakan Metode Stopwatch Time Study Pada Bagian Packing Glycerine di PT. Sinar Oleochemichal International

5 60 184

Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Waktu Standar Dengan Metode Work Sampling Di Bagian Packing Pada PT. Sinar Oleochemical International

4 51 159

Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Analisis Beban Kerja dengan Metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique) dan Work Load Analysis pada Bagian Produksi di PT. Florindo Makmur

6 23 92

ANALISIS PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI KERJA PADA Analisis Penentuan Jumlah Tenaga KErja Untuk Meningkatkan Efisiensi Kerja Pada PT. Nojorono Kudus.

0 0 13

Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Analisis Beban Kerja dengan Metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique) dan Work Load Analysis pada Bagian Produksi di PT. Florindo Makmur

1 1 17

Penentuan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Analisis Beban Kerja dengan Metode SWAT (Subjective Workload Assessment Technique) dan Work Load Analysis pada Bagian Produksi di PT. Florindo Makmur

2 3 1

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMULASI

0 1 14