BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedudukan manajemen keuangan dalam perusahaan merupakan pelaksana dari fungsi keuangan perusahaan. Fungsi keuangan yang utama meliputi dua hal
yaitu kegiatan menggunakan dana fungsi investasi dan kegiatan mencari sumber dana fungsi pendanaan. Manajemen keuangan adalah alat bagi manajemen
dalam membuat perencanaan, tindakan, pengelolaan, dan pengendalian keuangan agar keuangan perusahaan dapat dikelola secara efisien untuk mencapai tujuan
perusahaan secara menyeluruh. Tujuan perusahaan pada umumnya adalah memaksimumkan laba dalam jangka pendek dan meningkatkan nilai perusahaan
dalam jangka panjang Syamsuddin, 2007. Melalui pelaksanaan fungsi keuangan tersebutlah tujan perusahaan dapat dicapai.
Dalam jangka pendek, perolehan laba merupakan ukuran kinerja serta menunjukkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Kinerja sering kali dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Peningkatan kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap
perusahaan dimanapun. Oleh karena keberhasilan kinerja jangka pendek perusahaan adalah tingkat perolehan laba, maka fokus utama adalah bagaimana
menghasilkan laba maksimum dari pemberdayaan aset-aset perusahaan. Maksimalisasi laba dapat berujung pada upaya memaksimalkan harga saham
sehingga meningkatkan nilai perusahaan yang merupakan tujuan jangka panjang perusahaan, hingga pada akhirnya dapat memaksimalkan kekayaan pemegang
saham, di lain pihak, laba yang tinggi akan memperlancar aliran kas dan membuat perusahaan mempertimbangkan untuk membagikan dividennya.
Keberhasilan manajemen dalam memperoleh laba sangat bergantung pada keputusan-keputusan investasi dan pendanaan yang dalam hal ini mencakup
keputusan dalam investasi pada setiap komponen aktiva struktur aktiva dan bagaimana komposisi sisi kanan neraca struktur keuangan untuk membiayai
setiap komponen aktiva tersebut. Sehingga keseimbangan struktur aktiva dan struktur keuangan adalah hal yang penting dalam rangka memperoleh laba
maksimum untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang optimal atas investasi dalam aktiva.
Penentuan struktur aktiva yang baik bagi perusahaan bukanlah tugas yang mudah. Manajer harus berhati-hati dan menggunakan perhitungan yang tepat
dalam menentukan berapa jumlah investasi dalam aktiva tetap dan berapa jumlah aktiva lancar yang tepat sehingga keduanya seimbang. Riyanto 2008
menjelaskan bahwa struktur aktiva merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan aktiva tetap, diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang matang dalam
hal menentukan proporsi dari kedua jenis aktiva tersebut. Perusahaan yang memiliki jumlah aktiva tetap yang lebih besar umumnya menggunakan modal
jangka panjang, sedangkan perusahaan yang lebih banyak menggunakan aktiva lancar umumnya akan menggunakn modal jangka pendek. Makin panjang jangka
waktu penggunaan suatu aktiva di dalam perusahaan, makin besar risikonya. Mengingat perkembangan dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan yang
tiada henti, dalam artian ekonomis suatu aktiva dapat memiliki umur yang relatif
singkat, meskipun secara teknis masih dapat digunakan. Artinya, dalam keputusan
investasi dalam aktiva harus diperhitungkan umur ekonomis, biaya yang dikeluarkan, serta risiko yang mungkin timbul.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penentuan struktur aktiva dalam perusahaan. Dalam menentukan
bagaimana komposisi struktur aktiva yang tepat dibutuhkan kemampuan manajer untuk menganalisis keadaan-keadaan pada masa lalu, serta estimasi-estimasi
untuk masa yang akan datang yang dihubungkan dengan tujuan jangka panjang perusahaan.
