Diksi Mantra Hindu Jawa

Haparing tuntunan dhumateng pepadhang saha keslametan ‘Menjadi tuntunan kepada cahaya dan keselamatan’ Majas metafora tidak banyak ditemukan pada mantra-mantra lain. Hal ini dikarenakan mantra lain digunakan dalam ritual yang mengacu pada dewa-dewa maupun manifestasi dewa yang mendiami dunia, sehingga banyak digunakan simbolisasi. Sedangkan pada mantra yang memiliki banyak majas dipercaya sebagai mantra yang mengacu pada diri sendiri, sehingga banyak digunakan majas sebagai perumpaan agar lebih mudah dipahami.Dengan begitu penulis dapat menyimpulkan bahwa penggunaan majas digunakan sebagai alat untuk lebih memahami unsur filosofis dalam jasmani manusia, sedangkan pada wujud yang lebih suci, majas dirasa kurang pantas digunakan, sehingga penulis mantra lebih banyak mengacu pada simbolisasi. 32

BAB III MAKNA MANTRA HINDU JAWA

3.1 Pengantar

Untuk mencari makna dalam rangkaian mantra Hindu Jawa yang juga dikenal sebagai mantra kedalaman, penulis akan meneliti makna referensial dari setiap mantra. Menurut Chaer 2009: 64, kata-kata yang mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Sebagai contoh, kata suling merupakan sebuah kata bermakna referensial, karena kata suling memiliki referen yang mengacu kepada sebuah alat tiup tradisional yang terbuat dari bambu yang bernama “suling”. Untuk mempermudah pendalaman makna referensial mantra, penulis akan memberi kode huruf dan angka pada awal setiap baris.

3.2 Makna Referensial Mantra Hindu Jawa

Keseluruhan rangkaian mantra kedalaman Hindu Jawa dibagi menjadi tujuh mantra dengan tujuan penggunaan maupun makna yang berbeda. Secara umum kelompok mantra dibagi menjadi dua bagian, yaitu tiga mantra pertama yang dikenal sebagai mantra vertikal mantra yang mengarah pada Tuhan, dan tiga mantra berikutnya yang dikenal sebagai mantra horizontal mantra yang mengarah pada kehidupan di dunia baik kehidupan yang tampak maupun yang 33 tidak tampak. Dalam mendalami makna referensial dari setiap mantra, penulis akan membagi mantra-mantra ke dalam ketiga bagian tersebut, agar lebih mudah dipahami perubahan referensi yang digunakan pada setiap pengelompokan mantra.

3.2.1 Mantra Vertikal

Rangkaian mantra vertikal berjumlah tiga mantra, jumlah ini bukanlah tanpa alasan.Angka tiga merupakan angka yang istimewa bagi masyarakat Jawa, terutama masyarakat Hindu Jawa. Hal ini dikarenakan salah satu filosofi mendasar dari masyarakat Hindu Jawa adalah filosofi tribawana pemahaman tentang tiga dunia, yang meliputi Tuhan, dunia, dan diri sendiri pemahaman filosofi tribawana akan dijelaskan secara lebih jelas pada bab berikutnya. Ketiga mantra yang dianggap sebagai bagian dari kelompok mantra vertikal juga mewakili tiga dunia tersebut. Mantra vertikal pertama adalah mantra yang secara khusus mengacu pada Tuhan, mantra vertikal kedua adalah mantra yang mengacu pada manifestasi Tuhan di dunia alam sekitar, sedangkan mantra vertikal ketiga adalah mantra yang mengacu pada berkat Tuhan yang diberikan di dalam diri setiap manusia.

3.2.1.1 Mantra Vertikal Pertama “Kebesaran Tuhan”

Mantra vertikal pertama adalah juga mantra pembuka. Dalam membaca mantra ini, tangan umat berada di depan kening dengan dupa. 34 28 a Hong b Sang Hyang Murbeng Dumadi c Kang hanyipta jagad raya d Sarta sadaya dumadi e Dalem hanyembah sungkem hamarikelu f Hangluhuraken paduka g Namung paduka ingkang kawula sembah h Hinggih Sang Hyang Widhi Mantra pembuka dalam rangkaian mantra vertikal pertama dibuka dengan kata Hong, seperti pada mantra 28a.Kata Hong adalah sebuah kata referensial karena kata Hong memiliki referen yang mengacu pada suatu situasi yang kosong, hening, tetapi penuh dengan isi.Yang dimaksud dengan kosong tetapi penuh isi adalah situasi batin seseorang ketika tengah bermeditasi.Penggunaan kata Hong di awal juga berfungsi sebagai pengantar bagi umat untuk mencapai tahap kosong yang penuh isi tersebut. Pada mantra 28b, dituliskan Sang Hyang Murbeng Dumadi, yang memiliki referen yang mengacu pada sosok Tuhan yang memiliki beragam kemampuan, salah satunya adalah kemampuannya sebagai sosok yang maha tahu.Pada mantra 28c, dituliskan Kang hanyipta jagad raya yang dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai “Yang menciptakan jagad