Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

(1)

ABSTRAK

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendiskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran berjumlah 30 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika. Teknik pengumpulan data berupa wawancara tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data menggunakan kuantitaif.

Langkah-langkah pembelajaran kontekstual: relating, experiencing,

colaborating, applying, dan transferring. Hasil penelitian menunjukkan: siklus I

hasil belajar sebesar 75,30, siklus II meningkat menjadi 82,50, dan di akhir siklus meningkat menjadi 86,30. Pencapaian KKM mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 52,09% meningkat pada siklus I menjadi 63,60%, siklus II menjadi 76,60%, dan di akhir siklus meningkat sebesar 90%. Penigkatan nilai kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan 61,93 (tidak kritis) menjadi 80,58 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase jumlah siswa minimal cukup kritis meningkat dari kondisi awal 46,66% menjadi 86,66% pada kondisi akhir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas IV SD Kanisius Ganjuran.

Kata kunci: Kemampuan berpikir kritis, hasil belajar, KPK dan FPB, pembelajaran kontekstual.


(2)

ABSTRACT

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. The Improvement of Learning and Critical Thinking

Ability of Class IV in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In SD Kanisius Ganjuran. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma

University.

This research was based on the low result of learning and critical thinking ability on the KPK and FPB material IV of grade students SD Kanisius Ganjuran. This study aimed 1) describe the application the contextual learning to improvement of learning and math’s critical thinking, 2) knowed improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.

This research was Classroom Action Research. This research was with two cycles, each cycle consisted of two meetings. Subjects in this study were fourth grade student of SD Kanisius Ganjuran totaling 30 students. The object of this

research was the result of students’ learning and math’s critical thinking ability.

Data collection techniques such as tests and non-test. The research instrument used questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. Analysis of the data of this study used quantitative.

Contextual learning steps consist of relating, experiencing, colaborating, applying, and transferring. The research results showed: In 1st cycle the learning outcomes of 75,30, in 2nd cycle increased to 82,50 and the end of the cycle increased to 86,30. The KKM achievement obtained increased from initial condition of 52,09%, in 1st cycle increased to 63,60%, in 2nd cycle increased to 76,60%, and the end of the cycle increased to 90%. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial condition with value 61,93 (not critical) to 80.58 (critical) on the end condition. Completeness percentage increased from 46.66% on the initial conditions to 86,33% on the final conditions. It could be concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of IV grade students SD Kanisius Ganjuran.

Keywords: learning outcome, critical thinking ability, Least Common Multiple and Highest Common Factor, contextual learning.


(3)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV PADA MATERI KPK DAN

FPB MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SD KANISIUS GANJURAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Ag. Wulan Rosanti

NIM: 121134165

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan segala cinta dan syukur skripsi ini dipersembahkan kepada : Tuhan Yesus Sumber Kasih

Bapak dan Ibu tercinta berserta seluruh keluarga terkasih

Teman seperjuanganku dan teman baikku tersayang, yang tidak bisa aku sebutkan satu- persatu


(7)

MOTTO

“Karena itu Aku Berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan

kepadamu.” (Markus 11:24)

“Kesadaran akan kasih Allah merupakan sumber penghiburan dalam duka, sumber kedamaian hati, kebebasan batin dan kegembiraan hidup.”


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 April 2016 Yang menyatakan

Ag. Wulan Rosanti


(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Ag. Wulan Rosanti

Nomor Mahasiswa : 121134165

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV PADA MATERI KPK DAN FPB MELALUI

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL SD KANISIUS GANJURAN

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempubilkasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal 28 April 2016 Yang menyatakan,


(10)

ABSTRAK

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada materi KPK dan FPB siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendiskripsikan penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa 2) mengetahui peningkatan hasil belajar, dan 3) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran berjumlah 30 siswa. Objek penelitian ini adalah hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika. Teknik pengumpulan data berupa wawancara tes dan non tes. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis berupa soal uraian. Analisis data menggunakan kuantitaif.

Langkah-langkah pembelajaran kontekstual: relating, experiencing,

colaborating, applying, dan transferring. Hasil penelitian menunjukkan: siklus I

hasil belajar sebesar 75,30, siklus II meningkat menjadi 82,50, dan di akhir siklus meningkat menjadi 86,30. Pencapaian KKM mengalami peningkatan dari kondisi awal sebesar 52,09% meningkat pada siklus I menjadi 63,60%, siklus II menjadi 76,60%, dan di akhir siklus meningkat sebesar 90%. Penigkatan nilai kemampuan berpikir kritis hasil kuesioner meningkat dari kondisi awal dengan 61,93 (tidak kritis) menjadi 80,58 (kritis) pada kondisi akhir. Persentase jumlah siswa minimal cukup kritis meningkat dari kondisi awal 46,66% menjadi 86,66% pada kondisi akhir. Kesimpulan dari penelitian ini adalah melalui pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas IV SD Kanisius Ganjuran.

Kata kunci: Kemampuan berpikir kritis, hasil belajar, KPK dan FPB, pembelajaran kontekstual.


(11)

ABSTRACT

Rosanti, Ag. Wulan. 2016. The Improvement of Learning and Critical Thinking

Ability of Class IV in KPK and FPB Materials Through Contextual Learning In SD Kanisius Ganjuran. Thesis. Yogyakarta: Sanata Dharma

University.

This research was based on the low result of learning and critical thinking ability on the KPK and FPB material IV of grade students SD Kanisius Ganjuran. This study aimed 1) describe the application the contextual learning to improvement of learning and math’s critical thinking, 2) knowed improvement of learning outcomes, and 3) determine the improvement of students' critical thinking ability.

This research was Classroom Action Research. This research was with two cycles, each cycle consisted of two meetings. Subjects in this study were fourth grade student of SD Kanisius Ganjuran totaling 30 students. The object of this

research was the result of students’ learning and math’s critical thinking ability.

Data collection techniques such as tests and non-test. The research instrument used questionnaires, observation, interview and written test in the form of analysis questions. Analysis of the data of this study used quantitative.

Contextual learning steps consist of relating, experiencing, colaborating, applying, and transferring. The research results showed: In 1st cycle the learning outcomes of 75,30, in 2nd cycle increased to 82,50 and the end of the cycle increased to 86,30. The KKM achievement obtained increased from initial condition of 52,09%, in 1st cycle increased to 63,60%, in 2nd cycle increased to 76,60%, and the end of the cycle increased to 90%. Critical thinking ability questionnaire results increased from the initial condition with value 61,93 (not critical) to 80.58 (critical) on the end condition. Completeness percentage increased from 46.66% on the initial conditions to 86,33% on the final conditions. It could be concluded that contextual learning can improve learning outcomes and the ability to think critically of IV grade students SD Kanisius Ganjuran.

Keywords: learning outcome, critical thinking ability, Least Common Multiple and Highest Common Factor, contextual learning.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas berkat dan penyertaaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius

Ganjuran”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dalam prodram studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami banyak hambatan, dan kesulitan, namun berkat bimbingan , dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak, penulis mampu termotivasi untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku kaprodi PGSD Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S.,M.Pd. selaku sekretaris PGSD Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Wahyu Wido Sari, M.Biotech. selaku dosen pembimbing akademik, yang bersedia memberikan masukan, bimbingan serta arahan selama penulisan tugak akhir ini.

5. Bapak Paulus Wahana, M.Hum. selaku dosen pembimbing satu yang telah meluangkan waktu, memberikan perhatian, membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian.

6. Maria Agustina Amelia, S.Si., M.Pd. selaku dosen pembimbing dua yang selalu memberikan masukan, membantu dan mendorong penulis menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga akhir bimbingan.