Demikian juga komposisi pendanaan dalam struktur keuangan, yaitu antara penggunaan hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang serta ekuitas
yang dimiliki perusahaan. Dalam sebuah perusahaan, struktur keuangan mengindikasikan bagaimana perusahaan membiayai aktivanya. Untuk itu
perusahaan memerlukan dana yang berasal dari modal sendiri dan modal asing atau hutang. “Struktur finansial mencerminkan cara bagaimana aktiva-aktiva
perusahaan dibelanjai, dengan demikian struktur finansial tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca. Struktur finansial mencerminkan pula
perimbangan antara keseluruhan modal asing baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan modal sendiri” Riyanto, 2008 : 22, dengan demikian, terdapat
dua hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan struktur keuangan, yaitu apakah kebutuhan dana perusahaan dipenuhi dengan modal sendiri ekuitas
ataukah dipenuhi dengan hutang. Penggunaan hutang yang berlebihan akan membawa perusahaan dalam masalah, tetapi tanpa hutang belum tentu perusahaan
mampu mendanai investasinya hanya dengan mengandalkan ekuitas yang
dimiliki. Penerbitan saham baru juga tidak sepenuhnya baik dalam kondisi tertentu. Dalam hal ini, tujuan manajer keuangan adalah membentuk kombinasi
pendanaan yang tepat untuk meminimalisir biaya dan risiko namun dapat meningkatkan keuntungan, dengan demikian manajer keuangan harus cermat
dalam memilih sumber-sumber pembiayaan untuk aktiva agar operasinya berjalan lancar dan menghasilkan laba.
Return on Assets merupakan salah satu ukuran kinerja yang
memperlihatkan seberapa besar tingkat laba yang diperoleh dari investasi dalam aktiva. Return on Assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan atas keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan
dengan tujuan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA juga merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya
mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. “Rasio
profitabilitas akan menunjukkan kombinasi efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang pada hasil-hasil opera
si” Brigham dan Houston, 2006 : 107, dengan demikian ROA dapat digunakan sebagai ukuran kinerja untuk
dihubungkan dengan pelaksanaan fungsi keuangan yang tercermin dalam struktur aktiva dan struktur keuangan perusahaan.
Selanjutnya dalam penelitian ini, peneliti memilih perusahaan pada sektor aneka industri untuk diteliti. Peneliti memilih sektor aneka industri karena sektor
aneka industri terdiri dari berbagai industri yang berbeda, dan menghasilkan produk yang berbeda-beda pula, yaitu produk otomotif dan komponennya, produk
tekstil dan garmen, produk industri alas kaki, kabel dan produk elektronik. Perbedaan produk yang dihasilkan akan menyebabkan tren penjualan yang
berbeda, namun terdapat kesamaan bahwa perusahaan yang dikelompokkan dalam sektor aneka industri umumnya tergolong kelompok cyclical industy, dimana
cyclical industry sangat terpengaruh oleh kondisi perekonomian, karena produk
yang dihasilkan berupa barang yang umur pemakaiannya dapat bertahan lama, misalnya kendaraan, produk tekstil, alas kaki dan produk elektronik. Pada saat
kondisi perekonomian bagus, penjualan produk tersebut dapat meningkat beberapa kali lipat. Sedangkan pada masa kesulitan ekonomi, biasanya pelanggan
menunda pembeliannya, karena masih dapat menggunakan barang yang lama sebagai pengganti, dengan demikian, tidak selamanya proses produksi dan
penjualan pada sektor ini dapat menghasilkan return yang stabil, sehingga dibutuhkan estimasi-estimasi yang tepat dalam keputusan investasi dan
pendanaan. Selanjutnya, berkaitan dengan kinerja keuangan, sektor aneka industri
dalam dua tahun terakhir 2010-2011 menunjukkan perkembangan yang baik. Berdasarkan informasi yang diberitakan oleh Indonesian Finace Today melalui
situs www.indonesianfinacetoday.com disebutkan bahwa Indeks Sektor Aneka Industri mengalami pertumbuhan 12,34 pada tahun 2011, tertinggi di antara
seluruh sektor. Pertumbuhan sektor aneka industri terutama terjadi pada subsektor otomotif dan komponennya dan subsektor tekstil dan garmen. Perkembangan
positif industri otomotif pada 2011 ini didukung tingkat inflasi yang terkendali sehingga suku bunga kredit tetap stabil bahkan cenderung turun. Hal ini
menyebabkan peningkatan pada penjualan kendaraan bermotor di Indonesia, sehingga menguntungkan bagi industri otomotif. Peningkatan kinerja perusahaan
sektor aneka industri yang dimotori oleh perkembangan industri otomotif dan komponennya dan industri tekstil dan garmen menunjukkan bahwa kinerja
keuangan sektor aneka industri membaik seiring membaiknya kondisi perekonomian, dimana sebelumnya, berdasarkan data yang dikumpulkan dari
perkembangan kinerja keuangan yang dipublikasikan Bursa Efek Indonesia, terdapat 22 perusahaan dari total 40 perusahaan pernah mengalami tingkat ROA
negatif dalam interval waktu 2007 hingga 2011. Tingkat ROA yang negatif ini mengindikasikan bahwa lebih dari 50 dari jumlah perusahaan dalam sektor
aneka industri mengalami kerugian. Namun seiring membaiknya kondisi perekonomian, kinerja sektor aneka industri juga menunjukkan peningkatan.
