1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha mendorong masyarakat untuk dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya agar memiliki kekuatan spiritual,
pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, dan berakhlak mulia. Hal tersebut sesuai dengan isi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya melalui proses
pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan adalah dengan program pelaksanaan kurikulum di sekolah. Mulyasa 2007: 247 mengemukakan bahwa implementasi KTSP di sekolah,
mencakup kegiatan pengembangan strategi implementasi, pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi. Keempat kegiatan
implementasi KTSP tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh sekolah, agar serangkaian organisasi maupun kegiatan yang ada di sekolah dapat terstruktur
dan berjalan dengan baik. Sekolah Dasar adalah jenjang pendidikan yang menjadi dasar sebelum menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Sekolah
Dasar memberikan bekal ilmu-ilmu dasar seperti mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam IPA, Ilmu Pengetahuan Sosial,
dan Pendidikan Kewarganegaraan PKn yang kelak digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dari kelima mata
pelajaran ke-SD-an salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting adalah mata pelajaran matematika.
. Kata matematika berasal dari bahasa latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedangkan dalam bahasa
belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu yang pasti, yang kesemuannya berkaitan dengan penalaran. Matematika adalah salah satu
disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan- bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung
dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari Susanto
2013: 185, sedangkan menurut Johnson dan Myklebust dalam Sundayana, 2003: 252 mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis
yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Dengan kata lain, matematika adalah bekal bagi
peserta didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran yang berpusat pada
siswa dan menghadapkan anak pada realitas kehidupan sehari-hari yang memuat masalah matematis atau hitungan dengan demikian belajar
matematika anak merasa terbantu untuk menyelesaikan masalah realitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kehidupan sehari-hari sehingga anak tertarik untuk belajar dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Apalagi matematika adalah
salah satu mata pelajaran yang penting dan berguna bagi siswa. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di SD Negeri Jongkang,
diperoleh informasi bahwa KKM Kriteria Ketuntasan Minimal untuk pelajaran matematikan adalah 65. Menurut batas Kriteria Ketuntasan Minimal
terdapat sebanyak 15 siswa yang sudah mencapai KKM dan 6 siswa yang belum mencapai KKM. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada 35 siswa
yang belum mencapai KKM untuk materi perkalian dan pembagian. Guru menyampaikan materi masih menggunakan metode ceramah serta
pembelajaran masih berpusat pada guru. Pada akhirnya, guru belum maksimal mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak untuk
menyelesaikan soal cerita maupun soal matematika yang lainnya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pembelajaran yang seharusnya ideal
dilakukan oleh guru. Guru seharusnya dapat mengaitkan materi dengan kehidupan keseharian siswa agar siswa juga mudah menangkap penjelasan
dari guru serta kemampuan berpikir siswa juga meningkat. Ennis dalam Fisher 2008, bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan
reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Dalam konsep Ennis pengambilan keputusan adalah bagian dari
berpikir kritis, diharapkan dengan menghadapkan masalah matematis dalam kehidupan sehari-hari kemampuan berpikir kritis siswa meningkat.
Peneliti akan menerapkan model pembelajaran kontekstual untuk mengatasi permasalahan yang dialami siswa. Sistem Kontekstual
Contekstual Teaching and Learning atau biasa disingkat CTL adalah sebuah
proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna pada materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan aspek-
aspek dalam kehidupan kesehariannya Johnson 2009: 67. Sedangkan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dalam Taniredja dan Faridli, 2014: 49. Peneliti memilih
model pembelajaran kontekstual Contekstual Teaching and Learning dengan alasan sebagai sarana berlatih siswa dalam mengatasi masalah pada
aspek kehidupan sehari-hari siswa sejak dini secara mendasar. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merancang sebuah penelitian dalam
rangka memberi solusi permasalahan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan pendekatan kontekstual maka penulis tergerak
untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Perkalian dan
Pembagian melalui Moedel Pembelajaran Kontekstual Siswa Kelas IIIA SD di Negeri
Jongkang”.
B. Identifikasi Masalah