7. Bapak Kepala SD Kanisius Ganjuran HY. Budi Santosa, S.Sos. yang telah memberikan ijin penelitian, Ibu Bhertiyanti, S.Pd selaku wali kelas IV


(13)

yang membantu memberikan masukan selama penelitian serta seluruh karyawan, guru dan murid-murid tercinta SD Kanisius Ganjuran.

8. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan Prodi PGSD Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing selama penulis belajar di kampus PGSD, USD.

9. Kedua orang tuaku Bapak Ax Bardono dan Ibu Christiana Yamtinah dan seluruh keluarga yang tak pernah bosan memberikan motivasi, doa, perhatian dan menjadi penyemangat selama perkuliahanku.

10.Teman-teman satu kelompok payung Tesa, Riza, Upik, Eva, Ambar, Yasinta, Asti, Husain, Ibnu, Ulil, Adit, Janu, Ardian, Faisal dan Frengki, yang berjuang bersama membantu dalam pelaksanaan ujian pendadaran, dari awal bimbingan hingga akhirnya perjuangan kita telah selesai.

11.Teman-teman angkatan 2012 PGSD yang selalu memberikan keceriaan dan tawa setiap harinya terima kasih atas kerja samanya selama kuliah ini. 12.Kampus PGSD, tempat menimba ilmu, banyak cerita suka-duka, yang

mampu mendewasakan penulis yang telah memberikan banyak kisah. 13.Semua pihak yang tidak dapat penilis sebutkan satu-persatu yang dengan

berbagai caranya telah membantu dalam proses belajar di PGSD, USD. Penulis menyadari masih banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritik yang membangun penulis di masa depan. Akhirnya semoga penulisan tugas akhir ini bermanfaat bagi siapa saja yang berkepentingan.

Yogyakarta, 28 April 2016 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMANPERSEMBAHAN ... iv

HALAMANMOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6


(15)

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kajian Teori ... 9

B. Penelitian yang relavan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Hipotesis Tindakan ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Setting Penelitian ... 41

C. Persiapan ... 42

D. Kegiatan Setiap Siklus ... 42

E. Teknik Pengumpulan data ... 50

F. Instrumen Penelitian ... 52

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 56

H. Teknik Analisis Data ... 60

I. Indikator Keberhasilan ... 68

J. Jadwal Penelitian ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

A. Hasil Penelitian ... 71

B. Pembahasan ... 112

BAB VPENUTUP ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Keterbatasan Penelitian ... 120

C. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis ... 16

Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Berpikir kritis ... 17

Tabel 3.1. Pedoman Wawancara Guru Mengenai Proses Pembelajaran ... 53

Tabel 3.2. Pedoman Wawancara Guru Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 53

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Kuisioner Kemampuan Berpikir Kritis ... 54

Tabel 3.4. Pedoman Penskoran... 54

Tabel 3.5. Pedoman Observasi Kemampuan Berpikir Kritis ... 55

Tabel 3.6. Kisi-kisi Soal Evaluasi ... 56

Tabel 3.7. Kriteria Validasi Instrumen ... 58

Tabel 3.8. Hasil Validasi Kemampuan Berpikir Kritis ... 58

Tabel 3.9. Hasil Validasi Evaluasi... 59

Tabel 3.10. Hasil Validasi Silabus... 59

Tabel 3.11. Hasil Validasi RPP ... 60

Tabel 3.12. Hasil Validasi LKS ... 60

Tabel 3.13. PAP tipe 1 ... 62

Tabel 3.14. Kriteria Indikator 1 ... 64

Tabel 3.15. Kriteria Indikator 2 ... 64

Tabel 3.16. Kriteria Indikator 3 ... 65

Tabel 3.17. Kriteria Indikator 4 ... 65

Tabel 3.18. Kriteria Indikator 5 ... 65

Tabel 3.19. Kriteria Indikator 6 ... 66

Tabel 3.20. Kriteria Rata-Rata Kuesioner Secara Keseluruhan ... 66


(17)

Tabel 3.22. Indikator Keberhasilan Hasil Belajar ... 68

Tabel 3.23. Indikator Keberhasilan Kemampuan Berpikir Kritis Keseluruhan 69 Tabel 4.1. Kondisi Awal Nilai Ulangan Matematika Siswa... 71

Tabel 4.2. Skor Kondisi Awal Indikator 1 Setiap Siswa ... 72

Tabel 4.3. Skor Kondisi Awal Indikator 2 Setiap Siswa ... 73

Tabel 4.4. Skor Kondisi Awal Indikator 3 Setiap Siswa ... 75

Tabel 4.5. Skor Kondisi Awal Indikator 4 Setiap Siswa ... 76

Tabel 4.6. Skor Kondisi Awal Indikator 5 Setiap Siswa ... 77

Tabel 4.7. Skor Kondisi Awal Indikator 6 Setiap Siswa ... 77

Tabel 4.8. Skor Kondisi Awal keseluruhan Indikator ... 79

Tabel 4.9. Hasil Kuisioner Kondisi Awal Kemampuan Berpikir Kritis ... 80

Tabel 4.10. Hasil Evaluasi Siklus 1 ... 85

Tabel 4.11. Hasil Observasi Siklus 1 Kemampuan Berpikir Kritis ... 86

Tabel 4.12. Hasil Observasi Siklus 1 Secara Keseluruhan ... 87

Tabel 4.13. Hasil Evaluasi Siklus 2 ... 94

Tabel 4.14. Hasil Evaluasi Akhir Siklus... 94

Tabel 4.15. Hasil Observasi Siklus 2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 95

Tabel 4.16. Hasil Observasi Siklus 2 Secara Keseluruhan ... 96

Tabel 4.17. Skor Kondisi Akhir Indikator 1 Setiap Siswa ... 97

Tabel 4.18. Skor Kondisi Akhir Indikator 2 Setiap Siswa ... 98

Tabel 4.19. Skor Kondisi Akhir Indikator 3 Setiap Siswa ... 99

Tabel 4.20. Skor Kondisi Akhir Indikator 4 Setiap Siswa ... 100

Tabel 4.21. Skor Kondisi Akhir Indikator 5 Setiap Siswa ... 101


(18)

Tabel 4.23. Skor Kondisi Keseluruhan ... 103

Tabel 4.24. Hasil Kuisioner Kondisi Akhir Kemampuan Berpikir Kritis ... 103

Tabel 4.25. Perbandingan Target Pencapaian Penelitian ... 114

Tabel 4.26. Perbandingan Target Nilai Kuisioner ... 115

Tabel 4.27. Perbandingan Target Pencapaian Hasil Kuisioner ... 116


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Rata-rata Hasil Belajar ………...….108

Gambar 4.2 Presentase Ketuntasan Hasil Belajar ………...108

Gambar 4.3 Nilai Rata-rata Kuisioner Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa………...109 Gambar 4.4 Prensentase Jumlah Siswa yang Kritis……….110

Gambar 4.5 Rata-rata hasil Observasi Kemampuan


(20)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Penelitian-penelitian yang Relevan………...35


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Penelitian... 124

Lampiran 2 Surat Telah Melakukan Penelitian... 125

Lampiran 3 Silabus... 122

Lampiran 4 RPP... 137

Lampiran 5 Soal Evaluasi... 197

Lampiran 6 Hasil Pekerjaan Siswa ... 212

Lampiran 7 Nilai Evaluasi 1... 224

Lampiran 8 Nilai Evaluasi 2... 225

Lampiran 9 Nilai Evaluasi 3... 226

Lampiran 10 Data Kondisi Awal... 227

Lampiran 11 Validasi Perangkat Pembelajaran... 229

Lampiran 12 Validasi Evaluasi... 247

Lampiran 13 Kisi-Kisi Kuesioner... 259

Lampiran 14 Kuesioner... 261

Lampiran 15 Validasi Kuesioner... 263

Lampiran 16 Kondisi Awal Kemampuan Berpikir Kritis... 272

Lampiran 17 Kondisi Akhir Kemampuan Berpikir Kritis... 274

Lampiran 18 Pedoman Observasi... 276

Lampiran 19 Hasil Observasi... 277

Lampiran 20 Pedoman Wawancara Kemampuan Berpikir Kritis... 279

Lampiran 21 Pedoman Wawancara Proses... 280

Lampiran 22 Foto Kegiatan... 281


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A.Latar Belakang Masalah

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar memiliki tujuan khusus yaitu untuk meningkatkan keterampilan berhitung sebagai alat bantu dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2007). Matematika tidak hanya mengembangkan kemampuan berhitung siswa, melainkan kemampuan untuk berfikir secara logis. Siswa dapat mempelajari konsep-konsep sederhana hingga konsep-konsep yang kompleks melalui mata pelajaran matematika. Penguasaan keterampilan dan konsep yang dimiliki oleh siswa dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika maupun bidang ilmu yang lain sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya (Susanto, 2013).

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari (Susanto, 2013: 185). Seperti yang disebutkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006), tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mencapai kompetensi matematika, diantaranya kemampuan berpikir kritis. Sekolah menjadi sarana yang sangat berperan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Proses pembelajaran


(23)

matematika di kelas hendaknya berpusat kepada siswa dan menghadapkan pada kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, dengan demikian siswa akan terbantu dalam mempelajari materi mata pelajaran matematika selain itu pembelajaran seperti ini dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif yang dapat membantu siswa menuju jenjang pendidikan selanjutnya.

Pembelajaran matematika dengan menghadapkan pada kenyataan kehidupan sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis dan pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari siswa, akan menuntut siswa untuk berpikir kritis dalam penyelesaian masalah, menurut Angelo (dalam Achmad, 2007) berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Jadi merupakan sebuah proses terarah yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis penting dikembangkan dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah.

Namun dalam kenyataannya, ketika peneliti melakukan wawancara dan observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dalam pembelajaran matematika siswa tidak dihadapkan dengan realita kehidupan sehari-hari yang memuat permasalahan matematika, dalam pembelajaran matematika masih berpusat dari guru, yaitu menggunakan metode ceramah dan hafalan rumus,


(24)

pebelajaran dengan menekankan pada pemberian materi secara langsung, pada umumnya, guru menggunakan metode konvensional dalam membelajarkan siswa. Akibat dari tidak dilatihnya kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan yang berkaitan dengan matematika maka kemampuan berpikir kritis siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan menjadi tidak berkembang.

Berdasarkan Wawancara yang dilakukan di kelas IV SD Kanisius Ganjuran pada tanggal 5 Agustus 2015, Kriteria Ketuntutasan Minimal pada mata pelajaran matematika di SDK Ganjuran adalah 70. Siswa yang belum mencapai KKM pada materi KPK dan FPB rata-rata ada 53% pada tahun ajaran 2014/2015. KKM di SDK Ganjuran pada tahun ini adalah 70. Ketika peneliti melakukan wawancara dan observasi pembelajaran guru kelas IV SD Kanisius Ganjuran dengan menggunakan indikator berpikir kritis siswa masih rendah. Keenam indikator yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis argumen, mampu bertanya, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, membuat kesimpulan, keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan. Indikator pertama yaitu menganalisis argumen ketika pembelajaran tidak terlihat karena guru yang menjadi sumber pengetahuan bagi siswa. Indikator kedua dan ketiga yaitu mampu bertanya dan menjawab pertanyaan kurang dari 50% siswa dari 30. Indikator keempat yaitu memecahkan masalah juga tidak terlihat karena guru hanya menjelaskan dan siswa langsung mengerjakan sebuah lembar kerja. Indikator kelima yaitu membuat kesimpulan sudah terlihat ketika guru bertanya pada akhir pembelajaran, namun hanya beberapa siswa yang aktif. Indikator


(25)

terakhir, yaitu keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil pengamatan siswa terlihat tidak mengevaluasi dan menilai kembali hasil pekerjannya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV masih rendah. Hal ini disebabkan guru jarang menerapkan metode kontekstual dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran inovatif dan media pembelajaran sangat penting digunakan karena matematika mempunyai objek kajian yang dianggap abstrak sedangkan siswa usia SD menurut Piaget berada pada tahap operasi konkrit. Pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis matematika salah satunya dengan menggunakan pendekatan kontekstual atau

Contextual Teaching and Learning (CTL). Pembelajaran konstektual merupakan

konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari hari (Hosnan, 2014: 267). Siswa sebaiknya dihadapkan pada realitas atau pengalaman yang ada pada dirinya. Permasalahan mengenai matematika pada kehidupan sehari-hari juga dapat dihadirkan sehingga nantinya siswa dapat menerapkan pemecahannya tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti merencanakan suatu penelitian tindakan kelas berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV Pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran”


(26)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran semester genap tahun ajaran 2015/2016 dengan Kompetensi Dasar (KD) “2.3 Menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dan faktor persekutuan terbesar (FPB) dan 2.4

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB”. Model yang digunakan dalam pembelajaran adalah Cooperative Teaching and Learning atau pembelajaran kontekstual.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kontekstual untuk dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran?

2. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran?

3. Apakah melalui model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:


(27)

1. Mengetahui penerapan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran.

2. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada materi KPK dan FPB kelas IV SD Kanisius Ganjuran melalui model pembelajaran kontekstual.

3. Meningkatkan dan mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi KPK dan FPB kelas IV SD Kanisius Ganjuran melalui model pembelajaran kontekstual.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan, maka hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pada dunia pendidikan. Manfaat penelitian ini ada 2 yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dalam penggunaan inovatif pembelajaran, yaitu model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran di sekolah.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti:

1. Memberikan wawasan mengenai inovatif pembelajaran yaitu salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual yang nantinya dapat diterapkan ketika mengajar.


(28)

2. Memberikan pengetahuan mengenai cara meingkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Penelitian ini merupakan cara peneliti untuk belajar, berlatih, dan mengembangkan model pembelajaran kontekstual dengan menerapkan pengetahuan peneliti selama melakukan penelitian. b. Bagi siswa:

1. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika pembelajaran. 2. Meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa.

c. Bagi Guru:

Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual ini diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi guru untuk menaikkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika.

F. Defenisi Operasional

1. Hasil belajar adalah tingkat pernyataan yang dicapai siswa dalam mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan, hasil belajar siswa yaitu aspek kognitif.

2. Berpikir kritis adalah proses berpikir melalui beberapa tahapan atau proses untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian, yaitu tahapan menganalisis argumen, mampu bertanya, menjawab pertanyaan, memecahkan masalah, membuat kesimpulan, keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.


(29)

3. Matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi, dan memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari

4. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) adalah kumpulan bilangan yang sama dan terkecil yang merupakan kelipatan dari dua buah bilangan atau lebih.

5. Faktor Persektuan Terbesar (FPB) adalah faktor-faktor atau angka pembagi yang paling besar dari beberapa bilangan.

6. Model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka, dengan langkah-langkah: relating, experiencing, colaborating,


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab inimembahas mengenai mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Kajian Teori 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar dalam pengertian umum dan sederhana, diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan Gredler (dalam Aunurrahman, 2012). Senada dengan itu Pendapat lain mengatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Abdilah (dalam Aunurrahman, 2012). Pengertian tersebut senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh Sumadi (dalam Khodijah, 2002) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang memiliki 3 ciri yaitu: (1) Proses tersebut membawa perubahan (baik aktual maupun potensial), (2) Perubahan pokoknya adalah didapatkan kecakapan baru dan, (3) Perubahan itu terjadi karena usaha (disengaja). Pendapat ini menekankan pada hasil belajar berupa perubahan pada diri seseorang. Pendapat yang mendukung


(31)

pendapat tersebut adalah yang diungkapkan Slameto (2002:2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dan lingkunganya. Pendapat lain yang mendukung adalah seperti yang diungkapkan oleh, Heri Rahyubi (2014: 6) bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan dan pengalamanya. Anisah (2011: 12) juga mengungkapkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkunganya.

Pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar memiliki arti kegiatan perubahan yang disengaja untuk memperoleh pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan, maupun dalam perilaku.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Kegiatan belajar mengajar di sekolah berorientasi pada pencapaian hasil belajar akademik siswa. Surya (2003: 16) berpendapat bahwa hasil belajar ialah perubahan perilaku individu, individu memperoleh perilaku yang baru, positif dan disadari, perilaku tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan motorik. Senada dengan itu Khodijah (2014: 187) mengatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat pernyataan yang dicapai siswa dalam mengikuti program pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang


(32)

ditetapkan, hasil belajar siswa mencakup tiga aspek yaitu; aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotarik.

1) Aspek Kognitif

Evaluasi aspek kognitif, mengukur pemahaman konsep yang terkait dengan percobaan yang dilakukan untuk aspek pengetahuan evaluasi dapat dilakukan melalui tes tertulis yang relevan dengan materi pokok tersebut. Aspek kognitif dapat berupa pengetahuan dan keterampilan intelektual yang meliputi: pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi.

2) Aspek Afektif

Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Evaluasi aspek afektif dalam hal ini digunakan untuk penilaian kecakapan hidup meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikirrasional, kecakapan sosial, dan kecakapan akademis. Aspek ini belum ada patokan yang pasti dalam penilaiannya.

3) Aspek Psikomotorik

Pengukuran keberhasilan pada aspek psikomotor ditunjukkan pada keterampilan dalam merangkai alat keterampilan kerja dan ketelitian dalam mendapatkan hasil. Evaluasi dari aspek keterampilan yang dimiliki oleh siswa bertujuan untukmengukur sejauh mana siswa menguasai teknik praktikum. Aspek ini menitik beratkan pada unjuk kerja siswa.


(33)

Dari beberapa definisi yang diungkapkan, hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dalam individu akibat dari usaha yang dilakukan atau interaksi individu dengan lingkungannya. Hasil individu dapat dilihat dari hasil evaluasi yang dilakukan secara bertahap selama proses belajar mengajar itu berlangsung. Evaluasi dapat dilakukan pada awal pelajaran, selama pelajaran berlangsung atau pada akhir pelajaran.

3. Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir Kritis

Richard W. Paul yang dikutip oleh Kasdin dan Febiana (2012: 5)

“Berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami mengaplikasikan, menganalisis, mensintesakan dan mengevaluasi berbagai informasi yang dia kumpulkan atau yang dia ambil dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang

dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannya”. Jadi,

seseorang yang berpikir kritis akan selalu aktif dalam memahami dan menganalisis semua informasi yang ia dapatkan.

Menurut Johnson (2007: 183) berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Sedangkan menurut Ennis berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif dan fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan (dalam Wowo


(34)

Sunaryo, 2011: 19). Jadi dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah kegiatan tingkat tinggi dengan mengenal dan memecahkan masalah yang kemudian dapat mengambil suatu keputusan, menganalisis informasi yang didapatkan, dan dapat membuat suatu kesimpulan dari penelitiannya.

Selanjutnya Anggelo (dalam Achmad, 2007) juga menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Jadi merupakan sebuah proses terarah yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah.

Dari beberapa pendapat tersebut terdapat kesamaan dalam hal sistematika berpikir, yaitu berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan atau proses untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian, yaitu tahapan menganalis, mensintesis, mengenal dan memecahkan masalah, menyimpulkan dan mengevaluasi.

b. Indikator Berpikir Kritis

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan, terdapat beberapa kegiatan yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Anggelo (dalam Achmad, 2007) mengidentifikaasi lima indikator yang sistematis dalam berpikir kritis, yaitu:


(35)

1. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur kedalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir kritis, diantaranya: memerinci, menyusun diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, dan membagi. 2. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadankan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir sintesis, diantaranya: mengategorikan, mengombinasikan, mengarang, menciptakan, menjelaskan, mengorganisasikan, menyusun, menghubungkan, merevisi, menuliskan kembali dan menceritakan. 3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah

Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini


(36)

adalah agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan mengenal dan memecahkan masalah diantaranya : mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan dan menggunakan.

4. Keterampilan Menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami bebagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru, yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. Kemampuan menyimpulkan adalah: menjelaskan, memerinci, menghubungkan, mengategorikan, memisah dan menceritakan.

5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada.. Dalam taksonomi Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.


(37)

Wowo (2012: 198) menjelaskan berpikir kritis menjadi beberapa indikator: 1) mengidentifikasi masalah, pertanyaan, dan kesimpulan, 2) menganalisis argumen, 3) bertanya dan menjawab pertanyaan, 4) mengidentifikasi keputusan dan menangani sesuai alasan, 5) mengamati dan menilai laporan observasi, 6) menyimpulkan dan menilai keputusan, 7) mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan keraguan yang mengganggu pemikiran, dan 8) mengintegrasikan kemampuan lain dalam membuat dan mempertahankan keputusan.

Menurut Ennis (dalam Riyadi, 2008: 21) terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Kemudian 12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilanberpikir kritis Sub Keterampilan berpikir kritis

Memberikan penjelasan

sederhana (elementary

clarification)

1. Memfokuskan pertanyaan. 2. Menganalisis argumen

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

Membangun Keterampilan dasar (basic support).

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatusumber. 5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

Menyimpulkan (inference) 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi. 8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan. Membuat penjelasan lebih

lanjut(advancedclarification)

9. Mendefinisikan istilah, mempertimbangkan definisi 10. Mengidentifikasi asumsi.

Strategi dantaktik (strategies and tactics).

11. Memutuskan suatu tindakan. 12. Berinteraksi dengan orang lain


(38)

Berdasarkan indikator dari tiga ahli, peneliti menuliskan ke dalam tabel untuk melihat kesamaan yang diambil sebagai indikator penelitian.

Tabel 2.2Indikator Keterampilan Berpikir kritis

Angelo Wowo Ennis

Keterampilan menganalisis Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan.

Memfokuskan pertanyaan.

Keterampilan mensintesis Menganalisis argumen Menganalisis argumen Keterampilan mengenal dan

memecahkan masalah

Bertanya dan menjawab

pertanyaan klarifikasi atau tantangan.

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang Keterampilan menyimpulkan Mengidentifikasi istilah keputusan

dan menangani sesuai alasan.

Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber.

Keterampilan mengevaluasi dan menilai

Mengamati dan menilai laporan observasi.

Mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi (ikut terlibat dalam menyimpulkan)

Menyimpulkan dan menilai keputusan.

Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang mengganggu pemikiran (berpikir yang disangka benar).

Membuat induksi dan mempertimbangkan induksi.

Mengintegrasikan kemampuan lain dan disposisi dalam membuat dan mempertahankan keputusan.

Membuat dan

mempertimbangkan nilai keputusan.

Mendefinisikan

istilah,mempertimbangkan definisi

Mengidentifikasi asumsi. Memutuskan suatu tindakan (mendefinisikan masalah) Berinteraksi dengan orang lain

Berdasarkan pendapat dari tiga ahli, peneliti menggunakan 6 indikator sebagai fokus penelitian, yaitu: (1) menganalisis argumen, (2) mampu bertanya, (3) mampu menjawab pertanyaan, (4) memecahkan masalah, (5) membuat kesimpulan, (6) keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.


(39)

4. Matematika

a. Pengertian Matematika

Johnson dan Rising dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4), mengemukakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan pembuktian yang logis. Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol. Matematika berdasarkan pendapat Susanto (2013: 185) adalah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.

Menurut James dalam Suwangsih dan Tiurlina (2006: 4), matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Berdasarkan pengertian, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pola pikir ilmu tentang konsep penalaran yang berkaitan dengan bilangan, ruang, dan bentuk yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang menghadirkan kenyataan dan berhubungan secara nyata antara satu dengan yang lainnya.


(40)

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika memiliki ciri-ciri secara umum. Menurut Suwangsih (2006: 25) ciri-ciri pembelajaran matematika di SD yaitu: 1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral

Pendekatan spiral merupakan suatu topik matematika selalu dikaitkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya digunakan untuk memahami topik baru dalam matematika, sedangkan topik baru merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya.

2. Pembelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu mulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit.

3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

Materi yang dipelajari dimulai dengan mengenalkan contoh-contoh yang konkret sehingga siswa dapat memahami konsep dalam materi. 4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran tidak ada pertentangan antara kebenaran satu dengan kebenaran yang lainnya. 5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pembelajaran matematika secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Dalam pembelajaran bermakna siswa mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan konsep pada situasi baru.


(41)

c. Langkah Pembelajaran Matematika

Guru sebaiknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai denganm kurikulum dan pola pikir siswa. Sehingga siswa terampil menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda dan tidak semua siswa senang terhadap pelajaran matematika. Heruman (2007: 2), membagi konsep-konsep pada kurikulum matematika SD menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) Penanaman Konsep Dasar

Pemahaman Konsep Dasar adalah pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak.

2) Pemahaman Konsep

Pemahaman Konsep adalah pembelajaran lanjutan yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Kelanjutan pembelajaran dapat terjadi dalam satu pertemuan yang sama atau pada pertemuan yang berbeda.

3) Pembinaan Keterampilan

Pembinaan Keterampilan adalah pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep, dan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan konsep matematika.


(42)

Dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran matematika di kelas, menghadapkan pada kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang menghadirkan masalah matematis yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah.

5. Materi KPK dan FPB

a. Menentukan Kelipatan Suatu Bilangan

Bilangan loncat 2 yang ditunjukkan tanda panah pada garis bilangan adalah 2, 4, 6, 8, 10, dan seterusnya

Bilangan-bilangan tersebut diperoleh dengan menambahkan 2 dari bilangan sebelumnya atau mengalikan 2 dengan bilangan 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. Bilangan-bilangan ini disebut bilangan kelipatan 2.

b. Kelipatan Persekutuan Dua Bilangan

Mari kita perhatikan garis bilangan di bawah ini.

Bilangan-bilangan kelipatan 2 adalah

2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, …

Bilangan-bilangan kelipatan 3 adalah

3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, …

Bilangan-bilangan yang sama kelipatan kedua adalah 6, 12, 18, 24, … Bilangan 6, 12, 18, 24, … disebut kelipatan persekutuan dari 2 dan 3.


(43)

c. Menentukan Faktor Suatu Bilangan

Adalah hubungan operasi perkalian dan pembagian. 6 : 1 = 6 6 : 2 = 3 6 : 3 = 2 6 : 6 = 1

Bilangan 6 habis dibagi oleh bilangan-bilangan 1, 2, 3, dan 6, cara lain, sebagai berikut: 6 = 1 × 6, 6 = 2 × 3, 6 = 3 × 2, 6 = 6 × 1

Dapat juga dituliskan dalam petak perkalian di bawah ini.

6

1 2 3 6

6 3 2 1

Bilangan-bilangan 1, 2, 3, dan 6 disebut faktor dari bilangan 6. Faktor adalah pembagi dari suatu bilangan, yaitu bilangan bilangan yang membagi habis bilangan tersebut.

d. Faktor Persekutuan Dua Bilangan

Faktor persekutuan dari dua bilangan adalah faktor-faktor dari dua

bilangan tersebut yang bernilai sama. Contoh: Faktor dari 6 adalah 1, 2, 3, 6

Faktor dari 8 adalah 1, 2, 4, 8

Jadi, faktor persekutuan dari 6 dan 8 adalah 1 dan 2

e. Bilangan Prima

Bilangan prima adalah suatu bilangan yang hanya memiliki dua faktor perkalian, yaitu bilangan 1 dan bilangan itu sendiri.

f. Menentukan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK)

Kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari dua bilangan adalah


(44)

Cara 1 : dengan kelipatan persekutuan :

Kelipatan 4 adalah 4, 8, 12 , 16, 20, 24 , 28, 32, 36 , 40, 48 …

Kelipatan 6 adalah 6, 12 , 18, 24 , 30, 36 , 42, 48 , 54, 60, …

Kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 adalah 12, 24, 36, 48, …

Kelipatan persekutuan dari 4 dan 6 yang paling kecil disebut KPK, Jadi, diperoleh KPK dari 4 dan 6 adalah 12.

Cara 2 : dengan faktorisasi prima :

Langkah 1 : menentukan faktorisasi prima dengan pohon faktor 4 6

4 = 2 x 2 = 22 6 = 2 x 3 = 21 x 1

Langkah 2 : Mengalihkan semua faktornya dan jika ada yang sama dipilih pangkat yang terbesar.

KPK dari 4 dan 6 adalah 4 = 2 x 2 = 22 6 = 2 x 3 KPK = 22 x 3 = 4 x 3 = 12

g. Menentukan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari dua bilangan adalah faktor

persekutuan bilangan bilangan tersebut yang nilainya paling besar. Cara 1 : dengan faktor persekutuan :

Faktor dari 24 = 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24 Faktor dari 30 = 1, 2, 3, 5, 6, 10, 15, 30

Faktor persekutuan 24 dan 30 = 1, 2, 3, 6 FPB dari 24 dan 30 = 6 Cara 2 : dengan faktorisasi prima :

Langkah 1 : menentukan faktorisasi prima dengan pohon faktor


(45)

24 30

24 = 23 x 3 30 = 2 x 3 x 5

Langkah 2 : Mengalihkan faktor – faktor yang sama dengan pangkat yang paling kecil.

24 = 23 x 31

30 = 21 x 31 x 5 FPB dari 24 dan 30 = 2 x 3 = 6

h. Menyelesaikan Masalah Berkaitan dengan KPK

Permasalahan yang berkaitan dengan KPK sering kita jumpai dalam kehidupan sehari. Contoh permasalahan: Lita pergi ke salon rambut setiap 30 hari sekal, Putri pergi ke salon rambut yang sama setiap 18 hari sekali. Setiap berapa hari sekali Lita dan Putri pergi ke salon bersama?

Permasalahan di atas adalah menentukan bilangan terkecil yang merupakan kelipatan dari 30 dan 18, yaitu mencari KPK dari 30 dan 18. KPK dari 30 dan 18 dapat dicari dengan menggunakan faktorisasi prima. Untuk mencari KPK caranya adalah sebagai berikut.

1. Tentukan faktorisasi prima dari bilangan-bilangan yang akan dicari KPK-nya.

2. Kalikan semua faktor prima bilangan-bilangan. Jika ada faktor prima yang sama, pilihlah faktor prima dengan pangkat terbesar.

Perhatikan bilangan 30 dan 18. Faktorisasi prima dari 30 = 2 × 3 × 5

2 12 2 15

6 3 5

2


(46)

Faktorisasi prima dari 18 = 2 × 32 KPK dari 30 dan 18 = 2 × 32 × 5 = 9

Jadi, Lita dan Putri pergi ke salon bersama-sama setiap 90 hari sekali.

i. Menyelesaikan Masalah Berkaitan dengan FPB

Perhatikan permasalahan berikut: Ibu akan mengemas 90 mi instan dan 48 biskuit ke dalam beberapa kantung plastik. Berapa banyak kantong plastik yang Ibu butuhkan agar mie instan dan biskuit tersebut dapat dikemas dalam beberapa kantong plastik dengan isi sama banyak untuk setiap kantong plastik? Permasalahan di atas dapat diselesaikan dengan mencari bilangan terbesar yang dapat membagi bilangan 90 dan 48, yaitu mencari faktor persekutuan terbesar (FPB) dari 90 dan 48. Faktorisasi prima dari 90 = 2 × 32 × 5

Faktorisasi prima dari 48 = 24 × 3 FPB dari 90 dan 48 = 2 × 3 = 6

Jadi, kantong plastik yang dibutuhkan Ibu adalah 6 kantong plastik.

6. Model Pembelajaran Kontekstual

a. Pengertian Constextual Teaching and Learning (CTL)

Kata contextual berasal dari kata contex, yang berarti “hubungan,

konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian, contextual diartikan “yang berhubungan dengan suatu korteks”. Sehingga, Contextual

Teaching and Learning (CTL) diartikan sebagai suatu pembelajaran yang


(47)

Model Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Nurhadi (dalam Rusman, 2012: 78) menyebutkan model pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyrakat dalam kehidupan sehari hari.

Chaedar (2002: 68) berpendapat pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, siswa melihat makna dalam tugas sekolah, ketika para siswa menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka aktif memilih, menyusun, mengatur, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dalam situasi kehidupan, dan dengan cara ini mereka menemukan makna.

Sesuai beberapa pendapat, model pembelajaran kontekstual dapat disimpulkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan


(48)

merupakan pembelajaran dengan transfer pengetahuan dengan mengaitkan pemahaman dari anak melalui kehidupan nyata dengan materi pembelajaran, model pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk berpikir aktif dalam menemukan makna pempelajaran dengan mengaikan materi dengan apa yang telah diketahui siswa.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual

Menurut Johnson (dalam Hosnan, 2014: 277), terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual yaitu: Melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, mengasuh atau memelihara pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian yang sebenarnya.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL, menurut Priyatni (dalam Hosnan, 2014: 278), memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning

in real life setting).

2. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning). 3. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman


(49)

4. Pembelajaran melalui kerja kelompok (leraning in a gruop).

5. Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (leraning to knot each other

deeply.)

6. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (leraning to ask, to inqiry, to work together).

7. Pembelajaran dilaksanakan dengan cara menyenangkan (leraning as

an enjoy activity).

c. Penerapan Pembelajaran Konstekstual di kelas

Proses pembelajaran kontekstual memungkinkan terjadinya tujuh komponen dalam pembelajaran konterkstual (Hosnan, 2014: 269), yakni: 1. Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun

pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam kontruktivisme ada hal-hal sebagai berikut : 1) Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuanya, 2) Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengontrusi pengetahuan, bukan menerima pengetahuan. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan baru, 3) Belajar adalah proses aktif mengontruksi pengetahuan dari pengalaman alami, untuk mencari makna.

2. Menemukan (Inquiry) adalah proses bembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.


(50)

Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan mengemukakan, apapun materi diajrkanya. Siklus inquiry sebagai berikut, observasi, bertanya, mengajukan dungaan, pengumpulan data, dan penyimpulan. Langkah-langkah dalam inquiry adalah, merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan, dan menyimpulkan hasil karya.

3. Bertanya (Questioning), ada 6 keterampilan bertanya dalam kegiatan pembelajaran, yakni pertanyan jelas dan singkat, memberi acuan, memusatkan perhatian, memberi giliran dan menyebarkan pertanyaan, pemberin kesempatan berpikir dan pemberian tuntunan. Dalam pembelajaran melalui CTL, guru menyampaikan informasi dengan memancing agar siswa menemukan sendiri. Peran bertanya sangan penting, sebab melaui pertanyaan, guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperoleh dari

“sharing” antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu ke yang

belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.


(51)

Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul.

5. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan lomba pidato, siswa itu dapat ditunjuk untuk

mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan

sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai

“standar” kompetensi yang harus dicapainya. 6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Refleksi merupakan cara berpikir tentang yang baru dipelajari dan yang sudah dilakukan di masa lalu.


(52)

7. Penilaian Nyata (Authentic Assesment)

Menilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Berlangsung selama proses pembelajaran secara terintegrasi, yang dilakukan melalui berbagai cara (tes, dan nontes), dengan brntuk alternative kinerja, observasi, portofolio, dan jurnal.

Trianto (dalam Hosnan, 2014: 270) mengemukakan langkah-langkah untuk menerapkan ketujuh komponen CTL sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran anak bahwa anak akan belajar lebih

bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok). 5. Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran.

6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Hamdayama (2014: 51) proses pembelajaran kontekstual terdiri dari delapan tahapan atau langkah sebagai berikut:

1. Membangun hubungan yang bermakna (Relating); Siswa menghubungkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri, kejadian dirumah, media massa, atau yang lainnya, sehingga siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna.


(53)

2. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing); langkah guru dalam mengaitkan meteri dengan konteks kehidupan siswa, diantaranya, (a) mengkaitkan pelajaran dengan sumber yang berhubungan dengan kehidupan siswa, (b) menggunakan sumber dari bidang lain, (c) mengkaitkan berbagai pelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran, dan (d) belajar melalui kegiatan sosial. 3. Belajar secara mandiri; setiap anak memiliki kemampuan yang

berbeda, sehingga siswa diberi kesempatan untuk belajar mandiri sesuai dengan kondisi siswa masing-masing.

4. Kolaborasi (collaborating); mendorong siswa untuk berkerjasama dengan teman atau didalam kelompok.

5. Berpikir kritis dan kreatif (applaying); mendorong siswa agar bisa berpikir kritis dan kreatif serta menerapkan dalam dunia nyata siswa. 6. Mengembangkan potensi individu (transfering); memberikan

kesempatan siswa untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. 7. Standar pencapaian yang tinggi; dengan standar pencapaian yang

tinggi, maka akan memacu siswa untuk berusaha lebih baik.

8. Asesmen autentik; pencapaian hasil belajar diukur dengan asesmen autentik yang menyediakan informasi mengenai kualitas pendidikan.

Dari kedelapan tahapan tersebut peneliti memilih 5 tahapan yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu: relating,


(54)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian Pertama dilakukan oleh Husen Windayana (2007) melalui penelitian yang berjudul Pembelajaran Matematika Realistik dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Kreatif, dan Kritis, Serta Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. bertujuan meningkatkan kemampuan berpikir logis, berpikir kreatif, berpikir kritis, dan komunikasi matematik siswa sekolah dasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari indicator menganalisis permasalahan, memecahkan permasalahan, dan membandingkan. Misalnya siswa mampu menganalisis dan memecahkan permasalahan. Siswa mampu menunjukkan kemampuannya dalam menganalisis permasalahan, memecahkan permasalahan, dan membandingkan.