Perlu diingat bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan sektor aneka industri merupakan produk-produk tertier. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, pada umumnya daya beli masyarakat terhadap produk- produk ini akan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakan, sementara naik
turunnya tingkat pendapatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan suku bunga. Sehingga ketika tingkat inflasi turun dan daya beli masyarakat
meningkat maka terjadi peningkatan penjualan pada produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan sektor aneka industri, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, dalam beroperasi, sektor ini terpengaruh oleh naik turunnya tingkat suku bunga dan tingkat inflasi yang merupakan indikator perekonomian.
Semakin tinggi tingkat inflasi dan tingkat suku bunga maka terjadi penurunan
tingkat penjualan. Penjualan yang menurun dapat mengakibatkan penurunan laba sehingga menyebabkan tingkat ROA juga menurun. Berikut ini disajikan
hubungan antara tingkat bunga, tingkat inflasi dan kinerja yang ditunjukkan oleh tingkat ROA selama tahun 2007 hingga 2011 pada perusahaan sektor aneka
industri.
Tabel 1.1 ROA Perusahaan Sektor Aneka Industri, Tingkat Inflasi
dan Tingkat Suku Bunga Tahun 2007-2011
TAHUN ROA
Tingkat Inflasi Tingkat Suku
Bunga 2007
2008 2009
2010 2011
2,03 -6,82
4,16 2,17
3,50 6,59
11,06 2,78
6,96 3,79
8,00 9,25
6,5 6,5
6,00 Sumber data: ROA - http:www.idx.co.id ; Tingkat Inflasi-http:www.bps.go.id;
Tingkat suku bunga - http:www.bi.go.id data diolah.
Secara grafik berdasarkan Tabel 1.1 dapat digambarkan hubungan perkembangan ROA dengan tingkat inflasi dan tingkat suku bunga dalam lima
tahun terakhir terlihat sebagai berikut.
Gambar 1.1 Grafik Hubungan Perkembangan ROA dengan Tingkat Inflasi dan Tingkat Suku Bunga
-8 -6
-4 -2
2 4
6 8
10 12
2007 2008
2009 2010
2011
P e
rs e
n t
a s
e
Tahun
ROA inflasi
suku bunga
Data tersebut memperlihatkan tingkat pengembalian atas aset ROA dari perusahaan-perusahaan pada sektor Aneka Industri. Secara umum terlihat bahwa
terjadi fluktuasi pada perkembangan ROA. Penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2008. Hal ini tidak mengherankan, karena pada tahun 2008 terjadi
resesi ekonomi yang mempengaruhi tingkat inflasi dan suku bunga di Indonesia sehingga daya beli masyarakan menurun. Sehingga yang terlihat adalah tingkat
ROA pada tahun 2008 turun sangat tajam. Kemudian di tahun-tahun berikutnya tingkat ROA bergerak naik-turun bertolak belakang dengan naik turunnya tingkat
inflasi dan tingkat suku bunga. Pada saat tingkat inflasi dan suku bunga naik, tingkat ROA turun dan sebaliknya pada saat tingkat inflasi dan suku bunga turun,
tingkat ROA mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ROA sangat rentan terhadap pergerakan inflasi dan tingkat suku bunga.
Mengingat rentannya kondisi keuangan perusahaan sektor aneka industri terhadap tingkat inflasi dan tingkat suku bunga, maka pihak manajemen harus
benar-benar memperhitungkan setiap investasi dan pendanaan yang dilakukan, karena berkaitan dengan risiko yang dapat ditimbulkan oleh pergerakan inflasi
dan suku bunga. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian yang mengaitkan struktur aktiva dan struktur keuangan yang merupakan cerminan
dari keputusan investasi dan pendanaan dengan tingkat ROA yang diperoleh perusahaan sektor aneka industri, sehingga penelitian ini berjudul
“Pengaruh Struktur Aktiva dan Struktur Keuangan Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan Sektor Aneka Industri di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah