Kajian Pustaka Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IIIA pada materi perkalian dan pembagian melalui model pembelajaran kontekstual di SD Negeri Jongkang.

10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini meliputi enam hal yaitu belajar, hasil belajar, berpikir kritis, mata pelajaran matematika, materi pembelajaran, dan model pembelajaran kontekstual. 1. Belajar a Pengertian Belajar Menurut Syah dalam Jihad, 2012: 1 pada dasarnya belajar merupakan tahapan perubahan perilaku individu yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sudjana dalam Jihad 2012: 2 juga berpendapat bahwa balajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar. Sedangkan menurut Daryanto 2012: 16 belajar adalah proses melihat, mengamati, dan memahami suatu, indikator belajar ditujukan dengan perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebuah proses dengan perubahan tingkah laku sebagai hasil akhir proses tersebut. b Ciri-ciri Belajar Menurut Hamalik dalam Jihad, 2008 : 3-4 ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut: 1 proses belajar harus mengalami, berbuat, mereaksi dan melampaui, 2 melalui bermacam-macam pengalaman dan mata pelajaran yang berpusat pada mata pelajaran tertentu, 3 bermakna bagi kehidupan tertentu, 4 bersumber dari kehidupan dan tujuan yang mendorong motivasi secara keseimbangan, 5 dipengaruhi pembawaan dan lingkungan, 6 dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual, 7 berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil yang diinginkan sesuai dengan kematangan anda sebagai peserta didik, 8 proses belajar terbaik adalah apabila anda mengetahui status dan kemajuannya, 9 kesatuan fungsional dari berbagai prosedur, 10 hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain tetapi dapat didiskusikan secara terpisah, 11 di bawah bimbingan yang merangsang dan bimbingan tanpa tekanan dan paksaan, 12 hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi abilitas dan keterampilan, 13 dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik, 14 lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan berbeda-beda, 15 bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah, jadi tidak sederhana dan statis. Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses interaksi dengan lingkungan sekitar yang menghasilkan poin akhir yaitu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek kehidupan diantaranya pengertahuan, sikap, dan keterampilan. 2. Hasil Belajar a Pengertian Hasil Belajar Purwanto 2009:54 mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Winkel dalam Purwanto 2009:45 yang menjelaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Selain kedua pendapat ahli di atas, menurut Abdurrahman dalam Jihad, 2008:14 hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Dari pendapat yang diungkapkan para ahli sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan sikap dan tingkah laku yang didapatkan setelah melakukan kegiatan belajar. 3. Berpikir Kritis Richard W. Paul dalam Kasdin dan Febiana, 2012: 5 menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan dan mengevaluasi berbagai informasi yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya. Selanjutnya Anggelo dalam Achmad, 2007 juga menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Kedua pendapat tersebut terdapat kesamaan yang menekankan pada sistematika berpikir, yaitu berproses. Johnson 2007: 183 mengemukakan berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah untuk memperoleh kejelasan dan kebenaran yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Tujuan berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam untuk memperoleh kejelasan dan kebenaran. Sedangkan menurut Ennis dalam Wowo Sunaryo, 2011: 19 berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif dan fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Jadi dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kegiatan tingkat tinggi dengan mengenal dan memecahkan masalah yang kemudian dapat mengambil suatu keputusan, menganalisis informasi yang didapatkan, dan dapat membuat suatu kesimpulan dari penelitiannya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a Indikator Berpikir Kritis Menurut Glaser dalam Fisher, 2008 :7, ciri-ciri berpikir kritis yaitu: a mengenal masalah, b menemukan cara-cara untuk menyelesaikan masalah, c mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, d mengenal ide dan nilai yang tidak dinyatakan, e memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, f menganalisis data, g menilai fakta dan menilai pernyataan-pernyataan, h mengenal sebab akibat suatu masalah, i menarik kesimpulan, j menguji kebenaran pendapat orang lain, k menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas; dan l membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan 12 indikator tersebut, peneliti memilih enam indikator yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: a menganalisis argument, b mampu bertanya, c mampu menjawab pertanyaan, d memecahkan masalah, e membuat kesimpulan, dan f ketrampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan. 4. Mata Pelajaran Matematika Menurut Johnson dan Myklebust dalam Sundayana, 2003 : 252 matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Dengan kata lain, matematika adalah bekal bagi peserta didik untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sedangkan menurut Schoenfeld dalam Hendriana Soemarmo, 2014 : 6 matematika adalah suatu disiplin ilmu yang hidup dan tumbuh di mana kebenaran dicapai secara individu dan melalui masyarakat matematis. Selanjutnya ia menyarankan agar: a pakar matematika mengembangkan pemahaman matematik yang dalam melalui latihan magang dalam masyarakat terutama untuk mahasiswa pascasarjana dan professional muda, b dalam standar pembelajaran untuk siswa menengah ke bawah siswa tidak didorong untuk magang seperti itu, oleh karena itu hendaknya siswa didorong untuk doing dan knowing mathematics. Mata pelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang memiliki tingkat kesukaran lebih tinggi dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Runtukahu dan Kandou 2014: 17 yang mengatakan bahwa belajar Matematika lebih abstrak jika dibandingkan dengan bidang lainnya yang diajarkan pada kelas-kelas yang sama di sekolah. Belajar matematika harus dengan pemahaman yang baik terhadap materi, sehingga peserta didik dapat memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan pembelajaran matematika dapat dilaksanakan dengan baik apabila guru telah menguasai konsep-konsep matematika. Konsep matematika dapat dikuasi oleh guru apabila guru tersebut menguasai hakikat matematika. Lerner dalam Runtukahu dan Kandou, 2014: 17 mengemukakan bahwa, “matematika adalah bahasa simbol yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI memungkinkan manusia berpikir dan mengomunikasikan berbagai gagasan tentang elemen dan berbagai hubungan kuantit atif”. Pendapat lain dikemukakan oleh Johnson dan Rising dalam Runtukahu dan Kandou, 2014: 28 yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol tentang berbagai gagasan dengan menggunakan istilah-istilah secara cermat, jelas, dan akurat. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan bahasa simbol yang digunakan untuk berkomunikasi tentang berbagai gagasan yang berhubungan dengan kuantitatif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu disiplin ilmu yang berhubungan dengan angka dan bilangan serta menggunakan simbol matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. 5. Materi Pembelajaran 1 Perkalian Konsep perkalian adalah penjumlahan berulang. Contoh: Toni, Andi dan Selvi mempunyai kelereng masing-masing sejumlah 4 butir. Total keseluruhan kelereng mereka jika dijumlahkan ada 12 butir. Kita dapat memperolehnya dengan cara menjumlahkan 4 + 4 + 4 =12. Penjumlahan itu disebut penjumlahan berulang. Penjumlahan bilangan 4 dilakukan 3 kali. Penjumlahan berulang dapat dinyatakan dalam bentuk perkalian yaitu 3 x 4. 2 Pembagian Konsep pembagian adalah pengurangan berulang. Contoh: Pak Bora membeli 12 potong nugget yang akan dijadikan bekal untuk 3 orang anaknya. Pak Bora meletakkan 4 potong nugget pada setiap bekal anak-anaknya agar jumlah yang didapat sama sama banyak. 12 - 4 - 4 - 4 = 0 Bentuk pengurangan di atas disebut pengurangan berulang. Pengurangan dengan 4 dilakukan sebanyak 3 kali. Jadi, 12 : 4 = 3. Pembagian dapat dinyatakan sebagai pengurangan berulang. 6. Model Pembelajaran Konstekstual a Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual Model Pembelajaran Kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari Tanirejo 2014:49. Contextual teaching and learning CTL atau disebut secara lengkap dengan sistem kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para peserta didik melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka Elaine, Johnson. 2006:31. Berdasarkan pengertian menurut para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa contextual teaching and learning adalah pembelajaran yang dapat mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan dunia nyata yang erat kaitannya dengan lingkungan disekitar siswa. b Komponen-komponen Model Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual memiliki lima strategi untuk mencapai kompetensi siswa secara maksimal, yaitu relating, eksperiencing, applying, cooperting, dan transfering dalam Hosnan, 2014:269. Selain itu menurut Trianto dalam Hosnan, 2014:270 dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh komponen utama, yakni kontruktivisme contructivism, bertanya questioning, inquiry Inquiry, masyarakat belajar community learning, pemodelan modelling, refleksi reflection, dan penilaian autentik authentic asessment . Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan sekitar siswa serta terdiri dari lima komponen pembangun yaitu relating, eksperiencing, applying, cooperting, dan transferring. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Penelitian yang Releven

Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Sarikarya pada materi satuan jarak dan kecepatan melalui model pembelajaran kontekstual.

5 32 344

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VB pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

0 7 291

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Tidar 1 dalam mata pelajaran Matematika melalui model pembelajaran kontekstual.

1 3 286

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas III C pada materi perkalian dan pembagian melalui model pembelajaran kontekstual di SD Negeri Perumnas Condong Catur.

0 0 288

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas III pada materi perkalian dan pembagian melalui pembelajaran Problem Based Learning SD Kanisius Klepu.

0 0 212

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Karangmloko 1 pada materi KPK dan FPB melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.

2 13 277

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

0 15 303

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika siswa kelas III pada materi operasi hitung campuran melalui model pembelajaran kontekstual SD Negeri Plaosan 1.

0 5 393

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas III SD Negeri Karangmloko 1 pada materi operasi hitung perkalian dan pembagian melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.

1 9 359

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas III A pada materi perkalian dan pembagian melalui pembelajaran PBL di SD Negeri Denggung.

0 1 232