Penelitian kedua dilakukan oleh Siti Lestari (2009/2010) melalui penelitian yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual pada siswa Kelas II SD Negeri II Bubakan Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika dengan Pendekatan Kontekstual pada siswa kelas II SD Negeri III Bubakan, mendiskripsikan kendala-kendala yang dihadapi guru dalam penerapan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatan hasil belajar matematika pada siswa kelas SD Negeri III Bubakan II, memaparkan cara mengatasi kendala-kendala penerapan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatan hasil belajar matematika pada siswa kelas II SD Negeri III Bubakan.


(55)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri III Bubakan pada materi perkalian hasil belajarnya meningkat. Dengan data: tes awal sebesar 58, 63, siklus I, 77,72 dan pada siklus II, naik 94,54. Siswa tuntas belajar (nilai ketuntasan 65) pada tes awal sebesar 36,37%, tes siklus I, 77,26%, tes siklus II, 100%, secara keseluruhan meningkat hasil belajarnya bila dilihat dari presentase ketuntasan siswa, yaitu pada tes siklus II semua siswa sudah mencapai ketuntasan. Penelitian ketiga dilakukan oleh Mardiani Sukri (2014) melalui penelitian yang berjudul Penerapan Contextual Teaching Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan di Kelas V SDN Inpres Balaroa Palu.Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi penerapan contextual teaching learning (CTL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita penjumlahan dan pengurangan pecahan di Kelas V SDN Inpres Balaroa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator keberhasilan tindakan belum tercapai. Hal ini disebabkan karena sebagaian besar siswa tidak tuntas saat ujian pada siklus I. olehnya itu, peneliti melaksanakan siklus II dengan materi yang berbeda dan untuk memperbaiki hal-hal yang masih kurang pada siklus I. Hasil belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa mendapatkan nilai yang memuaskan yaitu, lebih dari atau sama dengan 80. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat menyelesaikan soal cerita, sehingga indikator keberhasilan tindakan telah tercapai.


(56)

Ketiga penelitian yang diambil peneliti dapat digambarkan dalam sebuah bagan atau skema agar lebih jelas. Skema tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Bagan atau skema tersebut sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan

Tiga penelitian yang relevan untuk memperkuat penelitian yang akan dilakukan. Dari ketiga hasil penlitian terdahulu, belum ada yang meneliti mengenai penerapan Contextual Teaching Learning dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Siti Lestari (2009). Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual pada siswa Kelas II SD Negeri II Bubakan Kecamatan

Girimarto Kabupaten Wonogiri Mardiani Sukri (2014).

Penerapan Contextual Teaching

Learning untuk Menigkatkan

Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan di Kelas V SDN Inpres Balaroa Palu.

Penelitian ini adalah: Penigkatan Hasil

Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV Pada Materi KPK dan FPB Melalui Model

Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran. Husen Windayana (2007).

Pembelajaran Matematika Realistik dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Kreatif, dan Kritis, Serta Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar


(57)

penerapan Contextual Teaching Learning dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran materi KPK dan FPB. Kekhasan penelitian ini mempunyai dua variabel yaitu hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis.

C. Kerangka Berpikir

Matematika adalah pola pikir ilmu tentang konsep penalaran yang menghadirkan kenyataan dan berhubungan secara nyata antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pendapat Susanto (2013: 185) adalah salah satu disiplin ilmu pasti yang mengungkapkan ide-ide abstrak yang berisi bilangan-bilangan serta simbol-simbol operasi hitung yang terdapat aktivitas berhitung dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan berpendapat dalam memecahkan masalah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.Tujuan matematika adalah mengajak siswa agar dapat mengenal konsep dan memecahkan masalah. Dengan demikian matematika mengajak siswa untuk berpikir kritis dalam memahami konsep dan menyelesaikan masalah.

Proses pembelajaran Matematika di kelas hendaknya berpusat kepada siswa dan menghadapkan pada kenyataan kehidupan sehari-hari yang matematis dan pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian siswa terbantu dalam mempelajari materi mata pelajaran. Pembelajaran matematika dengan menghadapkan pada kenyataan kehidupan sehari-hari dan pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari siswa, akan menuntut siswa untuk berpikir kritis. Berpikir kritis adalah kegiatan mengenal dan memecahkan masalah yang kemudian dapat


(58)

mengambil suatu keputusan, menganalisis informasi yang didapatkan, dan dapat membuat suatu kesimpulan. Mengembangkan cara berpikir kritis siswa dapat dibentuk ketika pembelajaran matematika berlangsung, karena dalam pembelajaran matematika merupakan proses belajar mengajar yang terdiri dari interaksi didalamnya. Guru melibatkan siswa untuk berproses dan membuat siswa antusias mengikuti pembelajaran. Guru dapat mengaitkan dan menghadirkan permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan yang sesuai dengan realitas akan lebih bermakna dalam ingatan siswa karena hal tersebut juga dibangun dari pengalaman yang ada dalam dirinya.

Model Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk berpikir aktif dalam menemukan makna pempelajaran dengan mengaikan materi dengan apa yang telah diketahui siswa melalui kerja kelompok atau suatu percobaan, sehingga melalui konsep atau pemahaman dalam kehidupan nyata materi akan mudah diingat dan dipahami oleh siswa dan juga dapat berpikir kritis dengan adanya penyelesaian masalah yang mereka kerjakan. Melalui kerja kelompok, siswa juga akan terlatih untuk menganalisis beberapa perbedaan argumen yang akan mereka temui dalam kelompok yang merupakan bagian dari berpikit kritis. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang menghadirkan realita pada diri siswa, akan melatih siswa menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis matematika pada materi KPK dan FPB. Kelebihan pembelajaran kontekstual yang menjadi alasan peneliti menggunakannya adalah menjadikan pembelajaran yang lebih bermakna dan nyata. Artinya siswa dapat menangkap hubungan antara


(59)

pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Pembelajaran akan produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa. Kelebihan tersebut yang menjadi ciri pada penelitian yang berjudul “Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran”.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

7. Penerapan model pembelajarankontekstual atau CTL (Contectual teaching

and learning) dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil

belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Kanisius Ganjuran semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dengan langkah sebagai berikut:

relating, experiencing, colaborating, applying, dan transferring.

8. Penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB SD Kanisius Ganjuran. 9. Penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV pada materi KPK dan FPB SD Kanisius Ganjuran.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai jenis penelitian, setting penelitian, persiapan, rencama setiap siklus, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian instrumen, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Istilah dalam bahasa Inggris disebut dengan Classroom Action Research (CAR). Suyadi (2012: 3) mengemukakan bahwa PTK merupakan pencermatan dalam bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan). Secara lebih jelas Trianto (2010: 205) mengungkapkan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi pendidikan untuk memperbaiki praktik yang dilakukan sendiri. PTK bertujuan untuk mengungkap penyebab masalah dan sekaligus memberikan langkah pemecahan terhadap masalah.

Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dalam kelas dan bersifat reflektif untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran agar menjadi lebih baik. Model penelitian tindakan kelas yang digunakan peneliti adalah model Kemmis & Mc Taggart yang terdiri dari beberapa siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap seperti yang dijabarkan oleh Arikunto (2010:17) adalah sebagai berikut:


(61)

1. Perencanaan

Perencanaan adalah langkah yang dilakukan oleh peneliti ketika akan memulai tindakannya, dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan implementasi dari perencanaan yang sudah dibuat. Pada tahap ini, berisi rancangan strategi dan skenario penerapan pembelajaran yang akan diterapkan.

3. Pengamatan

Pengamatan merupakan proses mencermati jalannya pelaksanaan tindakan. Tahap ini dilakukan pada waktu pelaksanaan tindakan berlangsung.

4. Refleksi

Refleksi merupakan langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah dilakukan. Tahap ini bertujuan untuk mengkaji secara menyeluruh pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul kemudian dilakukan evaluasi untuk menyempurnakan tindakan berikutnya.

Keempat tahapan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat digambarkan melalui gambar siklus model PTK sebagai berikut:


(62)

Gambar 3.1 Bagan Siklus PTK

B. Seting Penelitian 1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016, pada bulan Agustus 2015 sampai Desember 2015 semester ganjil tahun ajaran 2015/2016.

2. Tempat Penelitian

Peneliti melaksanakan penelitian di SD Kanisius Ganjuran yang berlokasi di Dusun Jogodayoh, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Kanisius ganjuran tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 30 siswa, 13 putra dan 17 putri.

Perencanaan

Siklus I

Perencanaan Observasi

Siklus 2

Observasi

Pelaksanaan

Refleksi

Pelaksanaan Refleksi


(1)

Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

No Nama

Siklus 1 Rata-rata Krite ria Siklus 2

Rata-rata Kriteria

Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2

Indikator Indikator Indikator Indikator

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

1 Ayu 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2 3 2 1.67 TK 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2.42 K

2 Easy 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.92 TK 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2.50 K

3 Devina 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1.67 TK 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2.42 K

4 Cinta 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2.08 CK 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2.67 K

5 Alvian 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 2.25 CK 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2.67 K

6 Lintang 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1.58 TK 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.00 CK

7 Jenny 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.00 CK 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.83 TK

8 Bagas 1 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 1 1.50 TK 2 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2.50 CK

9 Vanni 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.00 CK 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 2.50 CK

10 Selfa 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1.75 TK 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 2.33 CK

11 Prasca 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.83 TK 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2.08 CK

12 Edgar 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1.92 TK 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1.92 TK

13 Maylin 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.83 TK 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.92 TK

14 Varrel 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1.83 TK 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2.42 K

15 Loveina 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.92 TK 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 2.75 K

16 Galuh 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 1.67 TK 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2.67 K

17 Bintang 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.00 TK 2 2 2 3 3 3 2 3 2 3 3 3 2.58 K

18 Ardi 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1.83 TK 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2.42 K

19 Vanessa 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.00 TK 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2.25 CK

20 Kriseria 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1.92 TK 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2.25 CK

21 Rio 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.92 TK 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1.83 TK


(2)

23 Rafael 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2.00 CK 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2.33 CK

24 Allun 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.83 TK 2 2 2 2 3 2 2 3 3 3 3 2 2.42 CK

25 Sila 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2.33 CK 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2.92 SK

26 Kinara 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2.42 K 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3.00 SK

27 Thea 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 2.42 K 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3.00 SK

28 Titus 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 1.58 TK 3 2 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 2.50 CK

29 Valent 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.83 TK 2 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2.42 CK

30 Agnes 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1.83 TK 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2.67 K

Jumlah 50 50 59 58 66 63 65 59 62 62 69 66 1.91 67 65 69 72 71 67 74 75 75 76 77 76 2.40 Kriteria tk tk ck tk ck ck ck ck ck ck ck ck ck ck ck k ck ck k k k k k k


(3)

Pedoman Wawancara Guru Mengenai Kemampuan Berpikir Kritis Siswa No. Indikator Pedoman Wawancara

1. Mengalisis Argumen Apakah siswa suka berdiskusi ketika bekerja dalam kelompok?

2. Mampu bertanya Seperti apakah bentuk pertanyaan siswa ketika menemui kesulitan?

3. Menjawab pertanyaan Apakah siswa memikirkan kebenaran jawaban terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari guru?

4. Memecahkan masalah Apakah siswa terus berusaha untuk menemukan jawaban yang benar ketika menemui kesulitan?

Apakah siswa menggunakan cara atau alternatif lain untuk mengerjakan soal?

Apakah siswa mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang sistematis?

3. Membuat kesimpulan Apakah siswa mampu menceritakan materi yang sudah dipelajari?

Apakah siswa mampu menceritakan proses dalam mencari jawaban?

6. Keterampilan mengevaluasi dan menilai hasil dari pengamatan.

Apakah siswa senang mengkoreksi di jawaban terlebih dahulu sebelum mengumpulkannya?

Apakah siswa senang melakukan pembuktian jawaban dengan menggunakan media pembelajaran?


(4)

Pedoman Wawancara Guru Mengenai Proses Pembelajaran No Garis Besar Pertanyaan Wawancara

1 Bagaimana proses pembelajaran mata pelajaran Matematika di kelas IV?

2 Apakah kendala yang dihadapi dalam mengajar Matematika di kelas IV?

3 Apakah selalu menggunakan media sebagai sarana pembelajaran Matematika?

4 Apakah siswa diajak untuk melakukan percobaan dengan media yang digunakan pada saat pelajaran Matematika?

5 Apakah siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran Matematika? 6 Apa yang membuat siswa merasa kesulitan dalam menerima pelajaran

Matematika?

7 Bagaimana hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika? 8 Apa yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah pada mata pelajaran

Matematika?

9 Bagaimana strategi pembelajaran Matematika yang digunakan untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa?

10 Apakah pernah menerapkan pendekatan CTL dalam pembelajaran Matematika?


(5)

Foto-Foto Kegiatan

Lampiran 22

Guru menerangkan pohon faktor Guru menerangkan

Siswa bertanya Suasana kelas


(6)

Daftar Riwayat Hidup

Ag Wulan Rosanti merupakan anak tunggal dari pasangan Ax Bardono dan Yamtinah lahir di Bantul, 2 Agustus 1993. Pendidikan pertama di TK Kanisius Kanutan, Bantul Yogyakarta pada tahun 1999-2000, dan melanjutkan Sekolah Dasar di Kanisius Kanutan, lulus pada tahun 2006, kemudian menempuh Sekolah Menengah Pertama di Kanisius Bambanglipuro Bantul lulus pada tahun 2009.

Pada tahun 2010-2012 peneliti terdaftar sebagai siswa di SMA Stella Duce Bantul, selanjutnya peneliti meneruskan pendidikannya sebagai mahasiswa di Universitas Sanata Dharma, dan mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (S1). Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menyusun tugas akhir yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IV Pada Materi KPK dan FPB Melalui Model Pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Ganjuran”


Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Sarikarya pada materi satuan jarak dan kecepatan melalui model pembelajaran kontekstual.

5 32 344

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VB pada materi KPK dan FPB melalui model pembelajaran kontekstual SD Kanisius Ganjuran.

0 7 291

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Tidar 1 dalam mata pelajaran Matematika melalui model pembelajaran kontekstual.

1 3 286

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas III C pada materi perkalian dan pembagian melalui model pembelajaran kontekstual di SD Negeri Perumnas Condong Catur.

0 0 288

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas III pada materi perkalian dan pembagian melalui pembelajaran Problem Based Learning SD Kanisius Klepu.

0 0 212

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Karangmloko 1 pada materi KPK dan FPB melalui pendekatan pembelajaran kontekstual.

2 13 277

Peningkatakan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis kelas VA pada materi KPK dan FPB melalui pembelajaran kontekstual SDN Perumnas Condongcatur.

3 17 366

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IIIA pada materi perkalian dan pembagian melalui model pembelajaran kontekstual di SD Negeri Jongkang.

0 0 249

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika kelas IV pada materi KPK dan FPB melalui pembelajaran kontekstual SD Kanisius Klepu.

3 61 297

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis Matematika siswa kelas III pada materi operasi hitung campuran melalui model pembelajaran kontekstual SD Negeri Plaosan 1.

0 5 393